Otak-atik Kabinet karena Perbedaan Politik Pengusung Kekuasaan
Mediaumat.info – Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana menyatakan otak-atik kabinet ini terjadi karena perbedaan kekuatan politik yang mengusung kekuasaan.
“Karena perbedaan kekuatan politik yang mengusung kekuasaan ini,” tuturnya dalam Catatan Peradaban: Otak-Atik Kabinet Gemoy, Kepentingan Rakyat Atau Partai? di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Kamis (9/5/2024).
Kalau sebelumnya, ungkap Erwin, Jokowi itu diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), PDIP merupakan pemain tunggal, bisa dikatakan sebagai tulang punggungnya Jokowi, maka dengan sendirinya wajah kabinet itu merepresentasikan wajah PDIP.
Namun hari ini yang menang itu adalah Prabowo, ujarnya, yang merupakan representasi koalisi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), maka dengan sendirinya background PDIP itu tersingkir dari kekuasaan.
Jika koalisi (Gerindra) ini dijadikan sebagai sebuah koalisi besar, ujarnya, maka siapa pun yang masuk dalam koalisi besar itu akan kecipratan kue kekuasaan.
“Itu kan definisi koalisi selama ini,” bebernya.
Erwin memandang, koalisi itu berarti bagi-bagi jatah menteri, bagi jatah kekuasaan, bagi-bagi gula.
Menurutnya, selama ini dicermati, nanti siapa pun yang bersama dengan perahu atau bersama dengan kapalnya Prabowo, itu dengan sendirinya dia akan ke bagian kursi, kursi menteri, kursi komisaris dan seterusnya.
“Semakin banyak penumpang maka tentunya mengharuskan kursi yang lebih banyak, dengan sendirinya jumlah menteri itu tambah,” ujarnya, sembari menyatakan belum lagi penambahan wakil menteri.
“Tinjauan perspektif kebijakan publik, semakin gemuk kabinet itu akan semakin besar biaya ekonominya dan semakin besar pasti, dan semakin banyak pejabat-pejabat politik yang minta difasilitasi,” terangnya.
“Padahal kabinet yang baik itu adalah kabinet yang ramping,” ungkapnya.
Erwin menuturkan, semakin ramping maka semakin bisa berlari dengan cepat, semakin dia gemuk, semakin dia banyak lemak semakin dia tidak bisa berlari dengan cepat.
“Sehingga tujuan-tujuan politik tidak akan tercapai dengan baik,” tegasnya.
Karena, begitu banyaknya kepentingan di situ, begitu gemuknya kabinet itu, sehingga tidak bisa berlari dengan gesit, lincah, dan cepat. “Jadi tidak efisien dan tidak efektif,” bebernya. [] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat