Mutiara Umat Institute: Tolak Usulan Awasi Rumah Ibadah

Mediaumat.id – Analis Mutiara Umat Institut Nahdoh Fikriyyah Islam menyatakan kaum Muslim harus menolak usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menginginkan pemerintah diberi kewenangan mengawasi rumah ibadah.

“Sikap kita sebagai kaum Muslim dengan adanya usulan pengawasan rumah ibadah ini adalah harus menolaknya,” ujar Nahdoh dalam Mumtaz Pol #17: Usulan Menagwasi Rumah Ibadah, Apa Maksudnya Sih? di Tintasiyasi Channel, Kamis (21/9/2023)

Menurutnya, usulan tersebut merupakan kebijakan yang tidak penting. Dan jelas tidak ada korelasinya antara pencegahan radikalisme dengan pengawasan rumah ibadah. Sebab rumah ibadah adalah simbol agama.

“Nah, kalau rumah ibadah dalam Islam, tentu masjid yang dimaksud. Jelas dalam Islam dilarang mencurigai masjid,” lanjut Nahdoh.

Usulan tersebut, ungkap Nahdoh, bukanlah kali pertama yang bermakna kecurigaan terhadap agama. Narasi-narasi pengawasan atau penargetan menyasar keyakinan atau agama. Terlepas penafsiran kata agama itu multitafsir di kalangan pemilik kebijakan. Intinya, agama sedang dilirik dan ditarget.

Sebelumnya, ada kebijakan yang membuat sertifikat penceramah untuk mengawasi para “penceramah tak bersertifikat”. Kemudian menyusul pengaturan volume adzan di masjid, yang dinilai mengganggu ketertiban bagi kelompok tertentu.

Kini, jelasnya, rumah ibadah pun dianggap sebagai tempat berbahaya oleh BNPT. Kepala lembaga ini mengusulkan agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia agar tidak menjadi sarang radikalisme.

“Sebenarnya usulan untuk mencurigai rumah ibadah yang disampaikan oleh Kepala BNPT, alasannya adalah demi menanggapi pernyataan salah satu anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang awalnya mengulas kisah karyawan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) diisukan terpapar paham radikalisme, karena isi ceramahnya dianggap mengkritik pemerintah,” imbuhnya.

Jika demikian pemaknaan radikalisme oleh pemerintah, maka kata Nahdoh, berpotensi menimbulkan gaduh di tengah-tengah masyarakat. Nantinya bisa muncul perpecahan dan pengelompokan masyarakat. Satu kelompok anti pemerintah pro radikalisme, yang kedua kelompok anti radikalisme pro pemerintah.

“Sehingga akan menambah keruh kondisi masyarakat. Ironisnya lagi, jika terjadi dikalangan antar sesama umat Islam,” jelasnya.

Bahkan, usulan pengawasan rumah ibadah menurutnya, telah bertentangan dengan undang-undang yang telah dirumuskan sendiri oleh para pendiri negeri ini dalam UUD 1945 tentang jaminan kebebasan beragama.

Harusnya, undang-undang tersebut tidak dilanggar dan keyakinan yang diakui undang-undang, mendapatkan perlindungan hukum.

“Ini agak lucu sebenarnya. Kita punya undang-undang tentang jaminan beragama. Dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2, dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Isinya sangat jelas. Kok malah BNPT melirik negara-negara lain menanggulangi radikalisme? Jadi tidak salah menurut saya jika ada yang mengartikan bahwa sebenarnya ini juga bentuk kegagalan pemerintah dalam mengurusi persoalan dalam negeri tentang radikalisme tadi,” tegas Nahdoh.

Akibat Sekularisme

Hakikatnya, jelas Nahdoh, usulan pengawasan rumah ibadah yang disampaikan oleh BNPT akibat penerapan sekularisme.

“Sebab dalam paham sekuler, tidak boleh ada satu agama apa pun yang mendominasi. Sehingga boleh saja untuk dicurigai,” ungkapnya.

Seperti yang terjadi di negara-negara Barat, jelas Nahdoh, mereka melakukan propoganda-propoganda buruk dan menciptakan islamofobia agar kaum Muslim menjauhi dan menakuti ajaran agamanya sendiri.

“Kalau kita tarik satu garis lurusnya ya, coba kita lihat. Sebelum kecurigaan terhadap rumah ibadah di Indonesia, di Prancis ada pelarangan abaya. Bahkan Presiden Prancis telah menyatakan bahwa abaya simbol terorisme. Selalu Macron itu menekankan bahwa Prancis negara sekuler, Prancis negara sekuler,” bebernya.

Narasi radikalisme, menurut Nahdoh, adalah propaganda Barat. Sehingga memunculkan islamofobia yang bertujuan untuk menghalangi kebangkitan Islam. Dan bila memungkinkan, Barat ingin melenyapkan Islam dari muka bumi ini.

“Barat kan maunya begitu ya makar mereka itu kalau bisa. Tetapi kan, makar Allah itu yang terbaik,” tambahnya.

Sehingga, kebijakan-kebijakan yang mengarah pada islamofobia termasuk usulan pengawasan masjid, adalah bagian dari agenda global kafir Barat penjajah. Tetapi ironisnya, penyakit tersebut kata Nahdoh, bukan hanya mengidap Barat, juga menghinggapi kaum Muslim.

Dengan demkian, terang Nahdoh, sikap penolakan yang tegas dari kaum Muslim akan menghindari efek penyebaran islamofobia dan isu-isu negatif yang disematkan kepada Islam.

Bagian dari Islam

Nahdoh juga menyatakan, aktivitas mengkritik atau menasehati penguasa (muhasabah lil hukkam) adalah bagian dari ajaran Islam. Sehingga kaum Muslim harus menegakkannya.

“Jika mengkritik atau menasehati penguasa dianggap sebagai ajaran radikalisme, maka hal tersebut sangatlah berbahaya,” kata Nahdoh.

Jika penguasa tidak ada yang mengkritik atau menasehati, ungkapnya, maka mereka akan semakin jauh terjerumus dalam kebijakan yang salah dan zalim. Tidak pro rakyat, bertentangan pula dengan hukum-hukum Allah. Bukan hanya mereka yang berdosa.

“Kita juga berdosa jika diam dan membiarkannya,” pungkasnya.[] M. Siregar

Share artikel ini: