Oleh: Taufik S. Permana (Geopolitical Institute)
Semenanjung Korea masih belum akur. Ketegangan politik kedua negara masih memanas. Tujuh tahun lalu Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan untuk tetap tenang pada hari Senin di Semenanjung Korea, sambil memperingatkan bahwa eskalasi ketegangan di wilayah tersebut dapat menyebabkan bencana nuklir yang jauh lebih buruk daripada insiden Chernobyl.
“Kami prihatin tentang eskalasi yang terjadi di Semenanjung Korea karena kita adalah negara yang bertetangga dan karena jika segala sesuatu dapat terjadi di sana, Chernobyl akan tampak seperti mainan anak kecil jika dibandingkan,” kata Putin pada konferensi pers bersama dengan Kanselir Jerman Angela Merkel.
“Saya ingin menyerukan semua orang untuk tetap tenang dan duduk di meja perundingan dan dengan tenang berusaha menyelesaikan masalah yang telah terakumulasi di sana selama bertahun-tahun.” Ujarnya.
Namun yang patut kita garisbawahi adalah krisis dua Korea diinginkan Amerika untuk memukul Cina ketika Cina menolak keinginan Amerika. Amerika ingin menarik Cina ke medan Perang Korea. Kemudian Amerika hendak memukul Cina dengan dukungan sekutu dan antek-anteknya. Alasannya, karena Cina telah mengancam keamanan kawasan dan regional. Amerika telah memobilisasi negara-negara Asia untuk mengepung Cina. Ini tentu saja bukan permasalahan Indonesia. Karena itu, Indonesia wajib tidak berdiri di sisi Amerika ataupun Cina, betapapun upaya Amerika atau Cina untuk menarik Indonesia di sisi masing-masing di antara keduanya. Sebab, berada di sisi Cina ataupun Amerika tidak akan memberikan manfaat bagi Indonesia, baik sekarang ataupun pada masa depan. Indonesia yang merupakan negeri kaum Muslim terbesar di dunia harus menjadi kekuatan yang mandiri, memiliki kehendak yang independen, dan Indonesia memiliki potensi untuk itu.
Indonesia bisa menjadi negara yang kuat dan mandiri apabila jika bersandar kepada umatnya dalam akidah dan sistemnya, yaitu akidah Islam dan sistem yang terpancar darinya. Indonesia harus menjadi sebuah negara adidaya yang berjalan menurut manhaj Kenabian. Kemuliaan bukanlah di sisi Amerika atau Cina. Kemuliaan itu hanya ada di tangan Allah SWT:
وَلِلَّـهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَـٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada Mengetahui. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)[]