Mutiara Umat Institute: Nasib Buruh Perempuan Bagai Makan Buah Simalakama

Mediaumat.id – Direktur Mutiara Umat Institute Ika Mawarningtyas mengatakan, nasib buruh perempuan bagai makan buah simalakama, bila tetap bekerja tanggung jawab keluarga terabaikan, tidak bekerja menderita karena sistem yang ada.

“Nasib buruh perempuan bagaikan simalakama, tetap bekerja keluarga berpotensi terabaikan, tidak bekerja hidup makin susah karena kondisi ekonomi kapitalistik,” katanya dalam Obrolan Sore: Manifesto Aliansi Buruh Indonesia, Ahad (30/4/2023) di YouTube Aliansi Buruh Indonesia.

Menurutnya, hidup di sistem kapitalisme sekuler hari ini, tidak hanya perempuan, baik laki-laki dan perempuan dihadapkan dengan pilihan sulit. Apalagi perempuan yang seharusnya menyiapkan diri menjadi istri dan ibu yang akan mencetak generasi unggul penerus peradaban. Tetapi, hari ini baik ayah dan ibu disibukkan untuk mencari materi karena biaya hidup yang serba mahal.

“Terkadang dua-duanya kerja juga masih tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena fungsi negara yang harus menjamin pendidikan, kesehatan, dan keamanan dibebankan pada individu rakyat. Jadi, posisi rakyat tidak hanya sibuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, tetapi juga mencukupi pendidikan, kesehatan, dan keamanan keluarga,” jelasnya.

Ia melihat, pemenuhan kebutuhan dengan skema riba menjadikan mereka terjebak utang. “Belum lagi pola pemenuhan sandang, pangan, dan papan dengan model riba. Seperti kredit rumah dan sebagainya, ini juga memicu beban keluarga makin berat karena harus dikejar utang yang senantiasa berbunga alias utang dengan riba yang tinggi. Terkadang karena harus bayar cicilan ini dan itu memaksa perempuan harus turun gunung ikut kerja juga. Karena jika mengandalkan suami, tidak cukup untuk bayar cicilan ini dan itu,” jelasnya.

Menurutnya, masyarakat terjebak gaya hidup hedonis sehingga rela utang sana-sini demi memenuhi gengsi. “Terkadang karena pola hidup hedonis dan konsumtif membuat mereka membeli barang yang tidak dibutuhkan. Inilah yang membuat kebutuhan bengkak, penghasilan sebenarnya cukup jadi tidak cukup. Bahkan, suami istri kerja masih dikejar-kejar utang riba,” katanya.

Ia mengatakan, karena terjebak utang riba, banyak perempuan memilih jadi buruh di luar negeri. “Kebanyakan perempuan potong kompas, kerja di luar negeri agar mendapatkan penghasilan lebih banyak dan bisa menutup utang. Padahal, ketika kerja di luar negeri banyak sekali risiko dan dampaknya,” pungkasnya.[] Jesiati

Share artikel ini: