Pakar Fikih Beberkan 6 Alasan Kebatilan Solusi Dua Negara Atas Masalah Palestina
Mediaumat.id – Usai menilai solusi dua negara atas masalah Palestina yang melibatkan entitas penjajah Yahudi sebagai jalan keluar yang batil, Pakar Fikih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi, membeberkan setidaknya ada 6 alasan terkait hal itu.
“Ada enam alasan kebatilan (terkait) solusi dua negara,” ujarnya dalam Kajian Fikih: Batilnya Solusi Dua Negara untuk Palestina, Jumat (27/10/2023) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.
Pertama, menyetujui solusi dua negara akan menghentikan jihad fisabilillah secara permanen untuk melawan entitas penjajah Yahudi. Padahal jihad merupakan solusi syar’i yang wajib (fardhu ‘ain) hukumnya untuk merebut kembali tanah Palestina yang notabene milik kaum Muslim.
Menegaskannya, ia pun mengutip keterangan Imam Al-Kasani, di dalam kitab Bada’i’u al-Shana’i fi Tartib al-Syara’i, (7/9), yang artinya:
‘Jika terjadi serangan umum, yaitu musuh (yang kafir) telah menyerang suatu negeri, maka (jihad) hukumnya fardhu ‘ain yang difardhukan kepada setiap-tiap orang dari kaum Muslimin, bagi orang yang mampu.’
Selain itu, sambungnya, di dalam QS al-Baqarah: 190-191, Allah SWT memerintahkan kaum Mukmin untuk berperang di jalan-Nya. Bahkan, di dalam QS an-Nisa, mengandung ayat yang merupakan dorongan dari Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan pengorbanan semangat bagi mereka untuk berperang di jalan-Nya pula, yaitu ayat ke-75.
Kedua, menyetujui solusi dua negara, sama saja dengan bersikap loyal kepada kaum kafir. “Baik dari kalangan Yahudi itu sendiri, maupun kaum kafir Nashara atau Kristen, dalam hal ini Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat pendukung Israel,” jelas Kiai Shiddiq.
Sementara di sisi lain, Islam telah melarang umatnya untuk memberikan loyalitas (al-wala`) kepada kaum kafir yang menimbulkan bahaya atau mudharat bagi Islam dan kaum Muslim.
Hal ini ia sandarkan pada QS Ali Imran: 28, yang artinya ‘Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin’.
Untuk ditambahkan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, pakar tafsir di abad 14, dalam kitab Tafsir as-Sa’di, menafsirkan QS al-Mumtahanah: 9, melanggar larangan Allah SWT tentang menjadikan kawan terhadap orang-orang kafir yang memerangi kaum Muslim sebagai bentuk kezaliman hingga kekufuran.
“Kezaliman itu berdasarkan sikap menjadikan mereka (yang memerangi umat Islam) sebagai kawan. Jika hal itu dilakukan secara penuh, maka perbuatan itu adalah suatu kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam,” kata Syaikh As-Sa’di.
Ketiga, menyetujui solusi dua negara berarti mengakui keabsahan eksistensi negara kafir Yahudi dan sekaligus mengakui perampasan tanah milik kaum Muslim.
Padahal, kata Kiai Shiddiq, jangankan wilayah seluas Palestina, perampasan tanah walaupun sejengkal, adalah suatu kezaliman yang tidak pantas dilegitimasi atau diakui sedikit pun.
“Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan tujuh bumi pada Hari Kiamat pada lehernya,” ucapnya, menukil hadits muttafaq ‘alayh.
Keempat, menyetujui solusi dua negara berarti mendukung sikap lemah dan khianat dari pemimpin-pemimpin negeri-negeri Islam, yang seharusnya, menurut Kiai Shiddiq, justru wajib berjihad menolong kaum Muslim Palestina yang tertindas.
“Namun mereka ternyata malah diam, tidak mau berangkat berperang,” tandasnya, sembari kembali mengutip QS Al-Anfal: 72 yang artinya:
‘(Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.’
Karenanya, dilanjutkan di ayat 39 QS at-Taubah, Allah bakal mengazab kepada siapa pun Mukmin yang enggan melakukan pembelaan, dalam hal ini untuk memerangi kaum kafir penjajah.
Kelima, menyetujui solusi dua negara berarti memberi jalan kepada kaum kafir, yaitu entitas penjajah Yahudi, dan kafir Kristen (AS dan negara-negara Barat) untuk menguasai atau mendominasi kaum Muslim, khususnya di Palestina.
“Islam tidak membolehkan adanya suatu jalan yang dengan itu terjadi dominasi kaum kafir atas kaum Muslimin,” sebutnya, sebagaimana firman Allah SWT di dalam QS an-Nisa`: 141, yaitu ‘Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman’.
Keenam, sebagaimana Titah Allah SWT dalam QS Ali Imran: 103, menyetujui solusi dua negara, berarti pula setuju dengan berdiri atau merdekanya negara Palestina sebagai sebuah negara-bangsa (nation-state) sekuler yang bakal makin memecah belah umat Islam seluruh dunia.
“Berdirinya negara Palestina sebagai sebuah negara-bangsa (nation-state) jelas akan semakin memecah belah umat Islam seluruh dunia yang seharusnya wajib hidup dalam satu negara saja di bawah naungan khilafah,” urainya.
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,” demikian bunyi ayat dimaksud.
Terlebih, berdirinya negara Palestina sebagai sebuah negara sekuler juga sangat bertentangan dengan Islam. “Negara sekuler hanya akan menerapkan syariah Islam secara parsial, mustahil diharapkan menerapkan syariah Islam secara kaffah,” tegasnya lagi.
Lebih jauh lagi, Islam justru mewajibkan penerapan syariah Islam secara kaffah. “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah),” pungkasnya, mengartikan QS Al-Baqarah: 208.[] Zainul Krian