Narasi Radikalitas HTI: Antara Kerancuan Epistemologi dan Sentimentalitas Politik Kekuasaan

 Narasi Radikalitas HTI: Antara Kerancuan Epistemologi dan Sentimentalitas Politik Kekuasaan

Oleh: Dr. Ahmad Sastra | Kepala Divisi Riset dan Literasi Forum Doktor Islam Indonesia

 

Radikalisme : Genealogi dan Histori

Radikalisme adalah istilah yang dikonstruk oleh epistemologi Barat, bukan dari khasanah ajaran Islam. Radikalisme berasal dari kata radical atau  radix yang berarti “sama sekali” atau sampai ke akar akarnya. Dalam kamus Inggris Indonesia susunan Surawan Martinus kata radical disama-artikan (synonym) dengan kata “fundamentalis” dan “extreme”. ‘radikalisme’ berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar ; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada etimologi kata “akar” atau mengakar.

Secara historis, istilah fundamentalisme atau radikalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-19, untuk menunjukkan sikap gereja terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat modern serta sikap konsisten mereka yang total terhadap agama Kristen. Gerakan Protestan dianggap sebagai awal mula munculnya fundamentalisme.

Mereka telah menetapkan prinsip-prinsip fundamentalisme pada Konferensi Bibel di Niagara tahun 1878 dan Konferensi Umum Presbyterian tahun 1910, dimana saat itu mulai terkristalisasi ide-ide pokok yang mendasari fundamentalisme. Ide-ide pokok ini didasarkan pada asas-asas teologi Kristen, yang  bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan  yang lahir dari ideologi kapitalisme yang berdasarkan aqidah pemisahan agama dari kehidupan.

Istilah radikalisme mengalami semacam politisasi makna, istilah radikal oleh Barat kemudian dijadikan sebagai alat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang membahayakan. Monsterisasi inilah yang kelak melahirkan islamophobia di Barat dan seluruh dunia. Ini adalah fakta sejarah, bukan ilusi apalagi fitnah. Menggunakan istilah radikal untuk Islam merupakan sebuah kerancuan epistemologi atau cacat intelektual dan cacat historis.

Inilah akibatnya jika menjadikan epistemologi Barat sekuler sebagai timbangan untuk menilai  Islam dan kaum muslim. Jika orang Barat melakukan tuduhan dan fitnah terhadap Islam, maka itu suatu kewajaran, namun jika dilakukan oleh seorang muslim, maka fitnah terhadap Islam bisa dikatakan sebagai bentuk pengkhiatan.

Padahal Allah telah dengan tegas agar menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai tempat kembali dan menimbang atas berbagai kondisi kaum muslimin, sebab seluruh kaum muslimin mestinya bersatu dibawah ikatan aqidah Islam, bukan sekulerisme Barat. Perhatikan firman Allah : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya [QS An Nisa [4] : 59]

Meski demikian, jika obyektif, maka orang Baratpun akan melihat dan menilai Islam sebagai kebaikan bukan keburukan. Will Durant, 1926. The History of Civilization, vol. xiii, hlm. 151 menyatakan bahwa Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri yang terbentang dari Cina, Indonesia, India, Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir hingga Maroko dan Andalusia. Islam juga mendominasi cita-cita dan akhlak mereka serta berhasil membentuk gaya hidup mereka.

Islam telah membangkitkan harapan mereka serta meringankan permasalahan dan kecemasan mereka. Islam telah berhasil membangun kemuliaan dan kehormatan mereka…Mereka telah disatukan oleh Islam; Islam telah berhasil melunakkan hati mereka, meski mereka berbeda-beda pandangan dan latar belakang politik. Karena itu hanya orang yang tidak paham sejarah yang akan melakukan tuduhan bahwa Islam adalah agama intoleran, sebab sejarah justru menunjukkan kesempurnaannya dalam menghargai perbedaan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Kesempurnaan Islam juga ditunjukkan melalui berbagai istilah yang disematkan dalam kata Islam yang berasal dari Al Qur’an. Berbagai kata yang disematkan Allah setelah kata Islam misalnya kaffah, rahmatan lil’alamin dan washatiyah. Ketiganya memiliki pengertian khas yang sahih karena berasal dari Allah langsung. Sementara istilah-isilah yang disematkan setelah kata Islam banyak yang telah menyimpang dari al Qur’an karena berasal dari epistemologi Barat yang sekuler. Istilah Islam radikal lebih banyak mengandung unsur sentimentalitas dibandingkan intelektualitas.

Kesempurnaan Islam juga ditunjukkan dengan holistisitas ajarannya yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Hal ini karena Islam merupakan ajaran terakhir yang dibawa oleh Nabi terakhir untuk seluruh manusia. Ajaran Islam meliputi ajaran tentang ekonomi, pendidikan, budaya, dan politik. Islam mengajarkan dari mulai urusan kecil seperti doa masuk kamar mandi hingga bagaimana membangun negara dan peradaban. Inilah Islam yang sesungguhnya yang datang dari Allah melalui Rasulullah.

Meski sepanjang sejarah, kesempurnaan Islam selalu mendapat tuduhan keji karena kebencian dan dendam sejarah. Bahkan Barat yang tidak suka dengan Islam menginginkan keterpecahan kaum muslimin dengan strategi adu domba. Barat menginginkan polarisasi muslim dengan memberikan lebel dan kampling-kapling Islam sehingga menimbulkan berbagai friksi intelektual hingga fisik sesama muslim yang cenderung destruktif.  Akibatnya kini kaum muslim mengalami perpecahan dan bahkan hingga permusuhan.

Konstruksi epistemologi  Barat didasarkan oleh aliran pemikiran sekuleristik, liberalistik, pluralistik, skeptisistik, ateisitik, permisifistik, relatifistik dengan tujuan dekonstruksi epistemologi Islam. Istilah Islam radikal adalah bagian dari ghozwul fikr  yang bermuara kepada imperialisme epistemologi. Hasilnya umat Islam menjadi ragu kepada agamanya sendiri karena telah terjadi sinkretisme, pelarutan dan pembaratan ajaran Islam

Secara historis, serangan epistemologi Barat terhadap Islam memiliki tujuan utama untuk melumpuhkan ajaran Islam dan memecah belah kaum muslimin di seluruh dunia, melalui gerakan misionarisme dan orientalisme. Gerakan misionaris dan orientalisme berperan besar dalam pola dekonstruksi  ajaran Islam melalui apa yang disebut sebagai metode ilmiah. Metode ilmiah inilah pula yang telah menipu dan menyeret kaum intelektual muslim hingga mereka merasa bangga dengan pendekatan baru studi Islam kontemporer ini. Inilah cikal bakal lahirnya kaum liberal di dunia Islam.

Tokoh utama pengusung hermeneutika di dunia Islam adalah Nasr Hamid Abu Zayd (Mesir) yang telah divonis murtad oleh Mahkamah Agung Mesir 1996, juga Arkoun dari Afrika Utara yang kini di Eropa, serta Fazlur Rahman yang harus hengkang dari Pakistan ke Chicago Amerika. Kini para penerus mereka bertebaran di Indonesia dan bermarkas di berbagai perguruan tinggi Islam.

Setidaknya ada empat karakteristik dan tujuan Barat  melancarkan imperialisme epistemologi sebagai propaganda Barat menyerang Islam, Pertama, Harakah At Tasykik yakni menumbuhkan keraguan (skeptis) pada umat Islam akan kebenaran Islam. Diantara keraguan yang mereka lancarkan adalah gugatan tentang otentitas Al Qur’an, Islam sebagai Mohammadanisme, keraguan atas kerasulan Muhammad.

Dampak dari at tasykik adalah tumbuhnya sikap netralitas dan relativitas terhadap ajaran Islam. Jika masih ada seorang muslim yang secara fanatik memahami Islam maka mereka kemudian dicap sebagai fundamentalis, radikalis, islamist dan teroris.

Kedua, Harakah At Tasywih, yaitu menghilangkan rasa kebanggaan terhadap ajaran Islam dengan cara memberikan stigma buruk terhadap Islam. Mereka dengan gencar mencitrakan Islam secara keji melalui media-media.

Islam dipresentasikan sebagai agama yang antagonistik terhadap ide-ide kebebasan, HAM, demokrasi, pluralisme dan nilai-nilai Barat lainnya. Dampak dari tasywih ini adalah menggejalanya inferiority complex (rendah diri) pada diri umat Islam, islamopobhia, pemujaan  kepada Barat

Ketiga, Harakah At Tadzwib, yakni gerakan pelarutan (akulturasi) peradaban dan pemikiran.  Dampaknya adalah terjebaknya umat Islam dalam pemikiran pluralisme agama. Pluralisme jelas bertentangan dengan Islam. Sebab pluralisme menurut WC Smith bermakna transendent unity of religion (wihdat al adyan), dan global teologi menurut John Hick.

Keempat, Hakarah At Taghrib yakni gerakan westernisasi segala aspek kehidupan kaum muslimin. Paradigma Barat dijadikan sebagai kiblat kaum muslimin dengan meninggalkan tsaqafah Islam. Melalui berbagai bidang seperti fun, fashion, film, dan food, Barat terus mempropagandakan ideologinya.

 

Islam : Agama Dakwah Perdamaian dan Anti Kolonialisme

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik [QS Ali Imran : 110]

Islam diturunkan Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW sebagai agama perdamaian. Kata Islam itu sendiri secara etimologi berarti keselamatan dan perdamaian. Sementara Islam dalam makna terminologi adalah sistem nilai dari Allah yang mengatur urusan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri serta manusia dengan sesama manusia. Makna terminologis ini memiliki arti bahwa sistem nilai Islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik ritual maupun sosial.

Islam adalah agama dakwah dan perdamaian, sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam al Qur`an suci, ‘Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah  dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.’ (QS An Nahl : 125)

Rasulullah sendiri sebagai utusan Allah yang membawa risalah Islam adalah sosok yang berakhlak agung dan sangat mencintai perdamaian. Sejak Rasulullah belum diangkat menjadi Rasul, beliau adalah pemuda yang sangat peduli kepada nasib masyarakat kecil yang menjadi korban kezaliman. Setelah menjadi Rasul, beliau dengan semangat yang membara menebarkan dan menerapkan Islam  sebagai sistem nilai perdamaian dan kesejahteraan untuk umat manusia. Sebab dalam ditegaskan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta, tanpa memandang suku, ras, bangsa dan agama.

Dalam pandangan Islam, masyarakat diibaratkan sebagai sekelompok penumpang kapal. Para penumpang itu berada di ruang bawah dan ruang atas kapal. Jika suatu saat penumpang yang berada di ruang bawah kapal menginginkan air dengan cara melubangi dinding kapal berharap mendapat kucuran air laut dengan asumsi agar tidak mengganggu penumpang yang diatas, maka apa yang akan terjadi.

Justru dengan perbuatan itu, kapal bisa tenggelam dan seluruh penumpang akan terkena dampaknya. Karena itu penumpang yang diatas harus mengingatkan untuk tidak melakukan tindakan itu, jika menginginkan keselamatan seluruh penumpang. Begitulan Islam, mengingatkan manusia agar tidak membuat lubang-lubang kezoliman dan kemaksiatan karena akan berdampak buruk kepada seluruh manusia.

Kapal itu ibarat universalitas Islam yang dengan sistem nilainya mampu menampung segala manusia dari berbagai ragam yang melekat pada dirinya. Selama manusia itu bisa memberikan ketaatan kepada nilai-nilai agung Islam, maka manusia akan mendapatkan kehidupan yang damai dan sejahtera. Sebab Islam lahir untuk mengubah berbagai bentuk kezoliman  menjadi kemuliaan.

Karena itu, saat Rasulullah memimpin Daulah Madinah, terciptalah kehidupan yang damai dan harmoni. Masyarakat dengan keyakinan agamanya bisa leluasa menjalankan keyakinannya di Madinah. Bahkan hak-hak mereka yang beda keyakinan sama kedudukannya dimata Islam sebagai warga negara. Rasulullah pernah mengancam siapapun yang mengganggu warga negara [kafir zimmah] di Madinah sebagai bentuk ancaman kepada beliau. Madinah adalah negara manusiawi yang menerapkan sistem nilai Islam bagi kebaikan seluruh umat manusia yang menerimanya.

Islam adalah jalan yang lurus yang akan membawa manusia kepada kebaikan dunia dan akherat. Allah sendiri yang menegaskan akan kebenaran dan kelurusan jalan Islam. Dalam Qur`an surat al An`am ayat 153 dinyatakan, ` Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.`

Islam adalah agama dakwah untuk mewujudkan perdamaian, kesejahteraan dan rahmat bagi alam semesta. Ketika suatu kehidupan diwarnai oleh berbagai sistem nilai yang zolim dan menyengsarakan rakyat, maka dengan dakwahnya Islam menyeru agar kembali kepada sistem nilai Islam. Islam adalah agama dakwah yang memberikan solusi fundamental bagi permasalahan manusia. Seluruh permasalahan manusia telah disediakan solusi oleh Allah melalui al Qur`an. Islam adalah jalan kebenaran dan keselamatan.

Dakwah adalah wujud kepedulian, bahkan kasih sayang Islam  kepada seluruh manusia di muka bumi.  Karakter  seorang muslim adalah kepeduliannya terhadap aktivitas dakwah untuk menciptakan kehidupan yang mulia. Sebab siapapun manusia secara naluri menginginkan sebuah kemuliaan, kedamaian dan kebaikan. Sistem nilai Islam jika diimplementasikan akan mewujudkan cita-cita mulia seluruh manusia.

Tidak ada paksaan dalam memasuki agama Islam. Namun Islam mengajarkan bahwa agama ini harus didakwahkan kepada segenap manusia di dunia. Islam mesti dipahami, diyakini, diamalkan dan diperjuangkan. Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia membawa rahmat dengan terbentuk pribadi yang shaleh, masyarakat mulia dan peradaban yang agung.

Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa mengingatkan manusia agar tidak melakukan berbagai bentuk kezoliman, baik saat dalam daulah Islam maupun diluar daulah Islam. Allah memerintahkan seluruh nabi-nabiNya agar mendatangi dan menyampaikan nasehat dan kebenaran Islam kepada para penguasa yang zolim. `Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (QS Thahaa : 43-44).

Islam mengapresiasi kerja dakwah sebagai sebaik-baik perkataan manusia. Dakwah juga harus dilakukan secara berjamaah. Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS Al Fushilat :33). Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran :104).

Jika dakwah Islam ditinggalkan umatnya, maka akan muncul berbagai kerusakan dan kezoliman.  Tanpa dakwah Islam, maka kehidupan manusia akan diliputi oleh kekufuran dan kemusyrikan. Tanpa dakwah Islam  juga akan muncul fasad (kerusakan) akibat sistem nilai yang tidak adil, bahkan akan muncul pula penguasa yang zolim dan mendatangkan murka Allah.  Sebaliknya dengan dakwah akan melahirkan kehidupan harmonis, damai dan sejahtera dibawah ridho Allah SWT.

Dakwah ini memerlukan keimanan dan pemahaman tentang realitas sebagai hakekat keimanan dan wilayahnya dalam sistem kehidupan. Keimanan dan tataran inilah yang akan menjadikan kebergantungan secara total kepada Allah, serta keyakinan bulat akan pertolonganNya kepada kebaikan serta perhitungan akan pahala di sisiNya, sekalipun jalannya sangat jauh. Orang yang bangkit untuk memikul tanggungjawab ini tidak akan menunggu imbalan di dunia, atau penilaian dari masyarakat yang tersesat dan pertolongan dari orang-orang jahiliyah dimana saja.

Meski oleh Allah, Rasulullah adalah manusia paling agung akhlaknya dan lemah lembut sikap dan tutur katanya, namun dakwah Nabi tidaklah sepi dari ujian dan cobaan. Sepanjang dakwah di Makkah, ketika Rasulullah menyerukan Islam sebagai ajaran terbaik yang datang dari Allah, maka kaum kafir Quraisy mulai merasa terganggu dan terusik. Dengan berbagai cara, mereka mencoba menghadang laju dakwah Nabi yang semakin mendapat simpati masyarakat Arab.

Dengan penuh kesabaran dan ketegaran jiwa, Rasulullah tidak pernah membalas perlakuan zalim kaum kafir saat itu. Sebaliknya, Rasulullah terus menyampaikan Islam dengan lemah lembut, hingga pada akhirnya orang-orang yang membenci dakwah Rasulullah tersadarkan dan masuk Islam. Banyak dari para sahabat Nabi yang dulunya justru orang-orang pembesar dan tokoh masyarakat yang menentang Rasulullah. Dakwah Islam adalah dakwah penuh perdamaian. Dakwah Nabi adalah cermin indah bagi umat hari ini.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab : 21). Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran : 31).

Islam adalah agama dakwah dan perdamaian untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia. Salah satu upayanya adalah membebaskan manusia dari berbagai belenggu penjajahan yang berakibat kepada kesempitan dan kesengsaraan hidup manusia. Karena itu Islam adalah satu-satunya agama yang antikolonialisme. Idologi kolonial menurut Islam adalah kapitalisme dan komunisme.

Dalam kontek kesejarahan Indonesia, tidak diragukan lagi bahwa kaum muslimin yakni para ulama dan santri dengan semangat keislaman telah menjadi para pejuang melawan penjahahan kapitalistik dan komunistik.  Kekuatan aqidah dan tauhid menjadi sumber energi bagi jihad perlawanan terhadap segala bentuk penjahan masa lalu, hingga Allah memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Berbagai jihad melawan tentara penjajah di medan perang membuktikan betapa Islam adalah ajaran sempurna bagi kebaikan manusia. Inilah keunggulan Islam dibanding ideologi lainnya yang justru berperan sebagai penjajah. Karena itu jika ada tuduhan Islam sebagai agama yang mengajarkan terorisme dengan mengkaitkan istilah jihad, maka selain sebagai fitnah keji, tuduhan itu merupakan bentuk penghinaan terhadap ajaran Allah.

Bahkan kata tauhid dalam Islam memiliki efek mempersatukan sekaligus membebaskan manusia dari belenggu dan keterjajahan. Makna harfiah tauhid adalah menyatukan atau mengesakan. Bahkan dalam makna generiknya juga digunakan untuk makna mempersatukan hal yang terserak atau terpecah. Misalnya penggunaan kata tauhid al kalimah yang kurang lebih berarti mempersatukan paham dan dalam istilah tauhid al quwwah yang berarti mempersatukan kekuatan. Ini dibuktikan dengan penyatun visi dan kekuatan kaum muslim dalam membebaskan [taharruruyyah] bangsa ini dari belenggu penjajahan kolonialis.

Karena itu kehadiran para Nabi Allah ke dunia selalu membawa misi pembebasan manusia dari segala belenggu dan penjajahan. Sebab kehadiran para Nabi dan Rasul selalu diikuti oleh kondisi sosiologis yang disebut jahiliyah. Kata jahiliyah menunjukkan kondisi dimana manusia dibelenggu oleh paham-paham sesat yang menyengsarakan. Islam hadir untuk membebaskan manusia dari belenggu sesat jahiliyah tersebut.

Istilah jahiliyah menurut Al Amir Syakib Arsalan merujuk pada sebuah kondisi bangsa Arab pra Islam pola pikir dan pola perilaku yang sangat jauh dari nilai-nilai kemuliaan agama. (lihat, Al Amir Syakib Arsalan Mangapa Kaum Muslimin Mundur, 1954, Bulan Bintang. Hal. 7). Ahmad Ratib Armush, menggambarkan zaman Jahiliyah pra Islam dengan mengutip perkataan Ja’far,” Wahai Raja dulu kami adalah bangsa Jahiliyah (bodoh) yang menyembah berhala, mengonsumsi bangkai, melakukan perbuatan keji, memutuskan silaturahmi, melukai tetangga, dan orang yang kuat diantara kami memangsa yang lemah. Kami seperti itu sampai Allah mengutus seorang Rasul dari bangsa kami kepada kami” (dikutip dari Ibnu Hisyam, as Syirah, j.1, hal. 359).

Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qol’ahji menggambarkan kondisi bangsa Arab pra Islam dalam bukunya Sirah Nabawiyah, Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw  dengan adanya berbagai bentuk kezaliman yang tiada tara. Setidaknya menurut dia, ada lima kezaliman yang terjadi di Arab praislam. Kelimanya adalah kezaliman politik, kezaliman sosial, kezaliman ekonomi, kesesatan aqidah , kesesatan pemikiran dan kezaliman jiwa.

Kondisi jahiliah yang sangat buruk dan mencapai titik kulminasi berbagai bentuk kezaliman ini sebagai representasi dari jauhnya mereka dengan ajaran-ajaran wahyu Allah. Kebodohan pemikiran, kesesatan aqidah dan sistem hidup yang destruktif telah menjerumuskan bangsa Arab pra Islam layak disebut sebagai bangsa paling tidak beradab dalam sejarah kemanusiaan. Dalam titik kulminasi inilah Rasulullah Muhammad saw diutus untuk membongkar kebobrokan sistem jahiliyah sampai akar-akarnya dengan membawa ajaran yang sama sekali baru yakni Islam.

Sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara dalam sub bab Sekapur Sirih 2 dalam buku Api Sejarah 2 menjelaskan dengan jelas tentang peran Islam dan kaum muslimin [ulama dan santri] dalam mengusir dan melawan penjajah dari bumi pertiwi. Ahmad Mansur Suryanegara menuliskan :

Ulama dan santri memasuki abad ke 14 H/20 M dihadapkan pada turunnya rahmat Allah Yang Maha Kuasa, yakni berakhirnya penjajahan politik atas bangsa dan negara Indonesia. Perang Doenia II [1939-1945 M] dan Perang Asia Timoer Raja [1941-1945 M], perang antar negara imperialis Barat yang bergabung dalam Pakta Pertahanan Sekoetoe – Alied Forces yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Rusia, Inggris dan Perancis melawan imperialis Barat dan Timur yang bergabung dalam Pakta Pertahanan Poros – Axis Pact. Mereka dipimpin Jerman, Italia dan Djepang. Dampaknya,bangsa dan negara Indonesia yang baru terbebas dari penjajahan Kerajaan Protestan Belanda ditandai dengan adanya Kapitulasi Kalijati Subang 8 Maret 1942. Kemudian menyusul terbebas dari penjajah Kekaisaran Shinto Djepang yang ditandai dengan menyerahnya Djepang kepada Sekoetoe, 14 Agustus 1945, diikuti dengan proklamasi 17 Agustus 1945. Proses terbebasnya dari penjajahan politik Barat dan Timur merupakan puncak keberhasilan perjuangan ulama dan santri yang berlangsung sejak 1511 M.

Menakar HTI : Antara  Obyektivitas Dan Sentimentalitas

            HTI sejauh yang penulis ketahui adalah ormas legal yang sejak lama berdiri di Indonesia dan memiliki kiprah positif bagi kesadaran keislaman bangsa ini. Sebab HTI sama dengan ormas Islam lainnya merupakan organisasi dakwah yang mendakwahkan ajaran Islam dari A sampai Z. Namun, oleh pemerintah, HTI kemudian dipersoalkan hingga dicabut legalitas badan hukumnya dengan didasarkan oleh berbagai asumsi yang dikonstruk pemerintah tanpa melalui proses peringatan dan peradilan.

Tidak mengherankan jika pemerintah dianggap oleh banyak kalangan justru telah melanggar konstitusinya sendiri. Sebab penerbitan perppu ormas dianggap sebagai tindakan semena-mena atas hak rakyat untuk berserikat dan berkumpul serta menyuarakan pendapat. Penerbitan perppu adalah langkah yang sombrono karena meniadakan proses dan prosedur  hukum yang selama ini justru dijadikan sebagai  pilar atas negara ini.

Ketidakadilan penerbitan  perppu ormas  ini dibuktikan oleh ketidakjelasan latar belakangnya. Jika ormas HTI dianggap sebagai ormas anti-pancasila, alasan inipun tidak pernah dengan jelas dipaparkan oleh pemerintah. Sebab secara substansial tidak ada satupun sila dari lima pancasila dilanggar oleh HTI. Sebaliknya jika dicermati, justru perilaku anti pancasila telah mewarnai negeri ini seperti korupsi, kriminalitas, LGBT, narkoba, privatisasi aset negara, dan gerakan sparatis yang jelas telah melecehkan simbol-simbol negara.

Oleh HTI, tindakan pemerintah ini merupakan bentuk kezaliman rezim terhadap ormas Islam yang justru telah banyak memberikan kontribusi positif bagi perbaikan masyarakat. Maka, HTI kemudian menempuh jalur hukum dengan melakukan gugatan atas keputusan pemerintah melalui PTUN. Salah satu tuduhan pemerintah yang dialamatkan kepada HTI adalah sebagai ormas radikal yang melahirkan terorisme. HTI juga dituduh mengajarkan pengkafiran kepada individu dan kelompok yang berbeda. Bahkan HTI oleh pemerintah melalui saksi ahli pemerintah disebut sebagai ormas yang mengajarkan jihad sebagai perang.

Nampaknya pemerintah melakukan pembacaan terhadap ormas HTI secara subyektif didasarkan oleh timbangan epistemologi Barat. Sebab HTI telah dengan jelas membantah seluruh tuduhan pemerintah, baik secara lisan maupun didasarkan oleh kitab-kitab yang dijadikan rujukan oleh HTI. Ormas ini justru melakukan apa yang disebut dakwah intelektual yang santun dan argumentatif dengan menjauhkan berbagai tindakan kekerasan. Sementara istilah radikalisme dan terorisme telah disebutkan di awal tulisan ini merupakan istilah Barat yang tidak tepat dan tidak terbukti jika dikaitkan dengan Islam.

Begitupun jika dikaitkan dengan ormas HTI, istilah radikal menjadi tidak tepat, sebab timbangnyya epistemologinya salah.  HTI adalah ormas yang berdakwah mengajarkan ajaran Islam dalam rangka menyadarkan masyarakat akan keislamannya. Disisi lain justru HTI telah menjadi satu-satunya ormas Islam yang secara serius mengingatkan pemerintah dan masyarakat akan bahaya neokolonialisme yang sedang menjajah Indonesia dengan memberikan solusi Islam untuk mengusir penjajah itu, sebagaimana dalam sejarah Islam telah menjadi solusi bagi pelawanan terhadap penjajah hingga Indonesia merdeka.

Penjajahan dari dulu hingga sekarang adalah sama yakni hegemoni kapitalisme dan komunisme di negeri ini. Kedua ideologi ini sejak dahulu telah melakukan penjajahan atas negeri ini. Hal ini sangat disadari oleh HTI dan demi cinta kepada Indonesia, HTI memberikan proses penyadaran ideologis dengan menjadikan Islam sebagai solusi.

Ada pasal fundamental dalam Undang-Undang Dasar di negeri ini bahwa sumber daya alam adalah milik rakyat dan dikuasai negara untuk dikelola demi kesejahteraan rakyat. Dalam perspektif Islam, sumber daya alam seperti air, hutan, minyak dan gas adalah milik rakyat atau umat yang tidak boleh dijual atau diprivatisasi menjadi monopoli individu.

Privatisasi sumber daya alam sebagai konsekuensi implementasi sistem ekonomi kapitalisme sejatinya melanggar undang-undang, terlebih prinsip Islam. Rasulullah pernah bersabda, kaum muslim bersekutu [memiliki hak yang sama] dalam tiga hal : air, padang dan api [HR Abu Dawud]

Sistem kapitalisme merujuk kepada sistem sosial ekonomi yang individualistik dan liberalistik, dimana kepentingan individu diatas segalanya. Karena itu kapitalisme sering juga disebut dengan istilah free enterprise atau private enterprise.

Hak milik privat atas alat-alat produksi dan konsumsi [tanah, pabrik, jalan, dll] dengan tujuan menumpuk kekayaan individual adalah karakter utama kapitalisme menurut Milton H Spencer. Konsep ini timbul dari pemikiran filsafat John Locke yang berpendapat bahwa kekayaan adalah hak alamiah dan terlepas dari kekuasaan negara.

Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang tercantung dalam pancasila hanya akan menjadi sebuah utopia bagi rakyat kecil, jika yang diterapkan di negeri ini justru kapitalisme yang individualistik. Menjual aset-aset strategis bagi faktor kesejahteraan rakyat adalah bentuk pengkhianatan terhadap bangsa ini.

Sebab semakin banyak kebijakan privatisasi, maka semakin menganga kemiskinan rakyat. Akhirnya negara hanya menjadi kapling-kapling para kapitalis yang hanya mementingkan dirinya sendiri.

Kapitalisme ekonomi akan menjadikan kesenjangan menganga antara yang kaya dan yang miskin. Kekayaan sebuah negara hanya akan dikuasai oleh segelintir manusia rakus.

Sementara dari sisi sosial, sekulerisme akan melahirkan perilaku individual amoral yang jauh dari nilai-nilai agama dengan berlindung dibalik hak asasi manusia sebagai hak individual untuk berbuat apa saja. Kapitalisme sekuler telah membawa self destructive sejak lahir.

Worlview kapitalisme yang antietika agama inilah yang kelak menjadi sumber malapetaka sosiologis dunia modern di seluruh aspeknya. Kapitalisme adalah kejahatan sistematis dan terstruktur yang ditopang oleh konsensus konstitusi hasil konspirasi pengusaha dan penguasa yang hidup dalam jeratan pragmatisme. Dari akar masalah inilah lahirnya berbagai bentuk kemiskinan dan kejahatan di masyarakat arus bawah karena tekanan hidup yang semakin tidak adil.

Sistem kapitalisme mendudukkan para pemilik modal diatas negara. Kedaulatan negara berada dibawah kuasanya. Faktor-faktor ekonomi strategis dikuasai sepenuhnya oleh para kapitalis yang mampu mengendalikan berbagai kebijakan negara. Kedaulatan dan keadilan dalam negara kapitalistik hanyalah sekedar retorika semua, jika tidak hendak dikatakan sebagai pembohongan publik.

Alih-alih penguasa akan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat sesuai amanah Undang-undang, dengan sistem kapitalisme ini justru sebuah negara akan mudah tergadaikan kedaulatannya dalam pesaran materialisme.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa negara bisa terjual jika menganut sistem kapitalisme ini. Bukan hanya sampai disitu, kapitalisme akan melahirkan berbagai kezaliman bagi rakyat kecil. Setidaknya ada empat kezaliman akibat sistem kapitalisme ini.

Pertama, kezaliman politik. Mengingat kekuasaan terhadap manusia dimonopoli oleh komunitas tertentu di antara mereka. Komunitas yang memonopoli kekuasaan ini senang memaksakan kehendaknya kepada rakyat, tanpa memberikan hak kepada siapapun untuk mengemukakan pendapatnya dalam menyusun program dan cara kerja penguasa. Di sana telah terjadi perampasan hak rakyat secara masif oleh sentral kekuatan politik negara.

Kedua, kezaliman sosial. Proses penjaringan penguasa dalam sistem kapitalisme diberikan hanya kepada orang-orang berduit dan yang mau melakukan tindakan tercela berupa suap atau gratifikasi. Akibatnya orang-orang yang sebenarnya memiliki kejujuran dan integritas tidak tidak ada peluang sama sekali jika tak memiliki uang.

Kapitalisme dengan demikian berwatak diskriminatif terhadap orang-orang baik yang sejatinya layak menjadi pemimpin. Terbukti banyaknya tindak pidana korupsi adalah cara untuk mengembalikan modal politik penguasa dalam sistem kapitalisme.

Ketiga, kezaliman ekonomi.  Tumbuhnya kelas sosial kapitalis yang memiliki kekayaan yang melimpah di satu sisi tapi terdapat pula kelas sosial yang sangat miskin di sisi lain. Kekayaan segelintir orang bisa melebihi harta ratusan juta rakyat jelata.

Hal ini diakibatkan oleh belum terfikirnya pembuatan peraturan pendistribusian kekayaan negara kepada rakyat. Karenanya tumbuh kelas sosial yang kaya (kapitalis) yang rakus dan menzalimi sesama demi memuaskan nafsunya tanpa mengindahkan aturan. Tumbuhlah praktek-praktek ribawi yang sangat menjerat si miskin.

Keempat, kezaliman jiwa. Masyarakat kapitalistik tidak dibangun di atas asas persaudaraan melainkan pemaksaan dan kepentingan sepihak. Inilah yang kemudian menghilangkan kejernihan jiwa penguasa dan rakyat. Mereka tumbuh menjadi penindas yang lemah. Jiwa mereka menjadi gelap penuh egoisme dan kecongkakan.

Akibatnya berbagai bentuk kejahatan dan kriminalitas  tumbuh subur dari dari pucuk penguasa hingga rakyat jelata. Rakyat kemudian banyak mengalami stress dan depresi akibat tekanan ekonomi yang kian menjerat.

Dalam konteks inilah sesungguhnya ormas HTI menginginkan bangsa ini terbebas dari berbagai bentuk penjajahan dengan menerapkan Islam secara kaffah dengan tegaknya institusi khilafah. Khilafah sendiri adalah bagian dari ajaran Islam yang mampu menjadi benteng bagi pertahanan dan pelawanan penjajahan. Dalam hal ini pemerintah mestinya berterima kasih kepada HTI karena telah memberikan contoh cinta yang mendalam kepada negeri ini dengan cara yang benar dan mulia.

  Semestinya pemerintah menghormati gagasan-gagasan yang disampaikan oleh masyarakat dengan cara yang seimbang. Sebab gagasan syariah sebagai solusi yang diemban oleh HTI adalah ajaran Islam itu sendiri. Bukankah penerapan syariah ini telah juga dilakukan di berbagai bidang seperti perbankkan syariah, wisata syariah, asuransi syariah, hotel syariah dan berbagai bidang lainnya. Bahkan Inggris dan Jepang adalah dua negara yang justru mengakui keunggulan sistem syariah ini. Disinilah pemerintah harus tetap tenang dan obyektif melihat kecenderungan dan perkembangan dunia dan melepas diri dari berbagai tekanan negara asing kapitalisme yang secara ideologis bertentangan dengan sistem Islam.

Jika mau obyektiif, ideologi kapitalisme sekuler jika ditelisik lebih mendalam justru menjauhkan negeri ini dari nilai-nilai Pancasila di semua aspek berbangsa dan bernegara. Sila pertama yang menyatakan keesaan Tuhan (tauhid) justru dinodai oleh berbagai penyimpangan agama yang semakin tumbuh tak terkendali. Sila kedua yang menyatakan kemanusiaan dan keberadaban justru dinodai oleh segala bentuk kriminalitas dan kezaliman yang semakin mengkhawatirkan. Karena itu dalam konteks HTI, pemerintah lebih banyak sentimentalitas dibandingkan rasionalitas demi mencari kebenaran yang hakiki. Selain itu pemerintah banyak mengalami ketidakpahaman atas epistemologi Islam sehingga melontarkan berbagai tuduhan kepada HTI.

Sistem ekonomi kapitalisme terbukti telah melahirkan kesenjangan ekonomi yang semakin dalam. Kekayaan di negeri ini hanya dikuasai oleh segelintir konglomerat, sementara rakyat kecil mayoritas belum bisa beranjak dari status warga miskin. Kemiskinan dan ketidaksejahteraan inilah yang seringkali memicu kriminalitas dan bahkan upaya disintegrasi. Cita-cita persatuan Indonesia justru berada di ujung tanduk dibawah hegemoni kapitalisme yang tak berkeadilan. Pertanyaannya, apa kapitalisme itu pancasilais ?. Wajar jika  Din Syamsudin menegaskan bahwa mestinya yang dibubarkan adalah kapitalisme, bukan ormas Islam. Sementara PKS menegaskan bahwa perppu ormas terbuktif represif [Republika, 27/7]. Jadi ketidakadilan ini semestinya diadili jika negeri ini mau berkemanusiaan yang adil dan beradab.

Sebuah Catatan Akhir

Dari makalah ini dapat disimpulkan bebarapa hal berikut, pertama menyatakan HTI yang mengajarkan Islam dengan dakwah damai dan ingin membebaskan Indonesia dari neokolonialisme sebagai ormas radikal adalah sebuah tuduhan keji penuh sentimentalitas akibat politik kekuasaan yang sekuleristik dan kapitalistik. Terdapat kerancuan epistemologi dalam memaknai istilah radikal karena mendasarkan para epistemologi Barat.

Kedua mengatakan bahwa HTI adalah ormas yang mengajarkan terorisme karena memahami jihad sebagai perang adalah kedangkalan berfikir. Sebab baik secara normatif dan historis jihad adalah ajaran Islam yang salah satu artinya adalah perang melawan penjajah, sebagaimana telah dilakukan oleh para ulama dan santri terdahulu yang turun ke medan perang melawan penjajah dengan semangat jihad fi sabilillah. Gema takbir para pejuang Islam telah mengobarkan perlawanan kepada kaum kolonial hingga Indonesia merdeka.

Ketiga upaya pemerintah untuk membangun narasi radikalitas HTI merupakan sebuah kerancuan epistemologi dan sentimentalitas politik kekuasaan yang menunjukkan kezaliman dan ketidakadilan. Jika tidak ingin disebut sebagai tuduhan dan fitnah keji terhadap HTI dan ajaran Islam.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Muhammad Imaduddin. Kuliah Tauhid. Bandung : 1980. Pustaka-Perpustakaan salman ITB.

Ahmad, Zainal Abidin.   Negara Adil Makmur Menurut Ibnu Siena,  1974. Jakarta : Bulan Bintang.

Ahmed, Shabir, Anas Abdul Muntaqim dan Abdul Sattar. Islam dan Ilmu Pengetahuan. 1999. Bangil : Al Izzah

Hodgson, Marshall GS, The Vanture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia Masa Klasik Islam, 2002, Jakarta : Paramadina.

Iqbal, Muhammad. Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam. 1966. Jakarta : Tintamas.

Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi Historis, 2003, Yogyakarta : Titian Ilahi Press

Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan, 2005, Jakarta : Paramadina

Suryanegara, Ahmad Mansur, Api Sejarah 2, 2010, Bandung : Salamadani.

 

 

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *