Mediaumat.id – Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Erwin Permana menilai pemerintah tidak becus mengelola pertanian. “Saya melihat pemerintah enggak becus mengelola pertanian,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Selasa (5/9/2023).
Hal itu dinyatakannya lantaran pemerintah tetap saja keukueh berencana impor beras padahal cadangan beras pemerintah (CBP) aman tahun ini, karena hampir semua provinsi di Indonesia mengalami panen raya.
Menurutnya, kalau pemerintah becus mengolah pertanian maka Indonesia tidak perlu impor beras. “Kita bisa memaksimumkan petani-petani di dalam negeri untuk melakukan intensifikasi dan juga ekstensifikasi pertanian sehingga hasilnya itu meningkat. Tidak kemudian impor,” ungkapnya.
Erwin menilai, rezim ini kegiatannya impor melulu. Dari tahun ke tahun, impor terus. Tahun depan mau impor lagi, padahal sebentar lagi, di bulan Februari hingga April itu waktunya panen raya.
“Kalau kita mau impor ketika petani melakukan panen, artinya harga beras petani nanti akan drop lagi. Petani akan jadi korban lagi. Petani lagi yang dirugikan dengan kebijakan ini. Jadi, pemerintah enggak serius dan enggak becus ngurus sektor pertanian Indonesia,” tegasnya.
Ia menilai yang diuntungkan dari kebijakan impor beras ini adalah pebisnis. “Jadi, motif utamanya melakukan impor beras ini motifnya motif bisnis. Orang-orang di sekeliling Jokowi itu ngebet pengen impor karena untungnya kan luar biasa. 250 ribu ton itu kan luar biasa. 250 ribu ton itu kan 250 juta kilo itu berarti. Kalau untungnya misalnya 1000 aja per kilonya, berarti 250 miliar untungnya. Gede banget itu,” bebernya.
Erwin menilai ini bisnis yang sangat gurih bagi para cukong. Bisnis yang bikin liur cukong menetes. Ia menegaskan impor beras ini bermotif bisnis, bukan motif-motif yang lain apalagi menyelamatkan harga besar atau untuk mengamankan stok beras menghadapi El Nino.
“Kita sekarang ada El Nino, iya. Tapi pemerintah lebih sigap dong mengantisipasinya. Jangan kemudian buru-buru impor. Wong impor setiap tahun kok ada aja alasan yang dikemukakan,” kata Erwin.
Selain enggak becus, Erwin menilai kebijakan impor beras ini berpihak kepada oligarki. Bukan berpihak kepada masyarakat.
“Mau gampang aja, ya sudah impor aja. Stok kurang, harga beras lagi naik, sekarang lagi gila-gilaan harga beras. Ini jadi alasan untuk melakukan impor gitu,” ungkapnya.
Erwin mengingatkan, negara seharusnya menjaga kedaulatan pangan bukan sebatas ketahanan pangan. Kalau ketahanan pangan itu yang penting jumlah pangan yang tersedia dan ketahanan pangan beda dengan kedaulatan pangan.
“Kedaulatan pangan itu, kita berdaulat secara mandiri di bidang pangan, maka lihat negara dalam Islam itu wajib berdaulat di bidang pangan. Supaya tidak diintervensi oleh negara-negara lain. Sebab bagaimanapun namanya pangan itu kan kebutuhan pokok negara. Enggak boleh kebutuhan pokok itu kita bergantung pada negara asing. Itu berbahaya banget,” tegasnya.
Jadi, menurutnya, negara harus melakukan segala macam upaya sehingga kedaulatan pangan itu terjadi. “Dengan melakukan intensifikasi pertanian, ekstensifikasi pertanian, menjaga kualitas panen kualitas bibit, kualitas lahan dan kesejahteraan petani. Semuanya dijaga oleh negara dalam Islam sehingga kemudian kedaulatan pangan itu terwujud,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it