Negara Imperialis, Sumber Konflik di Dunia Islam
Upaya kriminalisasi ajaran Islam seperti Khilafah ala Minhajin Nubuwah, terus dilakukan. Khilafah dan perjuangan menegakkan Khilafah disebut-sebut menjadi penyebab konflik di Timur Tengah. Krisis di Suriah dan Irak, disebut-sebut terjadi karena keinginan menegakkan Khilafah. Padahal ini jelas merupakan penyesatan politik. Konflik di Timur Tengah saat ini tidak ada hubungannya dengan Khilafah ala mInhajin nubuwah. Adapun yang dilakukan ISIS, bukanlah representasi Khilafah ala Minjahin Nubuwah.
Sebaliknya, penjajahan negara-negara imperialis lah yang menjadi pangkal konflik di Timur Tengah. Meskipun hampir semua negeri-negeri Islam telah mengklaim merdeka, namun penjajahan itu sesungguhnya masih terjadi. Penjajahan, bukanlah sekadar dilihat dari keberadaan tentara penjajah di sebuah negara, namun juga bisa terjadi melalui ekonomi, sosial budaya, dan politik baik dalam negeri dan luar negeri. Keberlangsungan penjajahan itu dipertahankan melalui dua pilar : sistem kenegaraan masih merujuk kepada penjajah dan dan penguasa boneka yang memuluskan penjajahan. Bahwa penjajahan itu masih terjadi, bisa dilihat bagaimana negeri-negeri Islam, dikontrol, dikendalikan dan dipengaruhi negara-negara penjajah.
Apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini mencerminkan hal itu. Berbagai konflik di sana tidak bisa dilepaskan akibat pengaruh negara-negara penjajah. Krisis Palestina, tidak bisa dipisahkan dari keberadaan entitas penjajah Yahudi yang kelahirannya dibidani Inggris lewat deklarasi Balfour, kemudian dipelihara dan dijaga oleh Amerika dengan legitimasi organ internasional penjajah :PBB. Dengan dukungan negara-negara imperialis, Zionis Israel mengusir umat Islam dari tanahnya sendiri, melakukan pembunuhan massal dan pembantaian, tiada henti hingga saat ini.
Di Mesir, untuk menghabisi kekuatan politik Islam yang menginginkan kebangkitan Islam, Amerika Serikat mendukung penuh rezim-rezim represif yang di luar batas kemanusiaan. Mulai dari Gamel Abdul Nasser, Anwar Sadat, Husni Mubarak, hingga As Sisi saat ini. Meskipun rezim brutal ini melakukan penangkapan, penyiksaan, pengadilan tanpa berkeadilan, hingga pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri, Amerika tetap memberikan dukungan politik maupun keuangan untuk menopang rezim represif militer. Amerika sangat khawatir kebangkitan politik Islam di Mesir, dalam wujud negara yang menerapkan syariah Islam akan mengguncang tahta kekuasaanya di Timur Tengah.
Hal yang sama terjadi di Suriah. Berpuluh tahun negara Amerika dan sekutunya menopang keberadaan rezim Bashar yang bengis. Ribuan rakyatnya dibunuh, dipenjara, dan disiksa di era Hafidz Assad. Kejahatan ini dilanjutkan sang anak yang tak kalah kejinya, Bashar Assad. Keinginan perubahan ke arah Islam dari rakyat Suriah saat Arab Spring yang awalnya berlangsung damai, pecah menjadi konflik bersenjata. Berawal dari sikap rezim Bashar yang melakukan respon brutal dengan melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya yang ingin berubah secara damai.
Pada mulanya, Amerika berharap, akan segera bisa dicari pengganti Bashar Assad, yang seolah-olah pro terhadap rakyat, seperti yang dilakukannya di Mesir dan Tunisia. Namun keinginan rakyat Suriah terhadap Islam tidak bisa dibendung. Amerika pun mengambil kebijakan dua kaki, seolah-olah berseberangan dengan rezim Bashar, namun di sisi lain, membiarkan rezim Bashar berkuasa dengan membiarkan masuknya Iran, Hizbullah, hingga Rusia yang memperkuat rezim Bashar. Di Era Trump, Amerika benar-benar menunjukkan jati dirinya, bersepakat secara terbuka dengan Rusia, untuk mempertahankan rezim Bashar, mencegah kebangkitan Islam di sana.
Gejolak Yaman juga tidak bisa dilepaskan dari kepentingan negara-negara imperialis, dalam hal ini persaingan diam-diam Amerika dan Inggris. Melalui Saudi yang saat ini ada di tangan rezim Salman yang pro Amerika, Amerika mendukung perang yang telah mengorbankan banyak rakyat sipil. Tujuannya tidak lain menggeser pengaruh Inggris di negara itu.Hal yang sama terjadi di Libya.
Sementara, pergolakan di Saudi saat ini, tidak lepas dari keinginan Amerika untuk benar-benar menguasai Saudi dan menghabisi pengaruh Inggris. Menurunnya harga minyak dunia, yang memukul Saudi menjadi momen penting bagi Amerika untuk memperkuat posisinya di Saudi. Amerika pun mendukung penuh Raja Salman dan kroninya. Kompensasinya adalah liberalisasi ekonomi dan deradikalisasi yang intinya adalah deislamisasi, menjauhkan dari syariah Islam yang totalitas. Pertarungan antar elit kerajaan, para pangeran pun tampaknya akan semakin membesar.
Krisis di Irak, juga tidak bisa dilepaskan dari pendudukan Amerika lewat perang teluk II dengan alasan menumbangkan rezim Saddam. Pendudukan Amerika ini telah mengorbankan lebih dari 1 juta rakyat Irak. Tidak hanya itu, Amerika terus mengobarkan api sektarian yang membakar rakyat Irak. Konflik horizontal pun pecah, sebagai bagian dari politik adu domba negara penjajah ini. Untuk melemahkan Irak, Amerika merancang Irak sebagai negara federal dengan ikatan lemah berdasarkan basis sektarian: sunni, syiah dan Kurdi.
Di Indonesia, saat ini rezim Jokowi, tidak bisa lepas dari kontrol Amerika. Sebagaimana negara-negara lain, rezim liberal ini semakin menunjukkan kebenciannya terhadap Islam. Kriminalisasi ulama dan kelompok Islam yang memperjuangkan syariah Islam dan Khilafah terus terjadi. Politik adu domba dan belah bambu dilakukan. Legitimasi hukum dikeluarkan lewat Perppu yang kemudian disahkan menjadi UU Ormas.
Walhasil, berbagai konflik di Timur Tengah dan negeri-negeri Islam disebabkan kebijakan penjajahan Amerika yang diperkuat oleh penguasa-penguasa boneka mereka. Strateginya juga sama: kriminalisasi ajaran Islam seperti Khilafah dan politik pecah belah /adu domba. Kriminalisasi Khilafah ini jelas merupakan penyesatan politik. tujuannya tidak lain adalah untuk menjauhkan umat Islam dari perkara penting ini, yang oleh para ulama disebut A’dzomul Wajibat (Kewajiban yang paling Agung) dan Tajul Furud(Makhota dari Kewajiban). Sebab dengan Khilafah Islam seluruh syariah Islam bisa ditegakkan, umat Islam seluruh dunia bisa dipersatukan, dan negeri-negeri Islam bisa melepaskan diri dari penjajahan negara-negara kafir. Allahu Akbar .[]
Ditulis oleh: Farid Wadjdi