Mediaumat.id – Terkait investasi asing, pakar ekonomi syariah, Dr. Arim Nasim, SE., M.Si., Ak., CA. menilai bahwa meski ada secuil manfaat, tapi bahayanya lebih besar terutama bagi rakyat dan kedaulatan negara.
“Tidak bisa dipungkiri secara fakta ada secuil manfaat yang kita dapatkan dari investasi asing, tapi sisi lain banyak bahayanya. Kalau kita gabungkan antara manfaat dan bahayanya saya melihat lebih banyak bahayanya dibanding manfaat yang didapatkan, terutama bagi rakyat dan kedaulatan negara,” ungkapnya dalam acara Kabar Petang: Luhut Buru Investasi Asing, Indonesia A Great Country? melalui kanal Youtube Khilafah News, Selasa (26/7/2022).
Menurut Arim, secara filosofis ekonomi, kapitalisme adalah alat penjajahan ekonomi. “Negara kapitalis awalnya adalah negara-negara penjajah, ketika mereka memberikan kemerdekaan secara fisik mereka pun menjajah dalam bentuk lain yaitu mengeksploitasi ekonomi dengan cara lain. Dari penjajahan fisik ke penjajahan tidak langsung melalui politik dan ekonomi,” tandasnya.
Di bidang ekonomi, lanjutnya, ada dua alat yang digunakan negara kapitalis. Pertama, utang. Kedua, investasi. Maka, kata Arim, melalui investasi mereka bisa meraup keuntungan yang luar biasa dari pengelolaan sumber daya alam yang sejatinya untuk rakyat.
“Yang menikmati para kapitalis asing, rakyat hanya dapat limbahnya, banjirnya ketika musim hujan atau dampak-dampak lain semisal pencemaran lingkungan serta dampak negatif lainnya,” tuturnya kesal.
Dampak Investasi
Arim menilai, tingginya angka kemiskinan di Indonesia bukan karena minimnya investasi tapi justru karena masuknya investasi hampir di semua sektor. Ia mencontohkan di bidang migas 40 persen investasi asing menguasai sumber minyak. Demikian pun di bidang air dan tambang emas juga mendominasi.
“Perkebunan sawit 50 persen dikuasai oleh investasi baik lokal maupun swasta, sehingga rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan minyak goreng padahal Indonesia penghasil CPO terbesar di dunia,” terang Arim memberikan contoh lain.
Yang sangat memprihatinkan, tegas Arim, tidak ada lagi pengelolaan negara. Bandara, jalan tol sudah dikuasai investor asing sehingga pelayanan bandara dan tol semakin mahal. “Yang diuntungkan kapitalis, sementar rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan layanan,” tukasnya sembari mengatakan demkian pun dengan PLN.
“Jadi, kemiskinan itu problemnya bukan minimnya investasi tapi dampak dari investasi asing yang menyebabkan rakyat menjadi miskin karena tercipta kesenjangan ekonomi yang luar biasa di mana sumber-sumber daya ekonomi dikuasai swasta baik asing maupun lokal melalui investasi,” simpul Arim.
Disetir Asing
Menurut Arim, semakin investasi asing masif dengan kekuatan oligarkinya, dengan kekuatan monopolinya maka kebijakan negara akan disetir oleh mereka. “Penentuan harga migas, listrik, tarif tol, penentuan pelayan publik lainnya bahkan termasuk bidang pendidikan dan kesehatan pada akhirnya mereka yang akan menentukan,” ucapnya.
Kalau mereka yang menentukan, lanjut Arim, sementara paradigma mereka mencari untung, bukan dalam rangka mengurus rakyat, maka kita terjebak dalam jurang penjajahan ekonomi yang semakin parah.
“Jadi investasi asing akan semakin mengokohkan penjajahan ekonomi dan semakin melemahkan kedaulatan negara terutama dibidang ekonomi,” tegasnya.
Solusi Islam
Arim mengatakan, Islam membolehkan investasi dengan tiga syarat yang sangat ketat. Pertama, investasi asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan sumber daya alam milik umum, masuk dalam kategori kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak.
Kedua, tidak boleh investasi asing ada riba, baik dengan bunga atau kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat. Ketiga, investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan ekonomi, terciptanya monopoli ekonomi.
Tiga syarat ini, menurut Arim, justru semua dilanggar dalam kontek rambu-rambu investasi hari ini.
“Jadi dalam pandangan Islam, investasi hari ini statusnya haram karena melanggar tiga norma menurut aturan sistem ekonomi Islam,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun