“Naik Level” Makan Bergizi Gratis

 “Naik Level” Makan Bergizi Gratis

Bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi anugerah tersendiri. Program ini meringankan kantong mereka. Anak-anak pun terpenuhi kebutuhan gizinya. Meski ada secuplik berita menyoroti rasa makanan yang tak sesuai selera, masih banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu yang tak mempermasalahkan soal rasa. “Enak dan kurang banyak porsinya” ucap anak-anak itu dengan polosnya. Menu lengkap seperti itu memang jarang hadir di meja makan mereka. Di Kendari, seorang bocah SD rela menyisakan sepotong ayam di menu makanannya. Dibungkus dengan kertas seadanya, Ia bawa pulang untuk adik kecilnya di rumah. Ibu menjadi TKW di luar negeri dan Ayah yang seorang pemulung, memaksa mereka sekeluarga jarang sarapan pagi.

Kemiskinan orang tua memang berdampak besar pada kurangnya asupan gizi pada anak-anak. Jangankan memenuhi gizi, makan saja kekurangan. Padahal riset membuktikan bahwa gizi mempengaruhi angka melek aksara dan prestasi di sekolah. Maka bisa dibayangkan seperti apa masa depan mereka. Tubuh menjadi stunting, daya serap otak lemah, fisik tidak prima, dan sering sakit-sakitan.

Program MBG baru saja diterapkan pada 6 Januari 2025 di 31 provinsi dengan anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk menjangkau 17,5 juta penerima manfaat. Di hari ke 10 implementasi, gelisah dengan permintaan memelas banyak anak yang belum kebagian, Presiden mengumpulkan para Menteri untuk mencari jalan mempercepat implementasi. Bahkan menambah luas penerima manfaat. Kepala Badan Gizi Nasional mengakui perlu tambahan Rp 100 triliun lagi untuk memperluas penerima manfaat menjadi 82,9 juta orang. Pemerintah pun memutar otak mencari tambahan anggaran. Lantas pemerintah daerah dan BUMN diminta urunan. Mengemuka juga usulan untuk menggunakan dana zakat, yang belakangan segera dibantah oleh Pemerintah.

Sesungguhnya kebijakan MBG ini dapat dinaikkan levelnya. Menambah luas penerima manfaat, bahkan tidak sekedar menjangkau anak sekolah. Termasuklah memberi makan semua orang yang kelaparan. Konsepnya digali dari aturan Islam.

Tanggung jawab pertama memberi makan bergizi terletak di pundak orang tua. Tidak sekedar untuk mengenyangkan, tapi juga menjamin terpenuhinya gizi. Islam memerintahkan orang tua agar tidak meninggalkan generasi yang lemah. Di antara kelemahan itu disebabkan kurangnya gizi. Maka orang tua harus memiliki bekal ilmu dalam mengelola asupan makanan dalam keluarga.

Orang tua yang karena kemiskinannya tidak mampu memberi makan keluarganya secara layak, dibantu oleh Pemerintah baik dengan memberi makan langsung, diberikan bahan mentah, ataupun dalam bentuk uang. Khalifah Umar pernah memanggul sendiri karung gandum untuk diberikan kepada keluarga yang diketahuinya sedang kelaparan saat mengelilingi pemukiman penduduk di malam hari. Sumber pembiayaan pemerintah untuk memberi makan dapat berasal dari dana zakat. Sebab zakat memang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan 8 pihak yang di antaranya adalah fakir dan miskin. Dengan dana zakat, pemberian makan tidak terbatas pada anak sekolah yang tidak mampu saja. Orang tua dan semua anggota keluarganya pun berhak mendapatkan makanan.

Pemerintah boleh saja memberikan makanan bergizi di sekolah-sekolah. Namun tidak semuanya boleh dibiayai dari zakat karena pasti ada di antara siswa-siswa tersebut yang tidak berhak menerima zakat. Maka anggaran pemerintah dari sumber yang lain dapat digunakan. Misalnya, aturan Islam mengalokasikan anggaran dari hasil pengelolaan barang publik seperti tambang, hutan, dan laut untuk dipergunakan bagi kemaslahatan semua warga negara. Pemberian makan termasuk kemaslahatan masyarakat.

Anggaran besar yang dibutuhkan agar kebijakan seperti MBG naik level sebagaimana yang Islam telah ajarkan, membutuhkan pengelolaan ekonomi secara Islami pula. Selain pengelolaan zakat, lainnya adalah pengelolaan kekayaan alam secara syar’i. Seandainya tambang batu bara, minyak bumi dan gas dikelola secara Islami, tentu bukan segelintir pengusaha itu yang menikmati ribuan triliun rupiah. Hasil hutan, laut, perut bumi, dan semua kepemilikan umum lainnya seharusnya dikelola negara untuk didistribusikan hasilnya kepada rakyat. Tentu dana yang terkumpul akan lebih dari cukup untuk memenuhi makan bergizi gratis. Tidak hanya bagi 82,9 juta anak sekolah yang memerlukan Rp 171 triliun itu. []. Muhammad K (Founder ISGOV – Islamic Governance Initiative)

 

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *