Pamong Institute: UU ITE Banyak Ketidakadilan dan Sarana Membungkam Aktivis

Mediaumat.news – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky mengungkapkan bahwa banyak ketidakadilan dalam praktik menjalankan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan menduga bahwa UU ini digunakan untuk membungkam aktivis yang kritis.

“Terlalu banyak ketidakadilan yang dipraktekkan di UU ITE. Selain itu, juga ada ketidakadilan hukum di situ dan bersifat lentur, menjadi pasal yang karet. Dugaan kerasnya UU ini digunakan untuk membungkam aktivis yang mengkritik kebijakan-kebijakan rezim,” ujarnya pada acara Islamic Lawyers Forum “Revisi Total UU ITE, Perlukah?” (ILF) #26 pada Jumat, (26/11/2020) di kanal Youtube LBH Pelita Umat.  

Wahyudi menilai hal tersebut terjadi lantaran tiga hal. Pertama, ada persoalan di materi hukumnya. “Materi hukumnya ada masalah yaitu adanya ketidaktegasan atau ketidakjelasan dalam materinya. Sehingga bisa digunakan untuk kawannya begini, tapi untuk lawannya tidak seperti itu. Jadi ada peluang lentur di situ,” ungkapnya.

Kedua, selain hukum yang rancu, dari sisi aparat penegak hukum. “Aparat penegaknya juga nampaknya tidak adil. Berarti dia tidak menegakkan hukum sebenarnya. Justru menggunakan hukum menjadi sarana kepentingan-kepentingan tertentu. Misal kalau dia kawannya, atau yang berpihak pada penguasa prosesnya lambat, perlakuannya berbeda, jenis hukumannya tidak sama. Berarti di tengah aparat penegak hukumnya ada masalah, tidak profesional dan tidak adil atau zalim,” bebernya.

Ketiga, dari sisi masyarakat yang sebenarnya menjadi korban malah diam. “Nampaknya memang korban masyarakat itu. Tapi tidak terjadi geliat yang besar bahwa hukum tidak adil itu banyak yang memprotes. Nampaknya tidak ada perlawanan dari publik yang kuat sehingga ketidakadilan hukum ini berjalan terus,” ungkapnya.

Selain itu, menurut Wahyudi, ditinjau dari adanya revisi, menunjukkan bahwa adanya kelemahan dari segi materi hukum. Dan menurutnya, ini hal yang wajar bahwa hukum manusia itu memang lemah dan banyak muatan kepentingan.

“UU ITE ini jelas dari pembuatannya banyak kelemahan, termasuk materinya direvisi. Ini menunjukkan bahwa memang persoalan di pembuat hukum itu sendiri, baik di SDM-nya, DPR dan lain-lain. Nah di antara itu entah yang mana yang bermasalah, tapi yang jelas produk hukumnya bermasalah,” bebernya.

Maka dari itu, semestinya menurut Wahyudi publik harus menggunakan hukum dari pembuat hukum yang netral. “Ini memperjelas bahwa hukum manusia memang lemah dan telah disindir oleh Allah dalam Al-Qur’an ‘Apakah hukum jahiliah itu yang kalian kehendaki? hukum siapa yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?’ Kalau hukum yang Allah turunkan, tinggal dilihat praktiknya. Maka, semestinya kita memakai hukum dari pembuat hukum yang netral. Yang tidak punya kepentingan-kepentingan tertentu dan kelemahan yang banyak,” ungkapnya.

Oleh karena itu, menurutnya, kalaupun UU ini perlu direvisi, harusnya dikembalikan pada peruntukannya semula yakni untuk melindungi publik supaya tidak ada penipuan dalam transaksi elektronik. “Jangan justru ditarik ke berita hoaks, ujaran kebencian ini akhirnya menjadi alat membungkam kritik untuk rezim, dan memang faktanya begitu,” pungkasnya.[] Billah Izzul Haq

Share artikel ini: