Oleh: Lalang Darma
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, butuh waktu tujuh tahun untuk mengangkat guru honorer di seluruh Indonesia. Jumlah guru honorer di Indonesia mencapai 736 ribu orang. “Kalau misalnya setiap tahun pemerintah mengangkat 100 ribu orang guru honorer, maka butuh waktu tujuh tahun lebih untuk bisa menyelesaikan permasalahan guru honorer,” kata Muhadjir, di Magetan, Jawa Timur, Jumat (11/5). (http://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/05/11/p8ke1k409-mendikbud-butuh-tujuh-tahun-untuk-angkat-semua-guru-honorer)
Nasib kesejahteraan guru menjadi tema penting dari tahun ke tahun. Nasib guru tidak tetap (GTT), pegawai tidak tetap (PTT) dan honorer menjadi salah satu isu yang disoroti hari-hari ini. Kita prihatin terhadap nasib GTT, PTT dan honorer yang dinilai beberapa praktisi dan politisi masih sangat tidak jelas. Padahal, hampir di seluruh wilayah Indonesia masih banyak kekurangan guru PNS.
Kesejahteraan guru honorer masih jauh dari sejahtera. Selain kecil, kadang gaji yang mereka terima tidak dibayarkan secara rutin per bulan sekali. Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih menerangkan, guru honorer sendiri di antaranya terbagi menjadi honorer kategori satu (K1) dan kategori dua (K2). Bedanya, hanya dari alokasi anggaran. Honorer K1 mendapatkan alokasi anggaran dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) atau dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sementara, untuk K2 berasal dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) atau komite. Dia mengatakan, rata-rata gaji guru honorer di daerah di bawah Rp 500 ribu per bulan. Ironisnya, gaji tersebut kadang tak dibayarkan rutin per bulan. (detik.com, 2/5/2018)
Pemerintah memang memiliki “tunggakan” pekerjaan yang sekian lama tidak terselesaikan untuk segera memberi kepastian status pada guru honorer. Nasib guru honorer yang “menggantung” sebenarnya berimplikasi pada banyak hal terkait dengan proses belajar mengajar dan interaksi guru dengan siswa.
Jumlah guru honorer di Indonesia menurut catatan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih dari satu juta orang pada akhir 2017. Guru honorer sebanyak itu termasuk 252.000 guru berusia di bawah 33 tahun yang telah berijazah sarjana sehingga memenuhi kriteria untuk diangkat menjadi aparatur sipil negara atau pegawai negeri. Sementara di Kabupaten Bogor, jumlah honorer K2 yang diajukan BKPP untuk mengikuti seleksi CPNS 2018 ini sebanyak 9.000 guru.
Jika ketidakjelasan nasib guru honorer ini tak diakhiri, praktik percaloan dengan iming-iming jalan pintas menjadi pegawai negeri akan terus marak. Selama masa depan mereka penuh dengan ketidakpastian, para guru ini pun tak bisa bekerja dengan sepenuh hati. Mereka tak akan kuasa mencurahkan waktu, perhatian, dan ikhtiar total mereka untuk keberhasilan pendidikan siswa-siswanya. Ini tentu merupakan kerugian besar untuk kita semua.
Kendati demikian, penting juga disadari, mengangkat ratusan ribu guru honorer dalam waktu bersamaan tentunya akan menjadi beban tersendiri buat anggaran negara. Kompetensi, kualifikasi akademik, dan sertifikasi mereka haruslah memenuhi persyaratan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus menyusun aturan seleksi yang benar.
Ini agar hanya mereka yang mampu menjalankan tugas sebagai guru yang baik yang bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Sementara mereka yang tidak kompeten, mau tak mau, harus diberi tahu agar tidak terus-menerus berharap. Kejelasan semacam itu jauh lebih baik ketimbang membiarkan nasib mereka terkatung-katung.
Walhasil, kesungguhan pemerintah untuk menyejahterakan guru honorer masih harus dibuktikan. Bila rencana minimalis pemerintah ini masih terganjal oleh pro dan kontra, tarik-ulur kepentingan, maka sempurnalah kelalaian Negara dalam menghargai jasa guru. Guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah SWT. Karena guru dengan karunia ilmu yang Allah SWT berikan, menjadi perantara manusia yang lain untuk memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.[]