Pastor Betlehem: Ada yang Salah dengan Kekristenannya Bila Kristiani Tidak Marah Lihat Genosida di Gaza

 Pastor Betlehem: Ada yang Salah dengan Kekristenannya Bila Kristiani Tidak Marah Lihat Genosida di Gaza

Mediaumat.info – Orang Kristen yang tak marah melihat upaya genosida Zionis Yahudi atas warga Gaza, Palestina, dinilai Pastor Munther Isaac, kepala Gereja Lutheran Injili di Betlehem dan Beit Sahour, ada yang salah dengan kekristenannya.

“Dan jika kita sebagai orang Kristen tidak marah dengan genosida tersebut, dengan menggunakan Alkitab sebagai pembenarannya, maka ada sesuatu yang salah dengan kesaksian Kristen kita,” ujarnya, seperti terekam dalam laporan jurnalis Al-Jazeera Monjed Jadou, Senin (25/12/2023).

Tak hanya itu, sambung Isaac, sikap tersebut bisa membahayakan kredibilitas pesan dari Injil.

Menurutnya, apa yang terjadi di Gaza memanglah genosida. “Gaza, seperti yang kita tahu, sudah tidak ada lagi, (dan) ini adalah sebuah pemusnahan, ini adalah genosida,” tegasnya, dalam pesan Natal kepada jemaatnya di Gereja Evangelis Lutheran di Betlehem pada hari Sabtu sebelumnya.

Seperti diberitakan, buntut dari pendudukan Kota Betlehem, Tepi Barat, yang diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus, gereja-gereja di Palestina telah mengumumkan pembatalan semua perayaan Natal sebagai ekspresi persatuan dengan Gaza dan penolakan terhadap agresi yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina, membatasi mereka untuk melakukan misa dan berdoa.

Bahkan dikarenakan sikap diamnya dunia, dia merasa ‘tersiksa’ serta menyampaikan bahwa para pemimpin dari kelompok yang disebut negara-negara bebas berbaris satu demi satu untuk memberikan lampu hijau bagi genosida terhadap populasi tawanan.

Orang-orang Afrika Selatan, kata Isaac memisalkan, telah mengajarkan umat Kristen tentang konsep teologi negara yang didefinisikan sebagai pembenaran teologis terhadap status quo dengan rasisme, kapitalisme, dan totalitarianismenya.

Sedangkan di Palestina, sambung Isaac, Alkitab dijadikan senjata untuk melawan umat Kristen sendiri. “Teologi imperium menyerukan pengosongan Gaza.  Sama seperti seruan pembersihan etnis pada tahun 1948, sebuah keajaiban atau keajaiban ilahi sebagaimana mereka menyebutnya,” ulasnya.

Tak ayal, ia pun menyinggung kemunafikan dan rasisme di dunia Barat yang mengerikan, dan mengimbau kepada sesama kristiani di Eropa untuk tak mengajarinya tentang hak asasi manusia, terlebih mengenai hukum internasional.

Sementara, di dalam bayang-bayang imperium, secara opini mereka mengubah penjajah menjadi korban dan terjajah menjadi agresor. “Apakah kita lupa bahwa negara (entitas penjajah Yahudi) yang mereka ajak bicara dibangun di atas reruntuhan kota-kota dan desa-desa milik warga Gaza?” lontar Issac.

Sebab itu ia pun marah dengan keterlibatan gereja bahkan sebelum tanggal 7 Oktober 2023, saat dunia juga diam. Dan sejak saat itu, sebagaimana ia paparkan sebelumnya, dunia pun diam saat Zionis Yahudi membombardir Jalur Gaza dengan dalih membela diri.

Padahal, serangan itu telah menewaskan sedikitnya 20.424 warga Palestina, sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak, menurut otoritas kesehatan setempat.

Karena itu pula, sekali lagi, apabila orang Kristen tidak bisa menyebut agresi yang dilakukan Zionis Yahudi atas Gaza sebagai upaya pemusnahan massal, maka itu adalah suatu dosa yang harus diterima.

“Itu adalah dosa dan kegelapan yang dengan rela Anda terima.” pungkas Isaac memperingatkan.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *