Negara Khilafah Adalah Rahmat Yang Didedikasikan Untuk Seluruh Umat Manusia

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikan penyebaran virus corona (covid-19) sebagai epidemi global.

Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan jumlah kasus di luar China telah meningkat 13 kali lipat dalam dua minggu terakhir.

Prosedur yang berlaku menjelaskan bahwa “epidemi global” adalah penyakit yang menyebar di sejumlah negara di dunia pada saat yang bersamaan (www.bbc.com, 11/03/2020).

**** **** ****

Mereka yang mati akibat kelaparan dan lainnya jauh lebih banyak daripada mereka yang meninggal akibat virus corona (covid-19). Statistik yang mengerikan dipublish oleh situs worldmeter. Saya tidak ingin menyebutkan statistik tahunan, tetapi saya akan menyebutkan beberapa angka untuk hari Kamis (12/3) yang terus meningkat, sebab kematian akibat kelaparan mencapai 16.055 jiwa, kematian akibat polusi air mencapai 1.212 jiwa, kematian akibat penyakit menular mencapai 18.733 jiwa, kematian akibat aborsi 61.360 jiwa, dan orang yang meninggal karena AIDS 2.419 jiwa. Jika Anda kembali ke situs ini, maka Anda akan menemukan lebih banyak angka daripada yang Anda sebutkan. Angka-angka ini jauh lebih banyak daripada yang mati akibat virus corona (covid-19). Lalu, mengapa media membesar-besarkan hal ini? Apakah perang ekonomi atau politik?

Laporan teknis Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) mengatakan bahwa kontraksi 2% dalam produksi China memiliki efek berganda pada keseluruhan arus ekonomi global, “yang sejauh ini telah menyebabkan penurunan sekitar 50 miliar dolar AS” dalam perdagangan antar negara. Laporan tersebut menyatakan bahwa sektor-sektor yang paling terpengaruh oleh penurunan ini termasuk “pembuatan alat presisi, mesin, peralatan otomotif dan peralatan telekomunikasi”.

“Di antara negara-negara yang paling terpukul adalah kawasan-kawasan seperti Uni Eropa (15,5 miliar dolar), Amerika Serikat (5,8 miliar dolar), dan Jepang (5,2 miliar dolar)”, kata Pamela Coke-Hamilton, kepala Divisi Perdagangan dan Komoditas Internasional UNCTAD.

Adapun ekonomi “negara-negara berkembang yang bergantung pada penjualan bahan baku”, maka perasaan kerusakan seperti itu “sangat intens”, tambah pejabat ekonomi PBB itu.

Kerugian China mencapai 20 miliar dolar. Pasar China Alibaba kehilangan miliaran dolar demi sebuah perusahaan Amerika. Sedang perusahaan Amerika Amazon meraup laba 35 miliar dolar karena ketakutan dan kepanikan masyarakat akan berita virus corona (covid-19) yang datang dari China. Sehingga mereka beralih dari pembelian melalui perusahaan ekspres China ke perusahaan Amerika, Amazon.

Kantor berita CNN melaporkan bahwa maskapai penerbangan global telah kehilangan 113 miliar dolar dalam penjualan jika virus corona terus menyebar, menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional.

Perusahaan Inggris (Flybe) mengumumkan kehancurannya pada hari Kamis dan mem-PHK lebih dari dua ribu orang karyawannya, setelah kerugian berturut-turut yang telah ditimbulkannya sejak awal tahun ini. Kehancuran ini terjadi hanya beberapa bulan setelah rencana penyelamatan pemerintah untuk perusahaan yang tampaknya tidak berhasil dalam menghadapi kerugian virus corona. Epidemi ini juga melanda sektor pariwisata di Yordania, Lebanon, Maroko, dan lainnya.

Adapun itu dipolitisasi, bahwa berita virus menenggelamkan semua berita yang terkait dengan kejahatan yang dilakukan oleh negara-negara Barat di Suriah, Irak, Yaman dan Libya, serta kesepakatan abad ini, yang menyarankan agar mewujudkan agenda kotor negara-negara teroris, menjadi jauh dari media.

Tindakan pertama yang harus diambil dalam epidemi dan penyakit menular adalah karantina. Sementara perbedaan antara karantina di negara Khilafah dan karantina di negara-negara sekuler saat ini adalah keterlibatan umat bersama dengan negara. Di negara-negara sekuler orang-orang justru melarikan diri dari karantina, dan hanya beberapa orang yang menerimanya secara sukarela. Sedang di dalam negara Khilafah, seorang Muslim memaksakan karantina pada dirinya sendiri, karena itu adalah hukum yang harus dipatuhi. Jika negara mewajibkan karantina, ia harus mematuhinya dengan keyakinan akan keadilan undang-undang karena ia hukum syariah yang datangnya dari Allah subhānahu wa ta’āla, mematuhinya adalah bentuk ketaatan kepada Allah, bukan ketaatan pada manusia. Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama, yang bersabda:

«إذَا سمِعْتُمْ الطَّاعُونَ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإذَا وقَعَ بِأَرْضٍ، وَأَنْتُمْ فِيهَا، فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا»

Jikalau kalian mendengar ada wabah tha’un di sesuatu negeri, maka janganlah kalian memasuki negeri itu. Dan jika wabah terjadi di daerah di mana kalian sedang berada di dalamnya, maka jangan keluar dari daerah itu untuk melarikan diri darinya.” (HR Bukhari-Muslim).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang masalah tha’un, lalu beliau mengabarkan aku bahwa tha’un (penyakit sampar, pes, lepra) adalah sejenis siksa yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi kaum Muslim dan tidak ada seorangpun yang menderita tha’un lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala, dan mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah mentaqdirkan kepadanya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid.” (HR Bukhari).

Termasuk juga ada langkah-langkah pengobatan yang harus diberikan oleh negara Khilafah kepada warga negaranya.

Perbedaan antara negara Khilafah dan negara sekuler ini adalah bahwa kaum Muslim mematuhi undang-undang sebagai ibadah kepada Allah. Sementara orang-orang di negara-negara sekuler menghindar dari undang-undang dengan berbagai cara, dan mereka menolak karantina kecuali mereka benar-benar dipaksa oleh kekuatan. Bagi seorang kapitalis tidak ada nilai-nilai kemanusiaan atau moral yang memaksanya untuk tetap tinggal di negeri yang terkena wabah, karena dia akan mati, sedang dia tidak punya keyakinan tentang surga, neraka, hisab dan hukuman, sehingga pilihannya hanya satu, yaitu melarikan diri. Bahkan mungkin dia berusaha untuk menyebarkan penyakit pada orang lain, dengan prinsip “aku menderita musuhku juga harus menderita”, dan “aku hancur orang sesudahku juga harus hancur”. Inilah yang dilakukan beberapa orang China. Sementara orang Muslim menganggap tinggal di dalam negeri endemis sebagai perlindungan bagi yang lain dari terinfeksi, dan menjadi korban seperti dirinya. Untuk itu ia layak mendapat syahid jika mati karenanya. Sungguh, rasa tanggung jawab ini tidak akan pernah ditemukan dalam ideologi-ideologi dan agama-agama selain Islam. Ingat, jika penyakit itu terbatas di daerah yang kecil, maka itu tidak berpengaruh pada orang banyak, dan tidak mengganggu kehidupan ekonomi, seperti yang terjadi saat ini.

Kapan dunia ini menyadari bahwa tegaknya negara Khilafah, dan bagusnya penerapan Islam di dalamnya adalah rahmat bagi semua umat manusia?! Dan kita sekarang berada di bulan Maret, yang mengingatkan kita pada peringatan 99 tahun runtuhnya negara Khilafah. Semoga Allah subhānahu wa ta’āla mempercepat tegaknya kembali negara Khilafah untuk mengakhiri semua penyakit, kejahatan, dan teror yang diproduksi oleh para penjahat dunia. Negara Khilafah dengan cahayanya akan menyinari semua umat manusia di bumi, baik ia Muslim maupun kafir. [Najah as-Sabatain]

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 14/03/2020.

Share artikel ini: