Negara Cina Tahu Efektivitas Pfizer Lebih Bagus Dibanding Sinovac

Mediaumat.news – Negara Cina mengekspor vaksin Sinovac buatannya sendiri yang belum lulus uji klinis fase tiga dan efektivitasnya rendah ke Indonesia, sedangkan untuk keperluan dalam negerinya mengimpor vaksin Pfizer dari Amerika yang sudah lulus uji klinis fase tiga dan efektivitasnya 95 persen.

“Cina tahu bahwa efektivitas vaksin Pfizer ini lebih bagus daripada hasil uji klinis beberapa kandidat vaksin yang dimilikinya seperti vaksin Sinovac yang diimpor Indonesia,” ujar Analis Senior dari Pusat kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan kepada Mediaumat.news, Jumat (18/12/2020).

Fajar mengatakan, sepanjang ada peluang bisnisnya maka Cina akan ambil vaksin dari mana pun, termasuk untuk kasus vaksin Pfizer ini. Maka Cina juga beli vaksin Pfizer untuk diedarkan di Cina daratan, Hongkong, Taiwan dan Makau. Karena mereka tahu persis demand-nya sangat tinggi, sehingga pasti laris dan pasti untung.

“Cina melihat peluang itu. Nah itulah watak kapitalisme, sepanjang ada peluang keuntungan semua akan dilakukannya,” ucapnya.

Ia memandang, dalam konteks persaingan negara-negara kapitalis, urusan vaksin ini mereka berlomba-lomba untuk segera menemukan vaksinnya. Agar bisa segera dijual termasuk dijual ke negara-negara dunia ketiga yang pasti tidak punya kemampuan riset dan pengembangan virus.

Menurut Fajar, kondisi ini bagi negara-negara maju adalah pasar yang teramat besar untuk beberapa tahun ke depan dan menjadi potensi bisnis yang menjanjikan. Dengan jumlah populasi yang terpapar hampir 75 juta orang, maka siapa pun yang menemukan vaksinnya akan mendulang keuntungan yang sangat besar.

“Ukuran bisnisnya luar biasa besar, kalau kita kalkulasi ada sekitar 7 miliar orang membutuhkan vaksin dan harga dua dosis vaksin katakanlah Rp 400 ribu saja, maka ketemu 2.800 triliun. Itu menjadi giant business,” bebernya.

Jadi, ungkap Fajar, terkait vaksin ini, bagi negara-negara maju adalah peluang untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, Karena mereka tahu persis dunia sedang membutuhkan.

Sementara bagi negara di dunia ketiga, beber Fajar, akan tetap menjadi objek dan potensial market bagi vaksin Covid-19. Dan akan membayar pada harga yang mahal untuk mendapatkan vaksin itu. Tapi mereka tidak punya kuasa menolak sebab tidak memiliki kemampuan menemukan dan memproduksi sendiri.

“Saya dapat katakan bahwa ini menunjukkan wajah asli kapitalisme,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: