PAKTA: Kategori Strategisnya PSN Sangat Materialistis

 PAKTA: Kategori Strategisnya PSN Sangat Materialistis

Mediaumat.id – Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Erwin Permana menilai kategori strategisnya proyek strategis nasional (PSN) sangat materialistis.

“Coba kalau kita memperhatikan, intip, ee apa situs PSN itu, itu PSN itu ada situsnya itu, jadi kategorisasi strategis itu kategori yang sangat materialistis, nilainya itu kalau proyek itu di atas 200 miliar itu dikatakan strategis,” ujarnya dalam Diskusi Online Media Umat: Rempang, Cermin Rezim Garang? pada kanal YouTube Media Umat, Ahad (1/10/2023).

Seharusnya, lanjut Erwin, yang dikatakan strategis itu aspek mendasarnya dalam sebuah peradaban adalah membangun orang.

“Mesti proyek strategis itu adalah bagaimana kemudian manusia ini yang tadinya kualitasnya level tertentu dinaikkan kualitasnya, ya kemampuannya, keterampilannya, keimanannya, ketakwaannya, kepribadiannya, dan seterusnya gitu,” ujarnya.

Alasannya, ujar Erwin, karena faktor yang paling penting dalam sebuah negara harus serius menyiapkan orang-orangnya, seperti halnya yang dilakukan negara-negara maju.

“Mereka (negara-negara maju) sangat-sangat serius dalam menyiapkan orang-orangnya. Lha kita kok serius menyiapkan jalan ya, kita kok serius menyiapkan eh apa rel kereta gitu ya, ini strategis eh macam apa, keretanya jadi rel, keretanya jadi, itu orangnya digusur-gusurin, siapa nanti yang melewati jalan itu gitu jadi terbalik-balik ini,” tuturnya.

Tergesa-gesa

Erwin menuturkan, PSN yang ada unsur ketergesa-gesaan berarti ada sesuatu yang lain yang ingin dicari, di luar hal yang konseptual.

“Apakah ini karena masa rezim sudah mau berakhir gitu ya, ataukah karena memang sudah keluar anggaran sedemikian besar sehingga kemudian harus segera dieksekusi sampai deadline tanggal 28 gitu. Siapa yang tahu tentu yang tahu pada akhirnya mereka (rezim dan investor),” bebernya.

Karena, lanjutnya, investasi yang besar itu harus membutuhkan analisis mengenai dampak lingkungan serta membutuhkan aspek legalitas, sebagaimana rakyat di sana memiliki surat yang bargaining position-nya kuat secara hukum.

“Kalau negara ini memang merupakan negara hukum mestinya posisi masyarakat itu jauh lebih kuat, ini kok seperti tidak seperti negara hukum kita ini,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *