Pamong Institute: RUU Perampasan Aset Bisa Jadi Pisau Bermata Dua
Mediaumat.id – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bisa menjadi pisau bermata dua yang sangat tajam kepada oposan atau lawan politik.
“Undang-undang ini bisa menjadi pisau bermata dua yang sangat tajam kepada oposan kepada pihak lawan politik bisa kita iris dan amputasi semua potensi-potensi apa sumber-sumber pendanaan,” ujarnya dalam diskusi Prespektif-Political Will Jokowi Atas RUU Perampasan Aset Klise/Fakta??!! di kanal YouTube Pusat Kajian Analisis Data, Rabu (28/6/2023).
Caranya, jelas Wahyudi, dengan ancaman bahwa ini punya potensi dari harta yang kategori bisa dirampas, karena ada terkait terduga, ada kaitannya dengan tindak pidana.
“Saya pikir sangat mudah untuk dicarikan bagi penguasa yang punya aparat dan punya data yang begitu lengkap jadi bisa aja itu dijadikan alat negosiasi alat bargaining (tawar-menawar) posisi kemudian alat tekan kepada para oposan,” katanya.
Menurutnya, RUU ini bisa mengamputasi amunisi-amunisi lawan politik dan juga kekuatan-kekuatan potensial ekonomi lawan politiknya untuk bisa lumpuh atau minimal lemah. “Berarti apa lebih leluasa dalam konteks melakukan apa kontestasi politik yang tidak berimbang dan kemenangan bisa diambil secara lebih mudah,” jelasnya.
Wahyudi juga menganggap, RUU bisa memberikan keuntungan politik yang tinggi bagi lawan politik tertentu atau partai politik tertentu.
“Misalnya, ormas lain yang berafiliasi kepada politik tertentu dan itu menjadi rival atau oposan lawan rezim, tentu saya pikir kalau ditambah dengan undang-undang perampasan aset bukan sekadar dibekukan saja tetapi bisa langsung dia dirampas itu yang pertama,” ungkapnya.
“Yang kedua, kalaupun tidak dirampas itu bisa dijadikan negosiasi mau diselamatkan atau dirampas atau pengen bergabung, akhirnya kan orang yang memiliki aset-aset itu ya tentu dia ingin cari selamat,” lanjutnya.
Dia menilai jika oposan banyak yang bergeser tentu kehidupan dalam konteks bermasyarakat jauh tidak seimbang. “Daripada berpikir kepada oposan atau terafiliasi kepada oposan mending kita yang punya aset-aset ini pro aja kepada penguasa atau rezim yang berkuasa Insya Allah amankan, gitu posisinya,” beber Wahyudi.
Kalau sudah seperti itu suasananya, jelas Wahyudi, maka suasana kehidupan bernegara akan sangat otoriter.
“Karena pihak penguasa tidak ada oposannya, tidak ada orang yang berani untuk menasehatinya, apalagi mengkritiknya, sehingga praktis kalau saya katakan ini tidak ada alarm bencana, Jadi kalau tidak ada alarm bencana, bencana itu bisa jadi tiba-tiba datang dan kita tidak siap,” pungkasnya.[] Setiawan Dwi