Mundur karena Gagal Penuhi Janji, Hanya Bisa Dilakukan Pemimpin Berintegritas Tinggi

Mediaumat.id – Mundurnya Lucky Hakim dari jabatan Wakil Bupati Indramayu karena mengaku gagal memenuhi janji kampanye, dipandang Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroki, M.Si. hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang memiliki integritas tinggi.

“Hal ini hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang punya moral yang baik dan punya integritas yang tinggi,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Kamis (23/2/2023).

Menurutnya, sikap ini patut dicontoh oleh para pejabat lainnya. Mulai dari kepala desa, camat, bupati, gubernur, menteri, sampai presiden. Apalagi di antara alasan mundurnya itu karena malu dengan rakyatnya yang masih banyak hidup bahkan di bawah garis kemiskinan.

Sementara, kata Wahyudi mengutip pernyataan Lucky, biaya operasional pejabat sangat mahal dan mewah. “Ada fasilitas mobil mewah, biaya makan yang tinggi, dll.,” terangnya.

Jelasnya, sebagaimana diberitakan, usai menyampaikan pengunduran diri dalam surat berkop Bupati Indramayu Nomor 132/335Tapem, tertanggal 8 Februari 2023 yang ditujukan kepada DPRD setempat, Lucky mengungkapkan alasan dirinya mundur dari jabatan dengan membongkar fasilitas apa saja yang diperolehnya selama menjabat wabup.

Sebutlah anggaran makan dan minum (mamin) wabup Indramayu Rp100 juta per bulan. “Itu di luar gaji, tunjangan kendaraan, listrik, dan lain-lainnya,” bebernya. Untuk kendaraan misalnya, ia mendapatkan tiga kendaraan dinas. Salah satu di antaranya, seharga Rp700 juta. Belum lagi mobil mewah dengan AC di mana-mana.

Kata dia, semua fasilitas yang diperoleh berasal dari masyarakat Indramayu yang sebagian kurang mampu.

Terlebih, ia mundur karena merasa gagal mengemban amanah memenuhi janji kampanye yang sudah disampaikannya kepada masyarakat Indramayu. “Sebanyak 50 persen masyarakat Indramayu adalah petani yang bekerja dari pagi hingga petang. Sebagian besar warga lainnya berprofesi nelayan yang bisa tidak pulang berhari-hari untuk melaut,” paparnya.

Di saat yang sama, para wargalah yang kemudian menanggung dengan kewajiban membayar pajak, yang nantinya digunakan untuk menggaji dirinya, dengan harapan bupati dan wabup Indramayu bisa mewujudkan janji-janjinya. “Yang bayar itu masyarakat, yang tangannya kasar, yang berada di bawah garis kemiskinan. Kalau mereka tidak dapat yang dijanjikan, saya durhaka,” tutur dia.

“(Sehingga) ketika tidak tercapai, betapa tidak tahu malunya saya, tidak tahu dirinya saya, jika tetap bertahan sebagai wakil bupati,” ungkap Lucky menambahkan.

Karenanya, lanjut Wahyudi, hanya dengan kepekaan moral yang tinggi seorang pejabat publik bisa merasakan kesulitan masyarakat prasejahtera, yang pada akhirnya memjadi malu dan mundur.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

View Comments (2)