Pakar Hukum Pidana: Hak Imunitas Tidak Berlaku di Luar Gedung Parlemen

Mediaumat.news – Pakar Hukum Pidana UII Yogyakarta Prof Dr Mudzakkir membantah dengan tegas pernyataan Mabes Polri yang menyebut Ketua Fraksi Nasdem Victor Laiskodat memiliki hak imunitas ketika pidato (yang mengandung pencemaran nama baik/penistaan) di NTT karena sedang reses.

“Hak imunitas tidak berlaku di luar gedung parlemen,” tegasnya seperti dilansir Tabloid Media Umat Edisi 202: Lagi, Politisi Hina Islam!

Ia memaparkan anggota DPR memang memiliki empat hak imunitas. Namun itu semua berlaku dalam gedung parlemen dan tidak berlaku di luar gedung parlemen.

“Jika anggota DPR RI sedang bertugas di luar sidang dalam gedung parlemen, tidak memiliki kekebalan hukum, apalagi anggota dewan tersebut melanggar hukum pidana dan sekaligus melakukan perbuatan yang bertentangan denganUUD RI 1945, maka tidak ada alasan untuk tidak menindak dan memproses secara hukum,” tegasnya.

Menurutnya, partai politik di tempat anggota  DPT tersebut berasal memiliki kewajiban memberikan sanksi yang ringan misalnya dalam bentuk peringatan atau sanksi  yang berat (pemberhentian) demi tegaknya hukum, keadilan dan keutuhan NKRI serta menjaga integritas partai politik yang bersangkutan.

“Jika membiarkan anggotanya melakukan tindak pidana yang memecah belah NKRI maka partai politik tersebut juga harus diberi peringatan  dari yang paling  ringan sampai dengan yang paling berat (pembubaran),” bebernya.

Victor Terkena Delik

Mudzakkir menegaskan kalimat pidato Victor yang dikutip dan menjadi viral tersebut secara tegas mengandung delik.  “Keseluruhan kalimat yang diucapkan sebagai bentuk penyampaian yang memuat konten pancemaran nama baik/fitnah dan pernyataan rasa permusuhan atau pengancaman kepada sekelompok orang yang tergabung dalam partai politik,” tegasnya.

Menurutnya, terkait kalimat pencemaran nama baik dapat dikenakan delik pencemaran nama secara lisan Pasal 310 Ayat (1) KUHP  dan terhadap ujaran kebencian atau pernyataan permusuhan terhadap golongan penduduk dapat dikenakan Pasal 156 KUHP. Untuk pencemaran lisan atau tulisan berlaku juga delik fitnah Pasal 311 KUHP.

Penistaan Agama

Di samping pencemaran nama baik, Mudzakkir juga menyebut Victor terkena delik penistaan agama juga.  “Ya, karena pemaknaan khilafah sudah diplesetkan dengan makna yang lain yang memiliki makna yang aslinya sebagaimana dimaksud dalam ajaran Islam dan ajaran yang disampaikan oleh HTI juga. Penyalahartian dari khilafah tersebut sebagai bentuk penodaan terhadap ajaran Islam,” ungkapnya.

Menurutnya, karena objek yang dituju adalah ajaran Islam, perbuatan tersebut dapat dikenakan sebagai penodaan terhadap isi ajaran Islam dalan Al-Qur’an dan hadits. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP.

Berikut transkrip pidatonya di NTT pada 4 Agustus 2017 lalu.

“Kelompok-kelompok ekstremis ini ada mau bikin satu negara lagi, dong tidak mau di negara NKRI, dong mau ganti dengan nama negara khilafah. Negara khilafah itu berarti … (bahasa daerah) dengan NKRI. Ada sebagian kelompok ini yang hari ini mau bikin negara khilafah. Dan celakanya partai-partai pendukungnya itu ada di NTT juga. Yang dukung supaya ini kelompok ini ekstremis ini tumbuh di NTT, partai nomor 1 Gerindra. Partai nomor dua itu namanya Demokrat. Partai nomor tiga namanya PKS. Partai nomor empat namanya PAN. Situasi nasional ini partai mendukung para kaum intoleran, intoleran itu … (suara tidak terdengar jelas) intoleran. Yang dong suka orang lain, dong suka …. (suara tidak jelas)

Jadi catat baik-baik, yang calon bupati, calon gubernur, calon DPR yang dari partai tadi tersebut, kalau tusuk tertusuk tumbuh untuk sampeyan pilih itu, maksudnya pilih supaya ganti negara khilafah.

Mengerti dengan khilafah? Semua wajib salat. Semua lagi yang di gereja, mengerti? Mengerti? Negara khilafah tidak boleh ada perbedaan, semua harus salat.

Saya tidak provokasi, nanti orang timur yang nanti, nanti negara hilang kita bunuh pertama mereka sebelum kita dibunuh. Ingat dulu PKI 1965? Mereka tidak berhasil kita eksekusi mereka. Gue telepon lu punya ketua umum di sana, suruh you jangan tolak tolak itu perppu yang melarang untuk perppu nomor 2 tahun 2017 (prokprokprok). Duduk di sini dari partai apa nih? Nah oli tamoes.. tau oli tamoes, tadi masih di Gerindra… (bahasa daerah).”[] Joko Prasetyo

Share artikel ini: