Nadiem Makarim, Pemerintah Subsidi Konglomerat
Kemendikbud, melalui Nadiem Makarim dikecam karena menyalurkan dana hibah program Organisasi Penggerak Maksimal sebesar 20 miliar pertahun kepada dua lembaga nonprofit, Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation.
Padahal dua lembaga itu padahal masuk dalam kategori tanggung jawab sosial perusahaan atau dikenal dengan corporate social responsibility (CSR). Sampoerna Foundation adalah lembaga CSR yang bernaung di bawah perusahaan raksasa Sampoerna milik Putra Sampoerna, yang tercatat sebagai orang terkaya ke-13 di Indonesia.
Sedangkan Tanoto Foundation adalah lembaga filantropi yang bernaung di bawah perusahaan raksasa Royal Golden Eagle yang memiliki bisnis sawit, energi dan kertas. Royal Golden Eagle dikuasai konglomerat Sukanto Tanoto yang juga termasuk jajaran orang terkaya di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Head of Marketing & Communications Putera Sampoerna Foundation, Ria Sutrisno mengatakan bahwa pihaknya bukan merupakan organisasi CSR dari PT HM Sampoerna Tbk.
Organisasi Penggerak sendiri adalah program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.
Dana hibah itu terbagi menjadi tiga kategori; Gajah, Macan dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar per tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.
Komentar:
Meskipun pihak Sampoerna Foundation telah memberikan bantahan tentang hubungan mereka dengan PT HM Sampoerna, namun kebijakan hibah dana negara oleh Kemendiknas adalah suatu kekeliruan. Pertama, pemerintah sampai hari ini masih berencana memotong tunjangan guru yang akan dialihkan untuk dana penanganan Covid-19.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merealokasi Rp405 miliar anggaran mereka untuk penanganan corona. Begitu pula Rp2,6 triliun anggaran pendidikan di Kementerian Agama yang dialihgunakan untuk merespons pandemi.
Kedua, bila pemerintah merasa berkepentingan untuk meningkatkan kualitas dunia pendidikan, masih ada cara lain. Secara insitutisional, dunia pendidikan Indonesia masih membutuhkan banyak pengembangan sarana dan prasarana; seperti renovasi sekolah, penyediaan peralatan penunjang kegiatan belajar mengajar seperti alat peraga, komputer, jaringan internet, dsb.
Bahkan Indonesia pun masih kekurangan tenaga pengajar dan tidak merata. Menurut PGRI, masih dibutuhkan 1,1 juta guru di seluruh Indonesia. Di sisi lain, guru honorer pun masih menanti pengangkatan dan perlu disejahterakan.
Total guru di Indonesia sebanyak 3.357.935 orang. Adapun yang bukan sebagai guru PNS atau tetap yayasan sebanyak 937.228 orang. Angka ini terdiri dari 728.461 guru honor sekolah, 190.105 guru tidak tetap kabupaten/kota, 14.833 guru tidak tetap provinsi, dan 3.829 guru bantu pusat.
Jadi, sebenarnya pemerintah ini berpihak pada siapa? Dunia pendidikan dan masyarakat, atau konglomerat?[] Iwan Januar