PA 212: BNPT Fitnah yang Beribadah di Masjid sebagai Gerakan Radikalisme
Mediaumat.id- Permintaan Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT) kepada DPR ‘agar pemerintah diberi kewenangan mengawasi tempat ibadah’ dinilai sama saja dengan memfitnah umat Islam yang sedah beribadah di masjid sebagai gerakan radikalisme.
“Secara kelembagaan menunjukkan bahkan menuduh, memfitnah, umat Islam yang sedang beribadah di masjid, sedang berdakwah di masjid, sedang memakmurkan masjid, sebagai gerakan radikalisme,” ujar Sekretaris Majelis Syuro PA 212 Slamet Ma’arif dalam acara diskusi yang bertajuk BNPT & Usulan Pengawasan Rumah Ibadah, Ahad (10/9/2023) di kanal YouTube UIY Official.
Slamet merasa heran, masa hanya karena ada aktivitas mengkritik pemerintah di masjid daerah Kalimantan Timur yang disampaikan oleh DPR dalam rapat bersama komisi 3 dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Safarudin, yang kemudian dianggap semua masjid yang mengkritik pemerintah harus diawasi.
“Dianggap semua masjid harus diawasi karena khawatir ini akan menjadikan biang radikal, bahkan yang mengawasi itu lembaga yang mengawasi terorisme, artinya dari radikal ini, mereka akan kaitkan dengan gerakan-gerakan teror, artinya secara kelembagaan pemerintah lewat BNPT-nya sedang menuduh umat Islam yang sedang memakmurkan masjidnya sebagai gerakan teroris sebagai gerakan radikal ini sangat naif,” tuturnya.
Menurutnya, selain menunjukan bahwa pemerintah antikritik juga menunjukkan pemerintah sedang mengidap penyakit islamofobia akut dengan dakwah Islam.
“Takut dengan gerakan Islam itu kan, walaupun lucunya ketika menjelang tahun politik yang sekarang ini, justru aktivitas di masjid dijadikan kampanye adzan di masjid, jadi dia kampanye duluan lewat adzan yang ada di TV itu, nah ini sangat miris sekali,” ucapnya miris.
Menyayangkan
Slamet juga menyayangkan pernyataan dari Safarudin, Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, yang dilontarkan saat rapat bersama komisi 3 DPR, bahwa ada aktivitas mengkritik pemerintah di masjid Kalimantan Timur, yang menurut Slamet, ini menunjukan PDIP dan pemerintah sekarang antikritik.
“Enggak mau dikritik, merasa menang sendiri, merasa paling benar, merasa paling berkuasa, sehingga siapa pun tidak boleh mengkritik, dan itu pernyataan resmi pada acara rapat Komisi III yang memang resmi secara kelembagaan, dan setelah itu kita tidak mendengar pernyataan dari partai PDIP maupun dari tokoh PDIP, itu artinya PDIP bulet (bulat/sepakat) bahwa PDIP partai yang antikritik,” tegasnya.
Padahal bebernya, sebelum berkuasa PDIP adalah partai yang paling rajin mengkritik pemerintah.
“Tapi setelah berkuasa dia lupa dengan dirinya ketika memegang kekuasaan pemerintahan, enggak mau dikritik padahal dulu PDIP itu partai yang paling rajin mengkritik pemerintah bahkan ketika ada kenaikan BBM yang paling pertama kali turun itu orang-orangnya kader-kader PDIP rupanya kekuasaan membuat partai ini lupa diri tentang siapa dirinya,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi