Oleh: Umar Syarifudin
Kita melihat hari ini marak kasus teror terhadap sejumlah tokoh agama khususnya beberapa ulama di berbagai daerah yang membuat menimbulkan keresahan yang luas di masyarakat. Tak terhindarkan munculnya praduga di tengah masyarakat bahwa aksi teror terhadap Ulama merupakan skenario sistemik by design. maka ini perlu untuk segera direspon dengan sigap dan serius. Negara harus melindungi dan menjamin aman serta rasa aman bagi setiap warganya yang mayoritasnya muslim serta menindak tegas terhadap para pengganggu keamanan masyarakat. Penuntasan kasus-kasus ini diperlukan sehingga ketentaraman terjaga.
Mencermati kasus-kasus tersebut terungkap ke publik dengan pola dan modus yang relatif sama, maka pihak kepolisian hendaknya bertindak mengusut kasus-kasus tersebut sampai tuntas termasuk dugaan ada aktor intelektualnya, pelakunya, termasuk motifnya. Sehingga perlu mengurai secara profesional dan independen. Institusi pengadilan harus memutuskan secara adil berdasarkan fakta-fakta medis dan fakta hukum lainnya di persidangan yang punya otoritas memutuskan apakah para pelaku penganiayaan ini benar-benar gila atau waras.
Tantangan keamanan lainnya adalah tempat-tempat maksiat seperti komplek prostitusi, perjudian, pusat penjualan miras, dan lainnya adalah tempat-tempat yang perlu ditindak tegas oleh negara karena bisa jadi tempat ini berpotensi jadi biang ‘penyakit masyarakat’. Selanjutnya kita menghadapi sejumlah tantangan terhadap konten kekerasan dan liberal yang dipromosikan oleh sejumlah industri game, film, media dan hiburan, yang ditoleransi dan bahkan dipromosikan, dengan konsekuensi mengerikan bagi masyarakat.
Sebagaimana slogan ‘Melindungi dan Melayani’ terpatri dalam kinerja kepolisian, maka sewajarnya ditujukan untuk melindungi rakyat dan melayani rakyat yang memerlukan keadilan. Rasulullah saw. sebagai Rasul dan sekaligus kepala negara, memperhatikan betul rasa aman bagi warganya. Beliau membentuk semacam polisi kota (Syurthah). Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Anas yang mengatakan: “Bahwa Qais bin Sa’ad, ketika itu sedang berada di dekat Nabi saw. dalam posisinya sebagai anggota kesatuan polisi”. Kesatuan polisi diberi tugas untuk menjaga sistem dan mengatur keamanan dalam negeri, serta melaksanakan semua kegiatan yang bersifat operasional. Kesatuan inilah yang setiap malam berkeliling untuk mengawasi pencuri, orang-orang jahat serta mereka yang dicurigai melakukan tindak kejahatan. Abdullah bin Mas’ud adalah komandan patroli pada masa Khalifah Abu Bakar. Bahkan Umar bin Khaththab melakukan patroli sendiri dan kadang-kadang minta ditemani oleh pembantunya, beliau juga kadang minta ditemani Abdurrahman bin ‘Auf. Dan, tentu saja ini adalah tugas negara, bukan tugas rakyat.(Lebih lengkap silakan baca Abdul Qadim Zallum, Sistem Pemerintahan Islam, Penerbit al-Izzah, 2002, hlm. 188-190). Kesiagaan polisi dalam mengamankan juga berlaku bagi seluruh warga negara Daulah Islamiyah, baik muslim maupun non muslim. Ini salah satu bentuk kepedulian Islam dalam menghargai jiwa, raga, kehormatan dan harta manusia.
Ironisnya, di era demokrasi kapitalistik ini, sangat masyhur anggapan di tengah-tengah masyarakat di berbagai negara bahwa mafia dan kelompok gangster justru memiliki hubungan “persahabatan” dengan oknum penegak hukum sehingga keberadaan perampok, penjahat, preman jalanan, dan berbagai mafia kejahatan tetap eksis di berbagai wilayah dunia. Di Indonesia, seakan menjadi rahasia umum ada oknum hakim atau oknum jaksa yang bisa jual-beli hukum. Membebaskan yang seharusnya dihukum, dan menghukum yang tidak bersalah karena ‘pelicinnya’ kurang.
Ringkasnya, tindakan-tindakan teror secara acak ini hendaknya tidak menghalangi para ulama dan para aktivis dakwah khususnya, dan kaum muslim pada umumnya untuk menguatkan ukhuwah, dan terus membawa seruan untuk Islam melalui perjuangan intelektual dan pemikiran, yang akan menghidupkan kembali kebangkitan dan kemuliaannya.
Para ulama dan aktivis dakwah tidak berhenti mengadopsi kepentingan rakyat dan menunjukkan unggulnya solusi Islam terhadap Indonesia dan mengungkap konspirasi siapapun yang menjadi musuh-musuh umat dan musuh kedamaian. Publik yang hari ini kecewa dengan sejumlah kebijakan pemerintah, maka dengan kasus ini, hendaknya tetap jernih dan tenang menghadapi berbagai tantangan dengan argumen intelektual. []