ONH Naik Drastis, PKAD: Rakyat Dijadikan Obyek Bisnis
Mediaumat.id – Usulan kenaikan biaya haji 2023 secara drastis dari Rp 39 jutaan (2022) menjadi Rp 69 jutaan (2023) per jamaah mengesankan pemerintah mendudukkan rakyat sebagai objek bisnis.
“Kalau kita amati kadang-kadang penguasa itu mendudukkan rakyat sebagai obyek bisnis sehingga terkesan pengelolaan apapun tidak hanya haji itu biasanya bisnis oriented,” tutur Analis Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto dalam Kabar Petang: Menag Yaqut Persulit Orang Mau Ibadah Haji, Senin (23/1/2023) melalui kanal You Tube Khilafah News.
Menurutnya, ini soal mindset dalam pengelolaan negara. Seharusnya penguasa hadir sebagai pelayan rakyat melayani sepenuh hati tanpa berpikir keuntungan. “Oleh karena itu prinsip keadilan serta transparansi anggaran perlu dibuka secara rinci dan adil agar rakyat tidak dibuat susah,” harapnya.
Hanif membeberkan, pada akhir 2022 BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) mengelola dana haji sebesar Rp 166 triliun. “Pertanyaannya ke mana dana sebesar itu sementara pemerintah Arab Saudi justru menurunkan biaya haji 30 persen. Kita malah menaikkan hampir dua kali lipat,” sesalnya.
Menurut Hanif, rakyat harus mempertanyakan itu semua, tidak boleh pasrah. Rakyat harus berani meminta hak-haknya setelah menunaikan kewajiban menyetorkan dana haji, dikemanakan uangnya. Jangan sampai karena biaya naik kemudian pasrah. “Harusnya ada gerakan dari umat untuk menanyakan ke anggota DPR kalau perlu harus ada dengar pendapat dengan anggota DPR,” tandasnya.
Dari pengamatannya, ia berkesimpulan bahwa tata kelola negara ini berorientasi bisnis sampai-sampai ibadah pun dibisniskan. “Kalau ibadah haji saja dikomersialkan bagaimana dengan yang lain? Harusnya negara hadir melayani rakyat. Dalam kaitan ibadah haji, kalau sumber daya alam yang melimpah di negeri ini dikelola sesuai syariat sebenarnya hasilnya bisa untuk menggratiskan biaya haji,” paparnya.
Bentuk pelayanan seperti ini, menurutnya, akan sangat dikenang oleh umat karena sebaik-baik pemimpin adalah yang terbaik dalam melayani rakyat. “Ketika penguasa memudahkan urusan rakyat maka rakyat tidak henti-hentinya mendoakan kebaikan untuk penguasanya,” imbuhnya.
Tidak Mahal
Menurut Hanif, kalau mengacu kepada sistem Islam penyelenggaraan ibadah haji itu tidak perlu mahal dan tidak perlu antre dalam waktu yang cukup lama. Ia memberikan alasan, sumber pemasukan negara yang melimpah yang berasal dari sumber daya alam bisa dialokasikan sebagiannya untuk subsidi biaya haji.
“Apalagi Makkah Madinah itu negeri Muslim yang akan masuk dalam kesatuan wilayah Islam sehingga tidak dibutuhkan visa dan paspor. Dengan itu biaya akomodasi bisa ditekan, sehingga ini akan sangat memudahkan rakyat menunaikan ibadah haji,” urainya.
Hanif menambahkan, negara akan mengatur sedemikian rupa sehingga antrean tidak terlalu lama. Hanya yang sudah benar-benar mampu saja yang masuk daftar antrian. Di samping itu negara akan menyiapkan armada yang cukup dengan jumlah yang memadai.
“Menjadi kewajiban negara untuk memberikan pelayan terbaik kepada rakyatnya. Oleh karena itu negara harus mengubah mindset dari orientasi bisnis menjadi orientasi pelayanan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun