OPCW Menyatakan Tanggung Jawab Rezim Suriah Atas Penggunaan Senjata Kimia

Pada tanggal 4 April 2020, Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) mengumumkan bahwa rezim Suriah menggunakan senjata kimia untuk membom kota Al-Lataminah pada tahun 2017, dalam tuduhan langsung pertama dari organisasi tersebut kepada rezim Assad karena menggunakan senjata yang dilarang secara internasional ini. Laporan yang disiapkan oleh komite khusus organisasi menyimpulkan bahwa “Batalion ke-50 Divisi Angkatan Udara ke-22 dari pasukan rezim menjatuhkan bom udara tipe M-4000 yang mengandung gas sarin di atas kota Al-Lataminah di pedesaan Hama barat laut dan satu barel berisi klorin di atas sebuah rumah sakit di kota itu, hingga mengakibatkan kematian dan cedera lebih dari 100 orang. Pengeboman itu menggunakan peswat Sukhoi 22 dan helikopter Angkatan Udara Suriah (kantor berita Reuters). Dalam laporannya, tim investigasi mengidentifikasi orang-orang yang bertanggung jawab atas serangan itu, tetapi nama-nama tersebut dirahasiakan dari laporan, yang didistribusikan ke negara-negara anggota organisasi.

Ketua Tim Investigasi dan Identifikasi (IIT), Santiago Oñate-Laborde mengatakan: “Ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa para pengguna sarin sebagai senjata kimia di Al-Lataminah pada 24 dan 30 Maret 2017, serta penggunaan klorin sebagai senjata kimia pada 25 Maret 2017, adalah anggota Angkatan Udara Suriah. Serangan yang bersifat strategis seperti ini hanya terjadi atas perintah dari otoritas yang lebih tinggi di kepemimpinan tentara Suriah.”

“Tim identifikasi bukan badan yudisial dan terserah kepada anggota organisasi, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan komunitas internasional untuk mengambil tindakan lebih lanjut yang mereka anggap pantas dan perlu,” kata Fernando Arias, Direktur Jenderal OPCW.

Laporan itu datang terlambat tiga tahun, sehingga orang-orang melupakan kejahatan rezim dan menganggapnya bagian dari masa lalu. Sehingga mereka tidak bereaksi, serta mengecam rezim untuk menumbangkannya. Demikian juga, merahasiakan nama-nama pelaku kejahatan. Namun semua tahu bahwa mereka semua berada di bawah perintah tiran Bashar Assad, yang harus didakwa secara langsung.

Mengomentari laporan ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengatakan pada 4 April 2020, ini adalah tambahan terbaru untuk bukti yang besar dan terus bertambah bahwa rezim Assad menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya. Sesungguhnya “rezim Assad menyimpan bahan kimia dalam jumlah  yang cukup, khususnya sarin dan klorin, serta pengalaman dari program senjata kimia konvensional untuk penggunaan sarin dalam produksi, distribusi amunisi klorin, dan pengembangan senjata kimia.”

Semua tahu bahwa Amerika yang melindungi rezim ini ketika pertama kali menggunakan senjata kimia pada 2013, dan menghindarkannya dari masalah bahwa rezim telah menyerahkan senjata kimianya, di mana hal ini yang akan menyelamatkan rezim Suriah dari kesulitannya. Pernyataan Pompeo menunjukkan inkonsisten dalam bersikap, karena ia tidak mengutuk rezim atas penggunaannya dan tidak menuntut kejatuhannya. Namun Amerika justru mengarang laporan terhadap rezim Saddam Hussein untuk menggulingkannya, dan menduduki Irak, dengan dalih memiliki senjata pemusnah massal, meski Amerika kemudian mengakui bahwa itu dusta belaka. Seandainya Bashar Asad dan rezimnya tidak berafiliasi dengan Amerika, sebagaimana Saddam dan rezimnya, misalnya boneka Eropa, dan terutama Inggris, tentu Amerika menggulingkannya sejak saat pertama.

Sementara Jerman bergegas mendesak perlunya menghukum mereka yang bertanggung jawab atas tindakan kriminal ini, Menteri Luar Negerinya Heiko Maas menyambut laporan itu dan menganggapnya sebagai “langkah penting untuk mengungkap kejahatan-kejahatan menjijikkan ini … dan bahwa pelanggaran-pelanggaran ini seharusnya tidak dibiarkan tanpa koreksi atau pertanggungjawaban, dan bahwa Jerman akan menuntut ini, baik di PBB atau Dewan Keamanan PBB, dan kami akan mendukung semua upaya untuk mengungkap kejahatan.”

Ini adalah salah satu sikap Eropa yang menuntut pertanggungjawaban dan hukuman bagi rezim, karena rezim Suriah tidak berafiliasi dengan Eropa, tetapi lebih berafiliasi dengan Amerika. Jadi, masalahnya adalah masalah eksploitasi di tengah-tengah konflik Amerika-Eropa, sehingga tidak perlu mengandalkan sikap Eropa. Untuk itu, kaum Muslim di Suriah harus bersatu di bawah kepemimpinan politik Islam yang tulus dan sadar untuk menggulingkan rezim kriminal, menghukum para pelaku kejahatan di dalamnya, dan menerapkan aturan Islam kepada mereka, juga yang akan menerapkan Islam dalam setiap aspek kehidupan di bawah naungan Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah (hizb-ut-tahrir.info, 12/4/2020).

Share artikel ini: