Mungkinkah Membuka Sekolah Di Tengah Pesta Corona?

 Mungkinkah Membuka Sekolah Di Tengah Pesta Corona?

Oleh: Khaeriyah Nasruddin

Baru-baru saja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan wacana untuk membuka kembali sekolah pada pertengahan Juli 2020, satu wacana yang menimbulkan dilematis di benak orang tua. Wacana ini juga disambut khawatir oleh Federasi Serikat Guru Indonesia, wakil sekretaris FGSI Satriawan mengungkapkan bahwa ia khawatir siswa dan guru menjadi korban dari wabah covid-19 jika rencana ini diputuskan, koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terlihat tak sinkron dalam penanganan covid-19 juga diragukan. (CNNIndonesia/9/5).

Agus Sartono selaku Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan Agama dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) juga menyampaikan, kegiatan belajar di sekolah pada pertengahan Juli 2020 masih berisiko. (CNNIndonesia/11/5).

Sejak merebaknya covid-19 di bumi pertiwi sekolah memang ditutup dan melakukan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun seiring berjalan waktu di tengah pesta corona masih ramai-ramainya pemerintah kembali ingin membuka sekolah.

Rencana ini memang dikhususkan pada daerah-daerah yang sudah dinyatakan aman terhadap wabah covid-19 dan tetap akan menggunakan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah serta mewajibkan penggunaan masker. Namun tetap saja tidak bisa menjadi jaminan untuk mengurangi kekhawatiran, pasalnya dalam beberapa kasus ada orang yang positif covid-19 tanpa menunjukkan gejala, kita juga masih sulit membedakan mana yang terkena dan mana yang tidak selain menunggu waktu beberapa hari untuk mengetahui hasilnya.

Menilik grafik kasus covid-19 di Indonesia, sejauh ini memang belum terlihat adanya tanda-tanda penurunan. Penyebarannya telah menjangkau 321 dari 514 kabupaten dari kota di Indonesia atau sama dengan 62%. (datapublik.com/02/05).

Rencana ini penting untuk diperhatikan, apakah sudah termasuk kebijakan tepat untuk membuka sekolah di tengah makin meningkatnya jumlah kasus positif covid-19? Kita bisa melihat dalam sehari ada sekitar 519 kasus ditemukan, bagaimana jadinya ketika rencana ini benar dijalankan? Berat membayangkan berapa banyak jumlah korban berjatuhan sedang pemerintah belum mampu melakukan tes PCR dengan alasan kekurangan alat.

Tak heran memang beberapa pihak menampakkan sikap pesimis terhadap wacana yang dilontarkan pemerintah mengingat Kemendikbud belum memastikan bagaimana bentuk protokol kesehatan yang akan dilakukan. Belum lagi kebijakan pemerintah dalam menangani wabah covid-19 terlalu lamban, saat PSBB saja diterapkan masih banyak yang melanggar, bukankah di tengah penerapan itu pemerintah juga malah membuka pintu bagi TKA Cina untuk masuk ke dalam negeri di tengah gelombang PHK massal. Saat pelarangan mudik, di sisi lain pemerintah juga memberikan kebebasan bagi para napi.

Saat ini kondisi ekonomi memang sakit, apalagi ketika wabah covid-19 menyebar makin parahlah sakit yang dialami. Physical distancing membatasi aktivitas di luar sehingga kebutuhan-kebutuhan di pasaran juga terbatas.  Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyebutkan ekonomi Indonesia bisa hanya tumbuh 2,5 % atau bahkan 0%, kondisi ini juga diperburuk dengan harga minyak dan gas yang turun sementara perekonomian Indonesia sangat tergantung pada harga komoditas. (Sukabumiupdate.com/17/4).

Bila rencana pembukaan sekolah ini adalah ide terselubung untuk memulihkan kondisi ekonomi maka makin jelaslah kelihatan bahwa pemerintah mengabaikan keselamatan rakyat dan menomorsatukan kepentingan ekonomi. Memulihkan kondisi ekonomi dalam keadaan terhimpit seperti ini bagi kapitalis harus segera diwujudkan dan pendidikan salah satu lahan basah untuk meraup profit sebanyaknya.

Inilah potret dari rezim yang tetap berpegang teguh pada sistem kapitalisme, hal ini mengingatkan kita pada salah satu hadist Rasulullah yang berbunyi, “Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.”

Kini kita bisa melihat bagaimana rezim mengabaikan tanggungjawabnya sebagai penanggungjawab urusan rakyat, rezim hanya peduli pada kepentingan-kepentingan kapitalis dan tak peduli apakah rakyat harus sengsara dan terbunuh. Perasaan takut ataupun simpati telah hilang dalam nuraninya. Bertahun-tahun kita diberi harapan-harapan yang ujungnya hanya kebohongan, atas nama rakyat hanya pemanis semata, kalau begini seterusnya untuk apalagi berharap pada rezim ini? Sementara di depan mata sistem Islam menawarkan solusi dari ilahi dengan pemimpin yang senantiasa mengikatkan dirinya pada aturan Tuhan.

Demikian pula dalam persoalan mengatasi wabah hari ini, khalifah tidak akan plin-plan menentukan tindakan karena hal ini juga pernah dialami pada masa Rasulullah. Rasulullah pernah mencontohkan bagaimana menghadapi wabah dengan cara menerapakan metode karantina wilayah, demi memastikan agar penyakit tersebut tidak menular tembok dibangun di sekitar daerah tersebut dan Rasulullah senantiasa mengingatkan umatnya untuk tidak mendekatinya. Rasulullah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.  (HR. al-Bukhari)

Adapun terkait kondisi pemenuhan hajat hidup di tengah wabah juga pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, beliau senantiasa memenuhi kebutuhan rakyatnya sampai-sampai tidak ada satupun rakyat yang tidak mendapat bantuan. Tungku-tungku api dinyalakan sejak fajar menyingsing dan dibagikan kepada rakyat sehingga bencana kelaparan tak terjadi. Inilah sistem pemerintahan Islam yang senantiasa bersinergi dengan sistem ekonomi Islam sehingga negara mampu menjamin setiap kebutuhan rakyatnya.

Betapa mulia sistem Islam, sejatinya solusi yang ditawarkan oleh sistem Islam bukan sebatas memberi kesejahteraan namun juga keberkahan. Bagi orang-orang yang berada di bawah ketiak rezim kapitalisme mereka bisa jadi melabel buruk sistem Islam agar yang lain membencinya, namun sayang mereka tak akan bisa membungkam fakta sejarah. Mereka boleh mengkebiri ide khilafah tapi mereka tak bisa menolak kebangkitannya yang sudah di depan mata.

Terakhir penulis ingin menutup dengan firman Allah dalam QS. At-Taubah: 32-33, “Mereka berkehendak memadamkan cahaya agama Allah dengan mulut mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai.”[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *