Pasca Putusan MK, Buruh Tetap Tegas Tolak Keras UU Ciptaker

Mediaumat.id – Pengamat Perburuhan Imam Ghazali menegaskan, para buruh tetap tegas menolak keras Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ini yang kemudian membuat kami, para buruh dengan tegas menolak UU Cipta Kerja. Baik ketika disusun, saat mau diketok, maupun sekarang ini setelah diketok. Bahkan setelah keluar keputusan MK pun, kami, para buruh tegas menolak,” tuturnya dalam Kabar Petang: Ketika Jutaan Buruh Melawan, Senin (29/11/2021).

Menurutnya, MK seharusnya membatalkan UU Ciptaker karena merugikan buruh. “Harusnya itu tidak perlu berlaku. Tidak cukup itu. Kami tidak puas hanya dikatakan prosesnya inkonstitusional tetapi produknya masih dipakai sampai dua tahun ke depan. Kalau misalkan para pembuat kebijakan kemarin diberi kesempatan hingga dua tahun ke depan itu kami tidak terima. Harusnya betul-betul dibatalkan total karena UU itu benar-benar merugikan buruh,” ujarnya.

Imam mengatakan, dari awal para buruh sudah menentang keras UU Cipta Kerja. “Kita bisa lihat memang buruh yang paling keras menolak masalah itu. Dan terbukti buruh juga tidak tinggal diam ketika disusun, diformulasikan, dan digodok, kita juga yang paling keras menolak itu. Kita tidak tahu pihak-pihak lain, tetapi buruh yang paling keras dan paling gigih untuk menggugat,” ungkapnya.

Bahkan setelah diketok pun, menurut Imam, buruh juga yang paling keras melakukan perlawanan. “Dengan harapan, itu bisa dibatalkan dengan berbagai macam saluran-saluran yang ada yang bisa kita lakukan. Terakhir kemarin kemudian ada keputusan MK,” bebernya.

“Sehingga ada istilah di kita mengatakan ini UU kok seperti tiktok. Belum diketik kok sudah diketok,” imbuhnya.

Imam menjelaskan, kajian para ahli hukum di MK juga menyimpulkan bahwa secara proses UU ini inkonstitusional. “Sekalipun kita juga bingung, dikatakan prosesnya inkonstitusional tapi kok produknya masih diakui secara konstitusional. Ini dalam bahasa kami, manajemen manufacture, itu bingung. Bagaimana bahan baku yang cacat bisa menghasilkan produk yang bagus. Kami bingung itu logikanya di mana?” tandasnya.

Tuntutan Buruh

Imam mengatakan, tuntutan buruh jelas menolak UU Ciptaker karena beberapa hal. “Tuntutan kami, para buruh, dari awal tegas menolak UU ini,” ucapnya.

Pertama, para buruh menolak upah minimum sektoral dan juga perlakuan upah minimum kabupaten kota yang membuat kesejahteraan buruh semakin tertekan.

Kedua, terkait pesangon, buruh juga tegas menolak. “Karena pesangon kita berkurang. Dari sekitar kurang lebih 32 bulan upah dari masa kerja maksimal 9 tahun itu, berkurang menjadi 25 bulan. Itu pun kalau dihitung lagi tidak 25 bulan, tetapi 19 bulan dan sisanya dirupakan yang lain. Sampai rupanya seperti apa, kami juga belum jelas. Dari awal kami menolak, karena mengurangi kesejahteraan kami,” tegasnya.

Ketiga, buruh menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Menurutnya, PKWT ini memberikan peluang karyawan itu dikontrak terus. “Sehingga ada istilah di kami itu, para buruh sekarang ini berubah menjadi kontraktor. Artinya orang yang selalu dikontrak. Kontrak selesai, dikontrak terus. Makanya buruh sekarang beralih profesi menjadi kontraktor,” ujarnya.

Lebih lanjut, kata Imam, buruh juga menolak outsourching seumur hidup dan juga menolak jam kerja yang eksploitatif. Jadi ada istilah sekarang, pengupahan buruh itu per jam. “Kemudian tentang hak cuti, jaminan pensiun dan juga jaminan kesehatan bagi pekerja outsourching, kami juga menolaknya,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: