Pasal Perzinaan KUHP Membuka Lebar Gerbang Amoralitas
Mediaumat.id – Sejumlah pasal kontroversial dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru terkait zina dan kohabitasi (kumpul kebo) dinilai LBH Pelita Umat Korwil Jawa Timur (Jatim) Budihardjo, S.H.I. akan membuka gerbang amoralitas semakin besar.
“Ini tentu akan membuka gerbang amoralitas semakin besar,” tuturnya dalam diskusi Gaduh! Amerika-PBB Teriak ‘Pasal Zina’, Selasa (20/12/2022) di YouTube LBH Pelita Umat Jawa Timur.
Budi menyoroti terkait delik aduan dalam pasal yang dimaksud. Menurutnya, dalam KUHP baru menjelaskan pelanggaran terkait pasal perzinaan dan kohabitasi hanya bisa diproses hukum bila ada aduan. Ditambah lagi, pembatasan pihak yang bisa melaporkan hanya pada suami/istri bagi yang menikah atau orang tua jika pelaku belum menikah, menurut Budi memperumit tindakan zina dan kohabitasi sebagai tindak pidana. Karena itu, menurutnya, sekalipun menuai protes pihak asing, KUHP tersebut semakin kuat membuat pelaku amoralitas bisa selamat dari jeratan hukum.
“Kalau kita lihat banyak pihak yang menolak dari disahkannya KUHP ini, termasuk orang-orang asing. Cuma kan yang harus kita cermati di sini adanya delik aduan? Sehingga, ini ada semacam satu sisi memang dibatasi dengan undang-undang, ada sanksi pidananya, tapi satu sisi (lain) dibuka, diberikan keleluasaan, kelonggaran (bahwa) kalau ada aduan baru bisa diproses,” terangnya.
Di samping itu, menurut Budi, hukuman maksimal 1 tahun penjara bagi pelanggaran pasal zina dan 6 bulan penjara bagi pelaku kumpul kebo tidak akan memberi efek jera.
“(Hukuman) itu tidak akan mampu, tidak akan bisa membuat mereka jera, mereka berhenti dari tindakan-tindakan itu. Itu enggak mungkin. Karena, mereka yang melakukan itu tentu ada semacam hobi, kesenangan yang berbanding lurus dengan pendapatan, atau yang mereka keluarkan itu untuk kebahagiaan versi mereka,” ujarnya.
Selain itu, Budi mengatakan, kondisi tersebut akan menghantarkan tindakan LBGT sekalipun akan sulit, bahkan tidak bisa dikriminalisasi. Karena, dalam undang-undang yang baru tersebut tidak ada pasal yang mengatur mengenai LBGT.
“Jadi justru akan menjadi sarana agar kampanye atau pelaku dari LBGT itu bisa bebas. Sekalipun ada beberapa pihak yang menginginkan ada tindakan tegas terhadap LBGT, tapi kayaknya pemerintah dan DPR sepakat tidak mengkriminalisasikan, jadi tidak mengangkat perbuatan LBGT itu sebagai perbuatan kriminalitas,” ujarnya.
Budi menduga ada agenda terselubung yang justru memberi perlindungan terhadap aktivitas LBGT. “Kenapa? Ada apa? Bisa jadi ada hiden agenda, grand desain yang dibuat sedemikian rupa untuk kemudian masuk di dalam satu proses undang-undang sehingga ada perlindungan terhadap kegiata atau akitivitas mereka,” katanya.
Karena itu, Budi mengingatkan, untuk mewaspadai adanya agenda ideologis negara Barat untuk merusak generasi Muslim. Ia mengingatkan pada pernyataan Mantan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang menuding bahwa gerakan hak-hak asasi atau hak-hak LBGT di Indonesia merupakan satu taktik perang modern yang disebutnya sebagai perang proksi (proxi war) dari negara-negara Barat untuk menguasai suatu bangsa tanpa harus mengirimkan pasukan militer.
“Harus kita waspadai adalah dengan adanya KUHP yang baru ini gerakan LBGT di Asia itu tidak bisa lepas kaitannya dengan agenda ideologis atau agenda geopolitis dari negara-negara asing atau negara-negara Barat,” imbuhnya.
Menurut Budi, hal itu menjadi satu strategi baru merusak generasi hingga tidak memiliki cara pandang negarawan yang berpikir untuk negaranya. Sementara, menurutnya, dalam hal ini generasi Muslim menjadi sasarannya.
“Sehingga taktik perang modern yang kita katakan nirmiliter adalah cara Barat menerapkan bentuk penjajahan gaya baru terhadap warga negara Indonesia, khususnya kaum Muslim,” pungkasnya.[] Saptaningtyas