OPM Versus “Terorisme”, Benarkah?

(Tanggapan Atas Tindakan Kejahatan Terorisme OPM Yang Telah Mengancam Kedaulatan Negara)

Oleh : Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)

Dua anggota polisi dan seorang camat tewas diserang kelompok kriminal bersenjata (KKB) saat sedang membawa hasil rekapitulasi suara Pilkada Gubernur Papua di Distrik Torere, Kabupaten Puncak Jaya, papua. Seperti ditayangkan Liputan6 SCTV, Kamis (28/6/2018), kejadian berawal saat rombongan Sembilan anggota kepolisian dan camat yang bertugas di Distrik Hulu akan kembali ke Distrik Torere menggunakan speedboat. Namun, dalam perjalanna rombongan ditembak secara brutal oleh kelompok kriminal bersenjata yang diduga telah mengintai mereka sebelumnya. Akibat kejadian ini, dua orang anggota polisi Ipda Yesaya Nusi dan Brigadir Sintok sewrta Camat Torere Obaja Froaro tewas di lokasi kejadian. Sebagaimana diberitakan di laman Liputan6.com pada 29 Juni 2018 bahwa juru bicara kelompok kriminal bersenjata OPM mengakui tindakan yang mereka lakukan dengan menembak polisi selama beberapa hari terakhir (http://www.liputan6.com/regional/read/3573113/video-kelompok-kriminal-akui-teror-penembakan-di-papua).

Dari kesekian ratus atau bahkan ribuan kali tindakan teror yang dilakukan kelompok separatis OPM tidak sebanding dengan tindakan penanganan yang dilakukan negara. Kondisi itu sangat kontras dengan penanganan negara terhadap kelompok-kelompok Islam yang baru hanya diduga melakukan tindakan terorisme, melalui apa yang mereka sebut “war on terrorism”  (perang melawan tindakan terorisme). Untuk itu ada beberapa catatan penting yang luput dari perhatian publik terhadap ketidakadilan yang dipertontonkan oleh negara dalam penanganan dua kasus tersebut.

Pertama, tindakan pembunuhan yang sangat brutal oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) sangat disayangkan dan dikecam oleh publik, apalagi  telah menyebabkan korban jiwa. Publik bisa bayangkan warga Papua yang tidak bersalah menjadi sasaran tindakan kejam dan biadab oleh gerombolan teroris OPM, yang selama ini memang menjadi duri dalam daging bagi negeri ini. Jika publik menelaah lebih jauh, bahwa tidakan “barbar” yang tidak  berperi kemanusiaan tersebut bukan kali ini saja, namun tindakan serupa sudah tidak terhitung banyaknya pada masa-masa sebelumnya, sejak diprokalamirkannya OPM tahun 1965. Korban jiwa dan harta benda tidak terhitung jumlahnya, apalagi kerugian non-material/psikis bagi masyarakat Papua sangatlah besar, yang tidak bisa dikonversikan dengan materi. Namun, yang justru lebih disayangkan oleh publik adalah respon dan penanganan dari rezim negeri ini terhadap kejahatan dan tindakan biadab oleh OPM tersebut. Meski OPM telah melakukan tindakan teror khususnya terhadap masyarakat Papua, dan telah melakukan makar serta mengancam terhadap kedaulatan negeri ini, namun rezim hanya menyebutnya sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB) saja, dan tidak pernah menyebut OPM sebagai kelompok terorisme, yang pelakunya layak disebut teroris, yang biasanya langsung dilibas habis tanpa ampun oleh pasukan Densus 88.

Kedua, sejatinya kelompok separatis OPM telah memenuhi tiga unsur tindakan terorisme, sebagaimana UU Anti Terorisme, yaitu (1) Menyebabkan ketakutan di tengah masyarakat. Jelas OPM telah melakukan penyanderaan, bahkan penyiksaan yang biadap terhadap tersandera hingga menimbulkan korban jiwa. Tentu tindakan itu merupakan tindakan yang menyebabkan ketakutan terhadap masyarakat. (2) Melakukan kekerasan fisik. OPM telah banyak melakukan tindakan menyerang pihak keamanan baik unsur TNI maupun Polri, juga pejabat sipil dan masyarakat umum dengan kekuatan senjata. Dan tindakan ini juga telah menimbulkan korban jiwa yang tidak terhitung jumlahnya sejak berdirinya OPM hingga sekarang. (3) Mempunyai tujuan politik tertentu. Jelas sekali dalam AD/ART-nya OPM menyatakan dengan tegas ingin memisakan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian jelaslah telah memenuhi unsur tindakan terorisme. Namun anehnya, nyali rezim sangat kecil terhadap arogansi OPM, hanya sekedar membuat pernyatan bahwa OPM adalah organisasi terorisme, rezim tidak berani. Ini menunjukkan bahwa proyek “wor on terrorism” bukanlah untuk menumpas tindakan terorisme yang sebenarnya. Namun, hanya ditujukan untuk memerangi kelompok-kelompok Islam saja. Kanena jika kelompok-kelompok Islam yang baru diduga melakukan tindakan terorisme, rezim langsung menumpas bahkan menembak sampai mati, tanpa melalui proses pengadilan.

Ketiga, jika rezim ini mau besikap tegas dan bersungguh-sungguh hendak menyelesaikan ancaman separatis di Papua, seharusnya OPM segera ditumpas habis, karena telah melakukan tindakan yang terkategori teroris, makar, dan separatis yang telah berlangsung sekian puluh tahun, sejak tahun 1965, yang telah menciderai kedaulatan negeri ini. Bahkan sekedar untuk menyebut OPM sebagai kelompok teroris saja, rezim ini “kaku lidahnya”. Meski OPM jelas-jelas telah merongrong kadaulatan NKRI, namun kelompok separatis-teroris tersebut tidak pernah dicap sebagai kelompok yang anti Pancasila. Ini berarti negeri ini telah tergadai secara politik dan tunduk dalam kontrol negara-negara Barat yang sangat bernafsu memisahkan Papua dari pangkuan ibu pertiwi. Juga patut disayangkan sebagian elemen yang sering meneriakkan NKRI harga mati dan dengan semangat menuduh Ormas Islam dengan tuduhan keji “anti Pancasila”, ternyata sikapnya berubah drastis menjadi bisu, diam seribu bahasa, dan nyaris tak terdengar suaranya terhadap sepak terjang OPM. Padahal OPM jelas-jelas terkategori bertindak makar, separatis, yang ingin memisahkan diri dari NKRI, dan memecah belah persatuan dan kesatuan negeri ini, namun tidak pernah dituduh dan disematkan predikat anti pancasila, anti kebhinnekaan, dan membahayakan ideologi negara.

Sebagai kalimat penutup, Wahai Rezim!, segera tumpas OPM, sebagaimana anda sigap dalam menumpas “terorisme”. Beranikah?, tunggu apa lagi?…Wallahu a’lam.[]

Share artikel ini: