Pakar Fikih Kontemporer Tegaskan LGBT Haram

Mediaumat.id – Pakar Fikih Kontemporer KH Muhammad Shiddiq Al Jawi menegaskan, perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) adalah haram.

“Secara syariah Islam, LGBT, lesbianisme, gay, kemudian biseksual dan transgender itu semuanya secara syariat, haram,” tegasnya dalam Diskusi Online: LGBT, Gerakan Politik Global Berbahaya? di kanal YouTube Media Umat, Senin (30/5/2022).

Bahkan, menurutnya, tidak ada perbedaan pendapat di seluruh kalangan ulama terkait haramnya perilaku yang di dalam ajaran Islam bukan sekadar penyimpangan seksual, tetapi termasuk tindak pidana.

Sebutlah sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani di dalam kitab Al-Mu’jamul Ausath. “Rasulullah SAW bersabda, ‘Lesbianisme itu adalah zina di kalangan perempuan di antara mereka’,” kutip Kiai Shiddiq.

Meski dari segi jinayah atau kajian ilmu hukum Islam yang berbicara tentang kejahatan, atau dalam istilah lebih populer disebut juga dengan hukum pidana Islam, para ulama ternyata membedakan. Namun intinya, lanjut Kiai Shiddiq, hukum lesbianisme adalah haram.

Berikutnya, gay atau homoseksualisme yang maknanya hubungan seksual antar sesama laki-laki. “Di dalam fikih Islam juga ini tidak ada khilafiyah atau perbedaan pendapat di semua kalangan ulama,” tukasnya.

Contoh, di dalam kitab Al-Mughni, karya Imam Ibnu Qudamah disampaikan sabda Rasulullah SAW, ‘Laknat Allah, kepada siapa saja yang mengerjakan perbuatannya kaum Nabi Luth.’

Malahan sebagaimana diketahui, perkataan itu diulang sampai tiga kali berturut-turut oleh Rasulullah SAW, yang kata Kiai Shiddiq menunjukkan sebuah penegasan lafdzi, atau dengan mengulang kalimat atau frasa.

Kiai Shiddiq menyebut, di hadits lainnya riwayat Imam Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda ‘Barangsiapa yang kamu dapati dia itu melakukan perbuatannya kaum Nabi Luth, maka bunuhlah atau jatuhkanlah hukuman mati kepada fa’il dan maf’ul bih-nya.’

“Artinya dua-duanya, baik yang memasukkan maupun yang dimasuki secara seksual,” tambah Kiai Shiddiq.

Kemudian, perilaku biseksual yang berarti seseorang dengan orientasi seksual ganda. “Laki-laki, dia bisa dengan laki-laki bisa dengan perempuan, atau kalau perempuan dia bisa dengan sesama perempuan atau laki-laki,” jelasnya.

Dengan kata lain, inti dari perilaku biseksual adalah termasuk zina berlainan jenis, liwath atau homoseksual antara laki-laki dengan laki-laki, dan lesbian sesama perempuan. “Tiga-tiganya merupakan sesuatu yang diharamkan,” timpalnya.

Sedangkan terkait transgender, Kiai Shiddiq mengatakan, bahwa fenomena menyerupai lawan jenis baik dalam perilaku, gestur, cara berbicara, cara berbusana, dst., itu juga diharamkan di dalam Islam.

Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, ‘Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.’

“Ini hadits yang sahih,” lugasnya mengenai hadits riwayat Bukhari tersebut, termasuk operasi ganti kelamin yang menurutnya bagian dari tasyabbuh, menyerupakan dengan lain jenis.

Pemikiran Barat

Lantas kalaupun ada perbedaan di luar kesepakatan para fuqaha tentang haramnya LGBT, kata Kiai Shiddiq, sebenarnya itu adalah pemikiran-pemikiran Barat yang menyusup.  “Ada infiltrasi ideologis yang masuk ke dalam kalangan kaum Muslim,” terangnya.

Menurutnya, ada yang masuk lewat perguruan tinggi, ada yang masuk lewat kelompok-kelompok kajian dsb. Misal, asumsi ketika kaum Nabi Luth diazab Allah SWT dengan dihancurkannya negeri mereka, bukanlah karena dosa perilaku homoseksual.

Atau ada alasan-alasan lain, yaitu kekhawatiran terjadi populasi yang tak seimbang antara laki-laki dan perempuan. “Kalau laki-laki sama laki-laki, wah nanti akan berkurang, mengalami depopulasi, bla bla bla,” ucapnya.

Menurut beliau, alasan itu tidak bisa diterima. Pasalnya, di dalam Al-Qur’an sudah menjelaskan azab dimaksud memang dikarenakan perbuatan kaum Nabi Luth berikut perilaku liwath mereka.

Sebagaimana termaktub di dalam surah asy-Syu’ara ayat 165-166, yang menerangkan, perilaku homoseksual kaum Nabi Luth merupakan perbuatan sangat keji yang dimurkai Allah SWT, serta termasuk orang-orang yang melampaui batas.

“Masak perbuatan yang disebut melampaui batas itu disebut itu mereka tidak berdosa. Itu berdosa melampaui batas itu jelas itu perbuatan dosa,” tegasnya kembali.

Menurutnya, anggapan itu hanya sebagai penyesuaian yang ia sebut sebagai upaya pembodohan kepada kaum Muslim.

Begitu pun dengan surat al-Anbiya ayat ke-74 yang menyatakan hal senada, ‘Sungguh mereka orang-orang yang jahat lagi fasik.’

“Bagaimana mungkin perbuatan yang seperti itu kemudian disebut tidak berdosa kemudian mereka itu ditimpa azab yang pedih karena liwath. Enggak bisa dong,” tuturnya.

Terkait sanksi pun, Kiai Shiddiq mengungkapkan perlunya pemikiran strategis yang tidak hanya melakukan langkah-langkah kekinian, tetapi ke depan perlu dipikirkan lagi.

“Untuk lesbianisme itu namanya takzir. kalau untuk gay itu namanya hudud, termasuk biseksual dan transgender ini juga termasuk hudud secara garis besar,” bebernya.

Namun persoalannya, kata ia, siapa yang lantas berhak menegakkan sanksi-sanksi syariah dimaksud?

Ternyata di dalam kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah diungkapkan, bahwa para fuqaha sepakat tidak ada yang berhak kecuali khalifah atau orang yang mewakili posisinya yang memiliki hak tersebut.

‘Seorang imam atau khalifah atau amirul Mukminin itulah yang nanti akan menjadi penggembala, pemimpin kita termasuk menjalankan hudud ini dan dialah nanti imam itu yang akan bertanggung jawab terhadap rakyatnya’ (HR Bukhari dan Muslim).

“Jadi saya kira kita memerlukan sebuah institusi politik Islam untuk menjalankan sistem pidana syariah itu,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

View Comments (1)

  • 1. Apabila ada anak-anak yang menjadi korban pelecehan atau korban sodomi pria gay, apakah yang harus dilakukan terhadap anak tersebut? Mengingat banyak kabar bahwa anak yang pernah menjadi korban sodomi, setelah dewasa dia berubah menjadi pelaku.
    2. Apabila seorang pria dibius hingga pingsan, kemudian saat pingsan disodomi oleh pria gay, apakah juga dihukumi sebagai pelaku liwath?