New York Times melaporkan bahwa beberapa keluarga korban insiden 11 September 2001 atau yang terkenal dengan insiden 9/11 mengajukan gugatan class action yang menuduh pemerintah Saudi mendanai percobaan pelatihan untuk serangan 11 September 2001 atau 9/11 tersebut.
*** *** ***
Enam belas tahun setelah insiden 11 September 2001 atau yang terkenal dengan insiden 9/11, pihak berwenang Amerika (atau otoritas berikutnya) terus menjadikannya sebagai pedang untuk meneror orang-orang yang mereka inginkan atas tuduhan bertanggung jawab atas serangan 9/11 tersebut. Kongres Amerika telah mengeluarkan undang-undang pada tahun 2016 yang memungkinkan keluarga korban mengajukan gugatan class action kepada pemerintah Saudi dan negara manapun yang diduga kuat bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Tentu saja, meskipun ada banyak bukti yang begitu terang dan tak terbantahkan bahwa insiden 9/11 dibuat oleh intelijen Amerika, namun tidak ada di dunia yang berani berteriak-teriak bahwa “raja telanjang”, yakni tidak ada seorangpun yang berani untuk mengekspos fakta konspirasi besar yang dilakukan oleh intelijen Amerika. Ingat, Amerika pemilik kekuatan militer paling kuat yang dikenal dalam sejarah kuno dan modern, yang dapat menghancurkan lawan manapun yang berpikir untuk mengekspos kejahatannya, dan menuntutnya agar bertanggung jawab atas setiap kejahatan yang telah mereka lakukan.
Dengan dalih insiden 9/11, Amerika menghancurkan Afghanistan dan mendudukinya, serta membunuh ratusan ribu rakyatnya, tanpa seorangpun yang berani menpertanyakan apa dosa mereka orang-orang yang tidak bersalah, bahkan sekalipun kita menerima kontroversi kebohongan bahwa Osama bin Laden rahimahullāh yang bertanggungjawab atas insiden tersebut! Inilah yang membuat geng Black House (Gedung Hitam) untuk bertahan dalam kejahatannya, hingga kemudian mereka menghancurkan Irak pada tahun 2003, dan membunuh ratusan ribu rakyatnya. Meskipun terungkap kebohongan tuduhan bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal yang menguap di dalam debu bom pintar dan peluru kendali yang menghancurkan tubuh korban tak berdosa di Irak. Amerika tidak hanya memblokade yang mencekik rakyat Irak hingga menyebabkan kematian ratusan ribu orang dengan kezaliman dan penindasan, namun juga memutuskan untuk melancarkan perang genosida secara langsung, dengan berharap dapat menjarah kekayaan dari bumi Mesopotamia dan menghancurkan kekuatannya, di mana semua itu dilakukan dengan logika hukum rimba berdasarkan kekuatan telanjang yang telah kehilangan dalih, argumen atau bukti apapun.
Apa yang dilakukan oleh para penguasa Black House (Gedung Hitam) berikutnya atas otoritasnya adalah menundukkan secara penuh para penguasa Muslim terhadap setiap perintahnya. Sehingga dalam rangka untuk mendapatkan persetujuan dari penguasa (koboi) pengembala sapi Amerika, maka mereka para penguasa siap untuk mengorbankan rakyat, potensi negara dan kekayaannya untuk membeli alat perbudakan, bahkan juga untuk memborgol generasi masa depan dengan belenggu perbudakan, misalnya, janji baru-baru ini dari seorang pengkhianat al-haramain (dua tempat suci), untuk memompa 460 miliar dolar ke kantong (koboi) Amerika, bahkan sekalipun itu dengan jaminan stok minyak di dalam tanah, atau meminjam dari bank lokal atau bank-bank internasional. Semua kehinaan itu demi senyuman dari Ivanka atau Melania Trump yang akan menolongnya untuk tatap tinggal di atas takhta yang sudah reot.
Ya, benar orang yang mengatakan: “Mungkin dapat menipu beberapa orang sepanjang waktu, atau menipu semua orang beberapa waktu, namun tidak mungkin bisa menipu semua orang sepanjang waktu.” Para penguasa Amerika dan negara-negara Barat harus menyadari bahwa kekuaasaan yang tegak di atas kebohongan, mungkin saja dapat menutupi kebohongannya untuk beberapa waktu, namun cepat atau lambat kebohongannya akan tercium dan terbongkar. Kekuasaan yang tegas di atas penipuan, tidak akan pernah berhasil menutupi aibnya dengan cara mengancam melalui kekuatan yang telanjang. Sungguh, seluruh dunia telah membuktikan bahwa klaim demokrasi Barat itu tidak didukung oleh argumen dan bukti, namun tegak berdasarkan kekuatan yang telanjang, bukan yang lainnya. Adapun kebenaran (al-haq), maka itulah yang paling tinggi, paling kuat dan paling kekal, sedangkan yang batil dan palsu tengah menuju kebinasaan, bahkan setelah beberapa saat. [DR Othman Bakhash]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 11/09/2017.