Pajak 5 Persen untuk Penghasilan Lima Juta, FAKKTA: Ini Bentuk Ketidakadilan
Mediaumat.id – Adanya regulasi baru yakni pekerja dengan gaji minimal Rp 5 juta per bulan akan terkena pajak penghasilan (PPH) sebesar 5 persen, dinilai oleh Ekonom Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Hatta sebagai bentuk ketidakadilan.
“Jadi, ini sudah bentuk ketidakadilan,” tuturnya dalam Kabar Petang: Berat Gaji 5 Juta Kena Pajak 5 Persen, Makin Nyusahin Rakyat? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (4/1/2023).
Menurut Hatta, pengenaan pajak penghasilan tersebut akan berpengaruh pada kenaikan harga barang dan jasa. “Jadi kalau kita tarik ke belakang yang namanya pajak itu masuk ke dalam cost. Pajak itu memengaruhi besaran total biaya. Ketika total biaya itu meningkat, maka tentu harga jual barang juga akan meningkat. Lantas apa yang terjadi? Maka tentu kembali kepada rakyat,” ujarnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan dan memberikan contoh jika pajak dibebankan kepada perusahaan, maka suatu keniscayaan harga barang akan dikenakan pajak, yang akhirnya harga-harga juga pasti merangkak naik.
“Misalnya harga minyak goreng, harga mi instan, ketika itu dikenakan pajak, kemudian perusahaan-perusahaan juga dikenakan pajak, tentu harga jual produk-produk bahan baku sembako tadi juga akan meningkat, akan naik. Sejak awal konsep pajak ini kami pikir bermasalah. Kalau kita bicara tentang konteks keadilan sejak awal juga bermasalah. Dia justru akan membebani harga jual produk, harga jual produk naik maka tentu akan membebani,” terangnya.
Dalam ekonomi kapitalisme, kata Hatta, semua negara mengandalkan pajak sebagai sumber penerimaan yang sangat diandalkan. Tidak ada yang lebih diandalkan selain itu semua. Dampak kerugiannya adalah harga barang naik, karena dia akan memengaruhi besaran total cost (biaya). Maka otomatis harga jual naik.
Sebagai ekonom, ia menjelaskan dalam ekonomi syariah tidak ada pajak. “Yang pertama perlu dipahami bahwa dalam ekonomi syariah tidak ada pajaknya. Karena dalam Islam menegaskan bahwa tidak masuk surga orang yang memungut pajak,” terangnya.
Namun, imbuhnya, kalau tidak ada pajak bukan berarti kemudian tidak ada solusi atau tidak ada penggantinya. Adapun instrumen penggantian jauh lebih dahsyat yaitu ziswah (zakat, infaq, shadaqah dan wakaf). “Ketika dia membelanjakan atau mengeluarkan zakat. shadaqah atau wakafnya bahkan ziswah itulah harta yang akan dia bawa ke akhirat. Dengan demikian harga-harga barang itu juga akan menjadi lebih murah, harga barang itu menjadi lebih jelas,” ujarnya.
Hatta juga menjelaskan bagaimana mekanisme pendapatan suatu negara tidak berasal dari pajak. Yakni, dengan optimalisasi pengelolaan SDA yang merupakan kepemilikan umum dikelola oleh negara untuk kemaslahatan masyarakatnya.
“Sumber-sumber daya alam itu adalah masuk ke dalam kategori kepemilikan umum atau milkiyah amm, yang seluruh benefitnya atau manfaatnya harus kembali kepada rakyat secara keseluruhan. Tidak boleh ada satu individu masyarakat yang memiliki secara eksklusif atau mendapatkan secara eksklusif benefit dari sumber daya alam,” paparnya.
Sumber daya alam, tegasnya, itu kemudian dikelola oleh negara dan kemudian dikembalikan seluruhnya kepada rakyat, tidak boleh diserahkan kepada individu tertentu. Jadi, yang namanya kepemilikan sumber daya alam harus kembali kepada masyarakat.
Ia juga menjelaskan skema pengaturan kekayaan dalam pandangan Islam atau syariah. “Ekonomi syariah itu punya skema pengaturan harta kekayaan seperti misalnya larangan riba. Konsepsi yang sangat ampuh dan sangat jitu dalam mengatur distribusi harta kekayaan. Harta kekayaan akan menjadi semakin lancar, semakin terdistribusi dengan antiriba misalnya, bagi orang kaya, satu-satunya kesempatan bagi dia untuk menambah kekayaannya adalah dengan cara partnership atau syirkah,” jelasnya.
“Tidak ada cara lain bagi dia, kecuali harus masuk ke dalam bisnis riil. Dia tidak punya kesempatan masuk ke dalam sektor-sektor yang sangat spekulatif seperti di pasar modal, pasar valas, pasar komoditas yang model-model seperti itu,” lanjutnya.
Terakhir, ia menegaskan, memang tidak ada cara lain untuk dapat mengurangi pengangguran kecuali harus masuk ke dalam sektor riil, secara tidak langsung beban negara juga akan berkurang.
“Tidak ada cara lain bagi dia kecuali dia masuk ke dalam bisnis dengan seperti itu. Dengan demikian, pengangguran juga akan tereliminir, akan hilang. Sehingga beban negara juga akan semakin berkurang,” pungkasnya.[] Nur Salamah