Mediaumat.info – Terkait melantainya nikel Indonesia di bursa komoditas logam London Metal Exchange, Peneliti dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak, mengatakan tidak ada yang bisa dibanggakan.
“Terkait melantainya nikel Indonesia di bursa komoditas logam London Metal Exchange, sebenarnya tidak ada yang bisa dibanggakan,” ujarnya kepada media-umat.info, Senin (4/11/2024).
Menurut Ishak, ada empat alasan kenapa hal itu tidak bisa dibanggakan. Pertama, PT CNGR, yang beroperasi di Indonesia, adalah perusahaan hasil kerja sama antara CNGR Advanced Material Co. Ltd. dari Cina dan Rigqueza International PTE. Ltd. yang berbasis di Singapura yang beroperasi di kawasan Industri Morowali Industrial Park (IMIP).
“Sehingga hal ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia menjadi lokasi produksi, perusahaan pengendali tetaplah asing, sehingga nilai tambah bagi Indonesia dipertanyakan,” jelasnya.
Kedua, penambangan dan peleburan nikel di Indonesia, memiliki dampak negatif pada lingkungan dan masyarakat setempat.
Ishak melihat, kegiatan ekstraksi dan pengolahan nikel ini mengakibatkan degradasi lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air, udara, dan tanah, yang berdampak langsung pada masyarakat lokal. Selain itu, aktivitas ini juga berkontribusi pada perubahan iklim global karena smelter nikel merupakan industri dengan jejak karbon tinggi.
Ketiga, pada kenyataannya, proses penambangan nikel di Indonesia lebih banyak menghasilkan bahan setengah jadi yang kemudian diekspor ke Cina. Di Cina sana, nilai tambah nikel baru diwujudkan dalam bentuk barang jadi, yang memberikan keuntungan lebih besar bagi industri mereka daripada bagi masyarakat Indonesia.
Ishak menilai, kebijakan insentif seperti tax holiday yang diberikan dalam waktu lama juga memperlihatkan bahwa hasil dari investasi asing ini lebih menguntungkan pihak luar daripada rakyat Indonesia sendiri.
“Di sisi lain, ketidakadilan dalam distribusi manfaat ini terlihat nyata di daerah-daerah penghasil nikel seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara, yang tingkat kemiskinannya tetap tinggi,” ungkapnya.
Keempat, pandangan Islam mengenai pengelolaan sumber daya alam, termasuk nikel, menekankan bahwa kekayaan alam yang melimpah dan strategis seharusnya dikelola sebagai milik umum dan diarahkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Ia menegaskan, dalam ajaran Islam, barang tambang strategis seperti nikel dianggap sebagai barang milik umum (milkiyyah ammah) yang tidak boleh dimonopoli atau dikelola hanya untuk kepentingan segelintir pihak, terutama pihak asing. Ajaran Islam menegaskan agar barang milik umum dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat.
Ishak memandang, Mind Id melalui Antam, yang sudah memiliki keahlian dan kapasitas dalam pengelolaan nikel, seharusnya diberdayakan sebagai pengelola utama. Namun, sektor swasta dan perusahaan asing sangat mendominasi penguasaan tambang nikel.
“Alhasil, model investasi kapitalistik ini harus dihentikan, dan pengelolaannya harus diserahkan kepada negara melalui BUMN seperti yang diatur di dalam Islam,” pungkasnya.[] Agung Sumartono
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat