OTK Serang Ustaz Diasumsikan Gila, Pakar: Harus Ada Bukti Pelaku Benar-Benar Gila

 OTK Serang Ustaz Diasumsikan Gila, Pakar: Harus Ada Bukti Pelaku Benar-Benar Gila

Mediaumat.news – Pakar Hukum Dr. Muh. Sjaiful, S.H., M.Hum. menyayangkan atas asumsi gila atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) terhadap orang tak dikenal (OTK) pelaku penyerangan Ustaz Abu Syahid Chaniago saat ceramah di Masjid Raya Baitusy Syakur, Jodoh, Batam, Kepulauan Riau, Senin (20/9/2021).

“Kalau dikatakan orang gila, sebetulnya kalau berbicara itu, maka harus ada yang bukti bahwa yang melakukan penyerangan itu adalah benar-benar orang gila,” ujarnya dalam Kabar Petang: OTK Serang Da’i, Operasi Intelijen? Rabu (22/9/2021) di kanal YouTube KC News.

Walaupun ketika ditanya pelaku memberikan keterangan berbelit-belit, menurut Sjaiful, seharusnya yang berhak menjustifikasi gila atau tidaknya adalah psikiater atau seorang dokter spesialis yang mendalami ilmu kesehatan jiwa dan perilaku (psikiatri).

Sjaiful, yang mencatat sudah ada tujuh kasus serupa kembali menegaskan, para pelaku penyerangan ulama dan tokoh Islam, memang selalu dinisbatkan pada ODGJ. “Selama ini kan seperti pada kasus Chaniago dan tujuh kasus yang lalu yang menyerang para ustaz. Tidak ada sedikit pun rekomendasi dari ahli kesehatan atau nakes,” ungkapnya.

Oleh karena itu, ia merasa, fenomena tersebut adalah rekayasa untuk mencitraburukkan ajaran Islam. Sebab, terangnya, selama ini yang sering kali melakukan kritik terhadap kebijakan-kebijakan menyimpang pemerintah kebanyakan dari kalangan para ustaz, ulama ataupun tokoh Islam yang lurus.

Bahkan ia meyakini, publik juga akan cenderung langsung menyimpulkan bahwa itu adalah serangkaian rekayasa karena alasan yang sama.

Di sisi lain, ia juga menyayangkan justifikasi gila hanya dinisbatkan jika korbannya tokoh Islam, sedangkan sebutan teroris atau radikal dilabelkan apabila korbannya di luar Islam. “Kalau dari kelompok Islam yang melakukan penyerangan, melakukan kekerasan terhadap kelompok-kelompok agama lain itu langsung dinisbatkan atau dicap sebagai teroris, radikal, mengganggu keamanan,” sesalnya.

Terlebih jika melihat kasus serupa namun proses perlakuan hukumnya berbeda, seperti pada kasus tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani di Papua pada 19 September 2020. Kala itu, pihak istana seketika bereaksi keras serta melakukan penyelidikan-penyelidikan.

“Okelah kita hormati bahwa harus ada penyelidikan. Tetapi kalau yang terjadi itu penyerangan fisik terhadap tokoh-tokoh Islam, perlakuan hukumnya harus sama. Tidak boleh dibiarkan begitu saja, apalagi sampai melempar statement bahwa yang melakukan itu adalah orang gila,” tuturnya.

Sjaiful berharap, semestinya prinsip equality before the law juga digunakan dalam kasus penyerangan terhadap tokoh-tokoh yang lain termasuk Ustaz Chaniago kemarin. “Pendeta yang tewas itu serius dilakukan penyelidikan hukum, tetapi terhadap para ustaz yang diserang secara fisik, tiba-tiba penegakan hukum itu menjadi mandek. Inilah yang menjadi persoalan,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *