Pamong Institute: Pembubaran Paksa Diskusi FTA di Kemang Kental Muatan Politis

Mediaumat.info – Pembubaran secara paksa diskusi Forum Tanah Air oleh sejumlah orang di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9), dinilai Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroki kental dengan muatan politis.

“Saya pikir bukan (hanya) ada, tetapi sangat kental muatan politis,” ujarnya dalam Kabar Petang: Dalang di Balik Penyerbuan Diskusi FTA, Begini Kata Bung Roky! di kanal YouTube Khilafah News, Senin (30/9/2024).

Pasalnya, diskusi itu mengundang narasumber dari kalangan para tokoh yang selama ini kritis terhadap rezim berkuasa. Di antaranya Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, Soenarko, serta Ketua dan Sekjen Forum Tanah Air, Tata Kesantra dan Ida N. Kusdianti.

Untuk ditambahkan, sebagaimana penjelasan Din Syamsuddin kala itu, massa yang merangsek masuk dan merusak isi ruangan menamakan kelompoknya sebagai pendukung Presiden Jokowi setelah sebelumnya berorasi mengkritik para narasumber dari atas mobil komando di depan hotel.

Sekadar diketahui, acara diskusi tersebut diselenggarakan oleh Forum Tanah Air dengan tema ‘Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional’, di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu 28 September 2024.

Sebagaimana tema yang diangkat, acara ini awalnya dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di luar negeri dan sejumlah tokoh/aktivis nasional terkait isu kebangsaan dan kenegaraan.

Namun pascaaksi preman tersebut, acara berubah menjadi konferensi pers. Para pembicara mengecam tindakan brutal dari kelompok massa dan menyayangkan sikap aparat keamanan yang gagal melindungi tokoh-tokoh yang hadir serta masyarakat yang berkumpul di lokasi diskusi.

Usut Tuntas

Mengaca pada upaya pembongkaran kasus terorisme misalnya, tak sedikit pun Wahyudi meragukan kemampuan berikut profesionalitas aparat dalam mengusut tuntas aksi pembubaran paksa ini.

“Kita tahu bahwa mereka (kepolisian) nyari teroris saja yang tidak jelas wujudnya, tidak jelas tempatnya, bisa ketemu gitu,” ucapnya.

“Ini preman, jelas tempatnya, jelas orangnya, bentuknya, wajahnya jelas, bisa lolos kita,” sambungnya, seraya menyinggung kelengkapan dan kecanggihan sumber daya yang dimiliki kepolisian.

Maka, sebagaimana publik pada umumnya yang akan sangat sulit menerima, akal sehatnya juga tak setuju jika aparat tak mampu sekadar mengantisipasi premanisme, lebih-lebih mengusut tuntas aktor utama aksi tersebut.

Padahal sebagaimana pengakuan Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Ade Rahmat Idnal, pada hari yang sama, pihaknya sudah diberitahu perihal rencana aksi unjuk rasa yang akan dihadiri oleh sekitar 30 orang di Hotel Grand Kemang itu.

Artinya, sebagaimana diungkapkan sebelumnya, sangat aneh ketika massa yang awalnya berorasi di luar, justru terkesan dibiarkan bebas masuk ke dalam ruangan di bagian belakang hotel tanpa hambatan.

Tak ayal, yang menjadi pertanyaan besar bukanlah masalah ketidakmampuan, tetapi mau tidaknya aparat kepolisian melakukan kewajiban melindungi rakyat dalam hal ini tokoh-tokoh serta masyarakat yang hadir. “Persoalannya mau dan tidak mau, itu yang menjadi pertanyaan kita bersama,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: