Sebuah laporan intelijen Amerika Serikat yang menyalahkan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi kepada Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menimbulkan pertanyaan tajam tentang masa depan hubungan AS-Saudi.
Negara-negara tersebut telah lama menjadi sekutu strategis, dan Washington memandang Riyadh sebagai kunci dalam strategi Timur Tengahnya yang lebih luas dan sebagai sekutu yang berpengaruh baik dalam apa yang disebut sebagai “perang melawan teror” maupun sebagai pasar bahan bakar fosil internasional.
Namun, temuan laporan Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI), yang menyimpulkan bahwa putra mahkota Saudi menyetujui suatu operasi yang mengakibatkan terbunuhnya Khashoggi menambah tekanan kepada Presiden AS Joe Biden untuk menepati janjinya untuk kembali menilai hubungan AS-Saudi.
Mantan Presiden Donald Trump mempertahankan hubungan dekat dengan Riyadh, khususnya dengan MBS, pemimpin de facto negara itu, terlepas dari pembunuhan Khashoggi oleh regu pembunuh bayaran Saudi di konsulat negara itu di Istanbul pada bulan Oktober 2018.
Para pejabat Saudi membantah bahwa putra mahkota terlibat dalam pembunuhan itu, malah menyalahkan adanya operasi di luar kontrol atas apa yang terjadi. Saat ditanya dalam wawancara 2019 dengan program CBS 60 Minutes apakah dia memerintahkan pembunuhan tersebut, MBS menjawab: “Sama sekali tidak”.
Namun, bagaimanapun, dia menerima tanggung jawab politik dengan mengatakan hal itu “terjadi di bawah pengawasan saya.”
Kongres mengesahkan RUU pertahanan pada bulan Desember 2019 yang mencakup ketentuan yang mewajibkan Kantor Direktur Intelijen Nasional untuk waktu 30 hari merilis laporan tidak bersifat rahasia mengenai pembunuhan Khashoggi.
Namun pemerintahan Trump menolak untuk merilis laporan lengkap mengenai Khashoggi, dengan mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa pengungkapan informasi tersebut akan membahayakan sumber dan metode yang dipakai kantor intelijen nasional.
Trump juga secara pribadi menolak seruan untuk menegur MBS atas pembunuhan itu, termasuk dari anggota parlemen partai Republik. Trump kemudian dilaporkan mengatakan kepada wartawan Bob Woodward bahwa dia telah “menyelamatkan” putra mahkota itu dari para anggota parlemen AS.
Namun bahkan dengan rilis laporan pada hari Jumat, pemerintahan Biden dan pemerintah Saudi akan berhati-hati, kata Mahjoob Zweiri, direktur Pusat Studi Teluk di Universitas Qatar, sambil mencatat bahwa tidak ada yang ingin mundur terlalu jauh dari hubungan taktis mereka.
“Namun saat ini bola ada di Washington,” katanya kepada Al Jazeera.
“Dengan membuat laporan itu dapat diakses siapapun, AS seolah berkata kepada Arab Saudi, ‘Anda harus bersikap positif dalam hal perang di Yaman, Anda harus bersikap positif dalam hal hak asasi manusia, termasuk membebaskan para tahanan politik’.”
Hubungan AS-Saudi
Namun, Andreas Krieg, seorang profesor di Departemen Studi Pertahanan King’s College London, mengatakan hubungan Saudi-AS telah menjadi “salah satu pilar kebijakan Timur Tengah Amerika dan terus memainkan peran penting dalam proyeksi kekuatan Amerika”.
“Sementara Arab Saudi tidak akan mendapat prioritas saat di bawah pemerintahan Trump, Washington membutuhkan Arab Saudi sebagai mitra di kawasan itu,” katanya.
Riyadh, juga kemungkinan besar tidak akan mau secara dramatis menjauh dari AS dan menuju sekutu strategis lainnya yang mungkin – terutama Rusia dan China, kata Zweiri.
Arab Saudi telah lama menjadi importir terbesar senjata AS dan mempertahankan beberapa kontrak pertahanan dengan AS, yang mencakup pemeliharaan dan dukungannya yang luas kepada aparat keamanannya. Pergeseran ke sistem baru akan membutuhkan “setidaknya dua dekade”, kata Zweiri.
