Mediaumat.id – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky mengungkap tiga penyebab maraknya penista agama. “Tiga catatan penting terkait penyebab makin banyaknya para penista yang muncul akhir-akhir ini,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Selasa (11/1/2022).
Pertama, makin kuatnya sistem sekuler. Menurut Wahyudi, suka atau tidak, kehidupan manusia saat ini berada dalam sistem sekuler yang berupaya meminggirkan peran agama dari sistem kehidupan sosial, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agama hanya diposisikan untuk mengatur urusan pribadi, seputar urusan berpakaian, ibadah ritual dan sebagian pernikahan.
Wahyudi melihat, sistem kehidupan sekuler ini sebenarnya sudah dilakukan di era penjajahan Belanda dengan memisahkan hukum agama dan hukum publik. Sehingga kini dikenal dengan istilah peradilan agama dan peradilan umum.
“Untuk urusan privat (nikah, cerai, waris) boleh menggunakan hukum agama dan tunduk pada peradilan agama. Sedangkan dalam urusan bermasyarakat dan bernegara harus menggunakan hukum kolonial dan tunduk pada peradilan umum,” bebernya.
Wahyudi menilai, pola kehidupan sekuler inilah yang membuat respek dan penghormatan terhadap ajaran agama menjadi rendah. Sehingga selanjutnya akan dengan mudah mengeluarkan narasi penistaan dan penghinaan terhadap agama.
“Di sinilah benih-benih para penista itu mulai tumbuh, hidup dan berkembang,” ucapnya.
Kedua, lemahnya penegakan hukum. Wahyudi menilai, kebanyakan para penista agama dihukum ringan hanya sekitar 1-2 tahun saja.
Ia mencontohkan kasus Ahok yang menista ayat suci Al-Qur’an (Al-Maidah ayat 51), yang divonis dua tahun penjara, itu pun melalui proses hukum yang panjang dan penuh liku. Harus didorong dengan aksi umat Islam yang berjilid-jilid. Sedangkan bagi para terduga penista yang lain, seperti Paul Zhang, Ade Armando, Denny Siregar, Sukmawati, Abu Janda, dan lain-lain nampaknya proses hukum belum mencerminkan wajah keadilannya.
Ketiga, lemahnya para pemimpin. Wahyudi mengatakan, ketika para penista menghina agama, banyak para pemimpin yang justru diam seribu bahasa. Padahal rakyat merindukan pemimpin yang tampil gagah perkasa dan menyatakan perang terhadap para penista agama.
“Jika ada pemimpin yang darahnya mendidih ketika melihat baliho atau marah besar jika atasannya dihujat, semestinya ia lebih marah jika ada yang menista agamanya,” sebut Wahyudi.
Terakhir Wahyudi berharap, rakyat negeri ini tidak tinggal diam. Rakyat harus terus bersuara dan bahu membahu untuk menasihati para penguasa agar peduli dan membersihkan negeri ini dari para penista agama.
“Banyaknya para penista agama tidak membuat suatu bangsa jadi mulia. Sebaliknya sebuah bangsa yang beradab menjadi hina karena banyaknya para penista agama,” pungkasnya.[] Agung Sumartono