Mediaumat.id – Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permen Dikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) disebut tidak ada pijakan ke undang-undang di atasnya.
“Hal ini bisa dilihat dari tujuan Permendikbud adalah pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi, artinya harus ada pijakan undang-undang di atasnya, namun faktanya tidak,” jelas Pakar Hukum Pidana Universitas Lampung Mangkurat (ULM) Dr. Mispansyah dalam acara FGD Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa: RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS); Urgensi dan Solusi, Sabtu (18/12/2021) di kanal YouTube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa.
Karena, lanjutnya, kalau dilihat dalam permen tersebut banyak bentuk-bentuk kekerasan seksual disebutkan namun dia tidak ada menyangkut ke UU mana pun. “Akhirnya saya katakan bahwa peraturan menteri itu bertentangan, karena seharusnya ada kesesuaian dengan undang-undang yang ada,” tegasnya.
Peraturan menteri tersebut juga dinilai bertentangan dengan UU nomor 12 tahun 2011, sebagaimana diubah dengan UU nomor 15 tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (UU P3), yang menyebutkan aturan itu asasnya adalah UU yang ada.
“Perundang-undangan harus ada kesesuaian hierarki dan materi muatan, yaitu kejelasan rumusan pembentukan peratuan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan,” kata Mispansyah.
Dan di dalam penegakan hukumnya, permen ini disebut akan membuat bingung proses menegakkan hukum. Karena dalam pasal 18 dikatakan bahwa pelanggaran permen ini akan merujuk kepada UU Pidana sedangkan bentuk kekerasan seksual yang ada pada permendikbud tidak sama dengan UU pidana kekerasan seksual.
“Di UU pidana tidak ada kekerasan non fisik, yang namanya kekerasan seksual pasti berhubungan dengan sentuhan fisik, bersetubuh, memperkosa, cabul, di KUHP bentuknya itu pasti ke fisik, tidak bisa dalam pidana hanya karena non fisik, seperti mengomentari bentuk fisik,” pungkas Mispansyah.[] Fatih Solahuddin