Pamong Institute: RUU DKJ itu Efek dari UU IKN

Mediaumat.info – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menyatakan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) itu efek dari Undang-Undang Ibu Kota Nusantara (UU IKN).

“Jadi kalau kita lihat, Undang-Undang DKJ yang masih draf itu, untuk RUU-nya, itu efek dari Undang-Undang IKN. Jadi sebenarnya, kalau enggak ada UU IKN tidak perlu ada RUU DKJ ini,” tuturnya dalam Posisi Wapres dalam RUU DKJ Lagi-Lagi Gibran…!! di kanal YouTube Gaspool, Jumat (15/3/2024).

Berdasarkan RUU tersebut, ungkapnya, nanti Jakarta akan jadi pusat aglomerasi bisnis. “Nampaknya DKI di rancangan UU itu tepatnya akan digeser kepada pusat aglomerasi yang pasti pusat bisnis. Sentralisasi potensi ekonomi-ekonomi daerah yang bisa membuat koordinasinya semakin murah atau semakin terlalu high cost (berbiaya tinggi) ataupun high risk (berisiko tinggi). Jadi itulah yang muncul,” sesalnya.

Tapi yang harus jadi kajian mendalam, menurut Wahyudi, adalah biaya pemindahan ibu kota yang tinggi karena beda pulau. Padahal, menurut Wahyudi, kalau Jakarta tetap jadi pusat pemerintahan itu sangat efisien dan bisa jadi rujukan kota lain karena ternyata bupati dan wali kotanya tidak dipilih, tapi ditunjuk.

“Wali kota tidak dipilih bupati juga tidak dipilih. Jadi ada kota ada kabupaten. Semua ditunjuk. Itu menunjukkan efisiensi yang bagus jadi pelajaran daerah lain. Kemudian DPRD-nya hanya ada di tingkat provinsi,” jelasnya.

Wahyudi juga menyesalkan, jika Jakarta jadi pusat bisnis. Maka akan ramah pada pelayanan para pebisnis. Bukan pada masyarakat. Spirit aglomerasi itu adalah spirit pelayanan di bidang bisnis atau ekonomi jadi bukan pelayanan di bidang pemerintahan maupun administrasi kemasyarakatan atau pelayanan kemasyarakatan jadi lebih perspektif menuju bisnis yang lebih efisien dan mungkin profiting (keuntungannya lebih besar).

“Kalau paradigmanya ini, maka gambaran DKI ke depan (setelah berubah jadi DKJ) dia akan lebih ramah kepada para pebisnis daripada mungkin penduduk asli Betawi DKI maupun penduduk warga Indonesia lainnya. Paradigma ini harus jadi catatan penting atau diberikan garis tebal,” pungkasnya. [] Teti Rostika

Share artikel ini: