Pajak PPN Naik, Harga BBM Naik, Kemiskinan Naik, Menteri Keuangan Gagal?
Mediaumat.id – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan menyatakan Menteri Keuangan telah gagal total dalam menjalankan tugasnya sehingga wajib mundur.
“Pajak PPN naik, harga BBM naik. Angka kemiskinan naik. Semua ini mencerminkan Menteri Keuangan gagal total. Wajib mundur,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Selasa (24/2/2023).
Menurut Anthony, pajak merupakan sumber pendapatan utama pemerintah yang diperoleh dengan cara paksa melalui undang-undang. Dan penerimaan pajak tersebut akan digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, meningkatkan kesejahteraan, mencerdaskan bangsa, menjaga kesehatan publik, dan lainnya. Intinya, pajak merupakan hak masyarakat, pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, penerimaan pajak harus diawasi secara ketat, tidak boleh ada kebocoran dan tidak boleh dikorupsi.
Ia mengatakan, kebocoran pajak bisa berakibat sangat buruk, apalagi untuk negara seperti Indonesia yang mempunyai angka kemiskinan sangat tinggi. Sehingga akan membuat pemerintah sulit memberantas kemiskinan dan membuat utang pemerintah membengkak.
Ironinya kata Anthony, sudah banyak kasus korupsi pajak yang melibatkan pejabat pajak. Di antaranya adalah kasus korupsi oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan periode 2016-2019, Angin Prayitno Aji. Dengan pelaku penyuapan adalah PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016; PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk. tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
“Itu yang ketahuan. Mungkin masih banyak kasus kebocoran pajak yang tidak atau belum ketahuan,” beber Anthony.
Sebab faktanya, ada pejabat pajak yang hidup mewah dan tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai pejabat pajak, sehingga patut diduga dari korupsi pajak. Sementara masih ada 13 ribu lebih pegawai pajak yang belum mengisi laporan kepemilikan harta (LHKPN).
Anthony melihat, di sisi lain penerimaan pajak turun terus. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) hanya sekitar 10 persen, salah satu yang terendah di ASEAN, lebih rendah dari Vietnam, Malaysia, atau Thailand.
Padahal salah satu target diterapkannya kebijakan tax amnesty tahun 2016/2017 itu adalah peningkatan rasio pajak menjadi 14,6 persen di 2019, tapi nyatanya hanya 9,8 persen. Ada selisih sekitar 5 persen. Jumlah ini hampir mencapai Rp1.000 triliun dengan PDB 2022 yang mencapai hampir Rp20.000 triliun.
“Sepertinya, Menteri Keuangan tidak mampu menaikkan rasio pajak yang terus turun. Tax amnesty gagal total, rasio pajak malah turun setelah diberlakukan tax amnesty,” pungkas Anthony.[] Agung Sumartono