PAKTA Sebut Gugatan Wanprestasi Almas Atas Gibran, Sirkus Para Badut Politik
Mediaumat.info – Langkah gugatan hukum terkait wanprestasi terhadap salah satu cawapres 2024 yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), dinilai sebagai bentuk permainan sirkus para badut politik.
“Ini permainan sirkus yang dimainkan oleh badut-badut politik,” ujar Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana kepada media-umat.info, Sabtu (3/2/2024).
Dengan kata lain, sambungnya, sejauh ini memang ‘tidak ada’ yang betul-betul serius dilakukan oleh keluarga presiden, baik oleh Joko Widodo maupun Gibran, anaknya.
Tengoklah reaksi dari penggugat yang merasa dirugikan dari wanprestasi tergugat yang diperkarakan kemudian. “Digugat, setelah digugat nanti terus kemudian dipenuhi apa yang dia mau, maka ditarik (kembali) gugatan,” jelasnya.
Untuk ditambahkan, istilah wanprestasi berarti tindakan pelanggaran perjanjian antar dua belah pihak. Atau ketika salah satu pihak tidak mampu melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang ada, maka tindakan tersebut sepenuhnya dapat dikatakan sebagai wanprestasi.
Seperti dilihat dari situs web resmi PN Surakarta, Kamis (1/2/2024), Almas Tsaqibbirru, penggugat dimaksud, melayangkan surat gugatan ke PN Solo. Dan tercatat pada tanggal pendaftaran 29 Januari 2024, surat gugatan dengan nomor surat 25/Pdt.G/2024/PN Skt itu terdapat klasifikasi perkara dengan tulisan Wanprestasi.
Karenanya, lebih lanjut Erwin pun menduga kuat adanya kesepakatan antara pihak Almas dan pihak Gibran.
“Kuat dugaan saya memang ada kesepakatan terlebih dahulu antara dia dengan Gibran, bahwa dia nanti dapat apa gitu. Kemudian dia mengajukan ke MK, dan kemudian Gibrannya jadi,” terangnya.
Namun, kembali Erwin menyampaikan, dikarenakan tidak sesuai ekspektasi maka dituntutlah Gibran, pihak yang dianggap diuntungkan dari upaya gugatan sebelumnya yakni perkara batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres), yang berakhir dengan diputusnya permohonan yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Surakarta itu.
Anak Muda Nir Etika
Lantas terkait Cawapres Gibran sendiri, menurut Erwin, tidak menunjukkan karakter anak muda Indonesia yang seharusnya syarat dengan etika.
“Saya enggak tahu Gibran kuliahnya di mana, sekolahnya di mana, tapi dia enggak menunjukkan karakter anak muda Indonesia yang memiliki karakter ketimuran, yang memegang teguh etika,” tukasnya.
Artinya, akan sangat berbahaya apabila seorang pemimpin terpilih, namun dengan cara mengangkangi etika, apalagi mencurangi hukum yang ada.
“Ya mirip-miriplah dengan bapaknya. Kan enggak akan jauh buah itu jatuhnya dari pohon,” sebutnya, seraya menyinggung presiden yang justru mengkhianati dengan meninggalkan partai yang menaungi sebelumnya.
Lebih jauh, hukum bakal tunduk pada kekuasaan yang lantas kemudian kecenderungan menjadi negara kekuasaan berikut pemerintahan otoriter bahkan tak terelakkan.
“Negara kekuasaan itu adalah negara kerajaan, negara kerajaan itu negara otoriter. Itu sangat bahaya sekali,” pungkasnya. [] Zainul Krian