Penggunaan tekanan
Laporan intelijen AS adalah yang pertama sejak pembunuhan Khashoggi yang secara langsung mengaitkan MBS dengan kematian wartawan itu, tetapi itu bukan satu-satunya kasus yang melibatkan putra mahkota.
Laporan bulan Juni 2019 oleh Agnes Callamard, pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pembunuhan di luar hukum, menetapkan bahwa perintah pembunuhan tersebut berasal dari jajaran tingkat tertinggi pemerintah Saudi. Laporan itu juga mengatakan “bukti yang dapat dipercaya” ada untuk membenarkan penyelidikan atas “tanggung jawab individu” para pejabat tingkat tinggi dan anggota keluarga kerajaan – termasuk MBS.
Zweiri mengatakan pemerintahan Biden kemungkinan akan memantau tanggapan dari dalam negeri dan internasional jika ada terhadap laporan tersebut sebelum memutuskan tindakan apa yang akan diambil atas temuannya.
Laporan itu muncul di tengah “gelombang besar sentimen anti-Saudi di dalam Kongres”, kata Steven Wright, seorang profesor di Universitas Bin Khalifa di Doha yang berfokus pada kebijakan AS di Teluk, dan implikasinya “tidak boleh diremehkan sedikit pun. “.
Legislasi yang diusulkan setelah pembunuhan Khashoggi yang menyerukan sanksi terhadap keluarga kerajaan Saudi dan penghentian luas sebagian besar penjualan senjata AS ke negara itu telah menerima dukungan dua pihak, tetapi tidak dibawa ke pemungutan suara Senat penuh selama sesi terakhir siding Konggres. AS sebelumnya telah memberikan sanksi kepada 17 warga negara Saudi terkait dengan pembunuhan tersebut.
Sekarang, lebih banyak tindakan garis keras dari Kongres bukan menjadi masalah. “Ini semacam momen perhitungan di mana ada potensi perubahan dalam hubungan yang terjadi,” kata Wright.
‘Sinyal sedang dikirim’
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan Biden hanya akan berkorespondensi dengan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, bukan putra mahkota.
Biden melakukan panggilan telepon pertamanya sebagai presiden untuk raja berusia 85 tahun itu pada Kamis, lebih dari sebulan sejak dia menjabat. Gedung Putih mengatakan dia menekankan “kemitraan jangka panjang” negaranya sambil menegaskan “pentingnya Amerika Serikat menempatkan HAM universal dan supremasi hukum”.
Pemerintahan Biden juga telah memotong dukungan AS dan penjualan senjata terkait dengan “operasi ofensif” dari koalisi militer pimpinan Saudi yang bertempur di Yaman, karena semakin mendorong resolusi diplomatik untuk konflik tersebut. AS mengatakan akan terus menawarkan dukungan untuk pertahanan Saudi.
Gedung Putih mengatakan pada hari Jumat akan mengumumkan tindakan lebih lanjut terhadap Arab Saudi.
Sementara keluarga kerajaan Saudi kemungkinan akan mengalami tekanan politik, laporan itu tidak mungkin menghasilkan pergolakan dalam garis suksesi Saudi, kata PJ Crowley, yang menjabat sebagai asisten menteri luar negeri AS untuk urusan publik di bawah mantan Presiden Barack Obama.
“MBS tetap mungkin menjadi raja di masa depan, dan dia akan menjadi raja untuk jangka waktu yang sangat lama,” kata Crowley kepada Al Jazeera.
“Tapi saya pikir ada sinyal yang dikirim ke sini bahwa jika dia ingin menikmati kepercayaan Amerika Serikat di masa depan, maka dia harus menunjukkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin yang dapat diajak bekerja sama dengan nyaman oleh Amerika Serikat.”
Namun, Crowley mencatat tidak adanya ancaman regional yang lebih besar, bersamaan dengan dorongan pemerintahan Biden untuk terlibat kembali secara diplomatis dengan Iran dan menjauh dari urusan bahan bakar fosil, yang berarti “bagi Amerika Serikat kawasan itu tidak sepenting dulu” dan dapat mendorong AS untuk mengambil tindakan yang lebih tegas tentang masalah HAM di Arab Saudi.
“Amerika Serikat siap untuk melihat ke arah lain di masa lalu,” kata Crowley, “Saya pikir itu cenderung tidak dilakukan pada saat ini.”[]
Sumber: www.aljazeera.com