Pakar Sebut Program Tapera Sebagai Pungutan Paksa

Mediaumat.info – Meski namanya Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), tetapi secara praktik program ini dinilai sebagai pungutan paksa negara terhadap rakyatnya.

“Secara praktik faktanya adalah bentuk lain dari pungutan paksa negara terhadap rakyat,” ujar Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim kepada media-umat.info, Sabtu (1/6/2024).

Dengan kata lain, atas nama tabungan, program yang juga ia sebut sebagai ‘pemerasan’ uang rakyat ini dilaksanakan untuk kepentingan para pejabat dan oligarki.

Sebab bisa jadi uang yang terkumpul bakal digunakan untuk menutupi defisit APBN dan membayar utang negara, misalnya.

“Bayangkan para komite di antaranya ex officio para menteri akan mendapatkan honor antara 30 sampai 43 juta rupiah,” sebut Arim, mengutip laman resminya tentang pengurus Tapera yang terdiri dari komite dan komisioner.

Sebelumnya, dengan dalih negara bakal hadir untuk memenuhi amanah UUD 1945 Pasal 28h ayat 1 bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang kemudian dikokohkan dalam UU 4/2016 tentang Tapera, serta secara teknis ditetapkan dengan PP 21/2024 tentang Perubahan Atas PP 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera pada 20 Mei 2024, dibentuklah suatu badan sebagai katalis masyarakat untuk memiliki rumah dengan dana yang berkelanjutan.

Adalah Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), yang menurut Komisioner Heru Pudyo Nugroho, cara negara hadir untuk mengatasi kesenjangan kepemilikan rumah dan agar masyarakat bisa memiliki tempat tinggal yang layak.

Namun demikian, kembali Arim menyampaikan, program Tapera ini justru terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum.

Padahal, kata Arim lebih lanjut, salah satu tujuan dibentuknya negara adalah untuk mengurusi urusan rakyat, bukan justru memalak dan memeras warganya.

Namun dikarenakan secara pembiayaan, filosofis kapitalisme memang menjadikan negara sebagai pemalak dengan berbagai macam pungutan pajak, maka tak heran eksploitasi berbagai macam sumber daya alam (SDA) dilakukan oleh para kapitalis untuk kepentingan oligarki dan kroninya.

Maka itu, berkenaan dengan kebutuhan pokok berupa perumahan layak, kata Arim menegaskan, harusnya negara justru memberikan bantuan kepada rakyat dengan harga terjangkau.

Dengan catatan, pembiayaannya bukan dari pajak atau hasil pemalakan lainnya terhadap rakyat. Tetapi, dari hasil pengelolaan SDA yang pada dasarnya wajib dikelola negara secara profesional dan terbebas dari korupsi, untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

“Bayangkan dari kasus korupsi timah saja 271 triliun rupiah. Bahkan tambang nikel yang dinikmati oleh Cina nilainya bisa 4500 triliun rupiah per tahun,” singgungnya.

Artinya, jika saja kedua SDA tersebut dikelola oleh negara, maka rakyat bakal sejahtera termasuk bisa memilik rumah tanpa harus pemerintah melakukan ‘pemalakan’ dengan berbagai macam pungutan.

Lebih dari itu, pungkasnya, negara juga mampu menciptakan kondisi agar rakyat bisa bekerja sehingga mendapatkan dana untuk membeli rumah, dan menjaga kestabilan harga rumah dengan berbagai kebijakan sehingga tidak terlalu mahal. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: