Mediaumat.id – Ekonom Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta mengatakan kapitalisme biang kerok kerusakan.
“Kapitalisme ini biang kerok kerusakan. Ini begitu tergambar dalam hitung-hitungan masalah kemiskinan dan neraca pembayaran,” ungkapnya di acara Perspektif: Membincang Khilafah sebagai Solusi di Era Pemilu 2024, Sabtu (5/8/2023) melalui kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.
Ia lalu menggambarkan kerusakan itu dalam studi kasus di Kalimantan Timur (Kaltim). “Jumlah rakyat miskin yang ada di Kaltim sekitar 231.000 orang. Ini menarik jika kita bandingkan dengan ekspor batu bara dari Kaltim,” bebernya.
Ekspor batu bara periode Januari-Juni 2023 di Kaltim, lanjutnya, senilai 11,2 miliar US$. Dari hasil 11,2 miliar US$ kalau dikonversi ke dalam kurs Rp 15.000 akan ketemu 165 triliun. Jika dipotong 10% saja hasil ekspor untuk orang miskin di Kaltim itu ketemu 71,4 juta rupiah per jiwa, yang akan langsung menyelesaikan kemiskinan di sana.
“Jadi Kaltim butuh hasil batu bara bukan IKN. 10% saja dari hasil batu bara sudah menyelesaikan kemiskinan. Bayangkan kalau yang diterapkan ekonomi syariah akan lebih banyak lagi, karena dalam ekonomi syariah sumber daya alam itu milik umum yang hasil seluruhnya kembali ke masyarakat. Tapi apa ini dilakukan? Tidak,” sesalnya.
Disimpan di Singapura
Hatta juga memaparkan studi kasus lain terkait devisa hasil ekspor. Ia menjelaskan, devisa hasil ekspor batu bara, dan lainnya yang besarannya mencapai 2000 triliun lebih tidak kembali ke Indonesia melainkan disimpan di bank Singapura. Hal itu lantaran Singapura memberikan bunga 5% sementara bank Indonesia hanya memberikan bunga 2%, sehingga lebih memilih menyimpan di bank luar negeri.
“Agar devisa hasil ekspor tidak disimpan di luar negeri pemerintah membuat Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 20223, diikuti oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73 Tahun 2023 berkaitan dengan keharusan menanam 30% devisa hasil ekspor dan diberi bunga oleh pemerintah (BI). Bayangkan, sudah mengeruk sumber daya alam begitu murah, disuruh nyimpan di Indonesia dikasih bunga lagi,” bebernya.
Inilah sistem keuangan kapitalistik, ujarnya, yang meniscayakan keuntungan itu hanya untuk para pemilik modal baik lokal maupun asing. “Kenapa asing bisa demikian serakah? Karena sistem fiskal kita tidak memberikan mandatory (perintah/kewajiban) untuk mengelola sumber daya alam, tapi diserahkan kepada swasta,” jelasnya.
Cina
Hatta menjelaskan, ekspor terbesar batu bara dari Kaltim adalah ke Cina, kemudian India. “Padahal kita tahu dua negara ini sangat zalim terhadap umat Islam, tetapi mereka dengan bebasnya mengeruk sumber daya alam kita,” kesalnya.
Batu bara, lanjutnya, diekspor ke Cina, menggerakkan industri di Cina untuk mengolah produk-produk kemudian dijual ke Indonesia.
“Makanya tidak heran, investasi asing masuk, sumber daya alam habis, lingkungan kita rusak, pasar kita dikuasai oleh produk asing, kemudian kita dibayar pakai kertas dan paling ujung rakyat tetap miskin,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun