Mediaumat.info – Menyoroti relasi Iran dengan Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah, Pakar Hubungan Internasional Hasbi Aswar, Ph.D. menyebut, retorika itu tidak menjadi jaminan terhadap sikap sebuah negara.
“Retorika itu tidak menjadi jaminan terhadap sikap sebuah negara,” ujarnya dalam Rubrik Dialogika: Membaca Konstelasi Gaza, Pasca Ismail Haniya Syahid, Sabtu (3/8/2024) di kanal Peradaban Islam ID.
Hasbi menjelaskan kadang-kadang retorika itu berbanding terbalik dengan realitasnya.
Ia mencontohkan Turki. Sejak dari awal, Turki ingin membawa entitas penjajah itu ke Mahkamah Internasional, tapi pada saat yang sama tetap wilayah Turki dijadikan tempat mengalirkan minyak dari Azerbaijan ke entitas penjajah yang menjadi suplier 40 persen untuk membunuhi (rakyat Palestina) dan menjalankan kendaraan-kendaraan milik entitas penjajah itu.
“Politik itu, kadang-kadang yang penting bukan apa yang disampaikan, tapi aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan. Dan aktivitas itu biasanya dipengaruhi oleh kondisi politik di kawasan termasuk kondisi politik internasional,” terangnya.
Sebelumnya, Hasbi menjelaskan tentang sikap Iran yang masih sangat frontal terhadap Amerika Serikat, termasuk terhadap entitas penjajah.
“Sevokal apa pun Iran, jangan lupa dia adalah salah satu anggota PBB. Nah, kalau dia anggota PBB, secara otomatis harus mengikuti logika hubungan kerja sama dengan negara internasional yang dikuasai oleh Amerika dan sekutu-sekutunya,” bebernya.
Ia mencontohkan hubungan kerja sama antara Iran dengan Turki, Turki memiliki hubungan yang baik dengan Amerika.
“Dan Iran tidak bisa frontal 100 persen dengan Amerika, karena kalau dia frontal 100 persen, maka Amerika bisa menggunakan sekutu-sekutunya di Timur Tengah, bahkan termasuk menekan Rusia, menekan Cina untuk ikut-ikutan menyetop atau mengembargo Iran,” jelasnya.
Menurutnya, inilah salah satu poin yang membuat Iran tidak bisa terlalu banyak melakukan tindakan-tindakan yang terlalu frontal dengan Amerika Serikat, karena ini bicara mengenai kepentingan domestik Iran.
“Iran itu kan negara yang yang sudah sejak lama diembargo oleh Amerika kan…, jadi otomatis, secara ekonomi menjadi terbatas dan akhirnya menjalin hubungan dengan mitra-mitra yang agak kontra dengan Amerika Serikat, seperti Rusia, Cina,” ungkapnya.
Tidak Mampu Bergerak Banyak
Hasbi menilai, Iran sadar dengan kondisinya yang jika macam-macam, Amerika Serikat itu bisa saja menggerakkan semua wilayah-wilayah sekitar untuk memberikan sanksi atau hukuman tegas kepada Iran. Itulah yang membuat Iran tidak mampu bergerak banyak.
“Contoh misalnya, awal April lalu, komandan militer Iran itu diserang di Suriah. Itu butuh sekitar dua minggu Iran berpikir untuk memberikan serangan balasan yang terbatas,” ucapnya.
Nah, kenapa butuh dua minggu, lanjutnya, itu artinya, Iran mikir, dan ternyata, dari berita-berita yang terungkap bahwa sebelum Iran melancarkan serangan itu, kabarnya Iran sudah mengirim semacam notifikasi ke Amerika, mengirim ke Irak, misalnya, Turki, Qatar.
“Beberapa negara itu disampaikan, disebarkan informasi bahwa Iran akan melakukan serangan terbatas,” ujarnya.
Nah, sambungnya, kenapa Iran perlu melakukan ini? Karena kalau Iran tidak melakukan istilahnya pemberitahuan, itu bisa menimbulkan kegemparan di Timur Tengah, bisa menciptakan kegemparan di Timur Tengah. Dan itu bisa membuat Timur Tengah reaktif dan bisa merugikan Iran sendiri.
“Makanya, Iran itu, pada saat itu melakukan serangan balasan terhadap Israel itu, melakukan semacam pra kondisi dulu biar nanti serangan Iran ke Israel itu dipahami oleh negara sekitar, itu sebagai serangan yang wajar,” pungkasnya. [] ‘Aziimatul Azka
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat