Berita:
Para pemimpin Eropa berkumpul di Yerusalem pada akhir Januari untuk memperingati Holocaust dan memerangi anti-Semitisme, 75 tahun setelah pembebasan Auschwitz. Pangeran Charles, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen adalah di antara para pemimpin yang menghadiri World Holocaust Forum di pusat peringatan kota Yad Vesham Holocaust.
Komentar:
Tidak setiap hari para pemimpin Barat itu berkumpul. Namun, mereka berkumpul di Yerusalem yang diduduki untuk menandai peringatan 75 tahun pembebasan Auschwitz. Dalam sebuah acara yang diklaim untuk memperingati kekejaman yang dilakukan terhadap umat manusia, kota itu menjadi tuan rumah bagi beberapa pembicara yang tidak dikenal karena nilai-nilai kemanusiaan mereka.
Di antara para pembicara pada acara tersebut adalah Presiden Rusia, Vladimir Putin, seorang penjahat perang terkenal yang bertanggung jawab atas pembantaian dan kekejaman yang dilakukan terhadap kaum Muslim di Chechnya dan Suriah. Dia juga terkenal karena membunuh dan menyiksa oposisi politik dan jurnalis kritis. Pembicara lain dengan lencana penjahat perang adalah Perdana Menteri entitas Zionis, Benjamin Netanyahu, yang bertanggung jawab atas pembunuhan massal di Gaza dan penindasan terhadap kaum Muslim di seluruh Palestina.
Lebih jauh, peristiwa itu tidak terjadi di Polandia di mana kekejaman Auschwitz dilakukan, meskipun banyak korbannya adalah orang Polandia. Peringatan kekejaman itu malah diadakan di Palestina yang diduduki! Memperingati para korban genosida dalam sebuah negara, yang dibangun atas dasar genosida yang dilakukan terhadap penduduk asli Palestina, bukan hanya tindakan munafik tapi juga mengejek para korban!
Aib ini diperburuk oleh fakta bahwa penjahat perang seperti Benjamin Netanyahu, yang bertanggung jawab atas pembunuhan ribuan wanita tak berdosa, orang tua dan anak-anak di Gaza, adalah wajah dari peristiwa tersebut. Para pemimpin Barat menunjukkan warna mereka yang sesungguhnya setiap kali mereka berkumpul dengan para penjahat perang seperti Putin dan Netanyahu. Namun, perilaku mereka menjadi sangat menjijikkan ketika pertemuan ini terjadi dalam apa yang disebut sebagai peristiwa kemanusiaan, karena tidak tahan menyaksikan kemunafikan mereka.
Sebuah tugu peringatan biasanya harus memiliki tujuan agar bisa diambil pelajaran dari peristiwa sejarah yang tragis. Pelajaran apa yang didapat para pemimpin Barat dari Holocaust? Sudahkah mereka berubah sejak tahun 1930-an atau 1940-an di mana semua negara Eropa berpartisipasi dalam genosida atau menolak membiarkan para pengungsi di negara mereka yang melarikan diri dari genosida? Sedikitpun tidak. Mereka secara langsung atau tidak langsung berpartisipasi dalam genosida seperti di Bosnia dan Rwanda. Dan sekarang mereka melakukan hal yang sama di Yaman dan Suriah. Negara-negara Barat saat ini terlibat, secara langsung atau tidak langsung, dalam pembunuhan massal di kedua negara Muslim ini, atau mereka menolak untuk membiarkan para pengungsi masuk, dan malah membiarkan mereka mati. Inilah tepatnya apa yang mereka lakukan selama Holocaust.
Tidak ada yang benar-benar berubah. Kemunafikan mereka semakin besar dan sinisme dunia Kapitalis semakin nyata. Ketika umat Islam, atas kehendak Allah, mendirikan Negara Islam mereka dan membebaskan Palestina, dengan perilaku Islami mereka, sebagaimana diperintahkan oleh Al-Quran, hal ini akan menunjukkan kepada dunia seperti apa bentuk keadilan itu sebenarnya. Dan bagaimana, dalam praktiknya, mengingat mereka yang telah dianiaya oleh para tiran dan negara-negara kekaisaran sepanjang sejarah dengan mendukung yang lemah dan berdiri untuk melawan para penindas seperti yang diperintahkan Allah (swt):
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Alla” [Terjemahan QS Al-Nisaa: 135]
Ditulis oleh Taimullah Abu-Laban