Mediaumat.news – Penangkapan eks Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Munarman oleh Densus 88 yang dituduh terkait kasus pidana terorisme dinilai sebagai proses kriminalisasi dan bukan murni penegakan hukum.
“Saya meyakini ini adalah proses kriminalisasi dan bukan murni penegakan hukum,” tegas Advokat Ahmad Khozinudin kepada Mediaumat.news, Rabu (28/4/2021).
Menurutnya, kalau benar yang dipersoalkan kepolisian adalah aktivitas Munarman yang dianggap atau dituduh terkait beberapa pembaiatan di beberapa titik di antaranya di Makassar, Medan dan di Jakarta, ia mempertanyakan, mengapa baru diproses sekarang?
“Tentu aneh, mengapa baru hari ini diproses? Peristiwa pembaiatan Makassar itu terjadi di tahun 2015. Mengapa setelah enam tahun baru diproses? Dan mengapa proses penangkapannya yang seharusnya sejak dulu bisa dilakukan, baru diambil setelah terjadi huru hara gonjang ganjing berkaitan dengan berbagai problem?” tanyanya.
Ia heran penangkapan Munarman baru dilakukan setelah terjadi peristiwa di antaranya tenggelamnya KRI Nanggala 402 dan ditembaknya Kabinda Papua oleh organisasi teroris OPM. “Dan juga berbagai peristiwa lain yang melingkupinya. Termasuk bergulirnya sidang HRS di pengadilan yang di antaranya dibela oleh Munarman,” imbuhnya.
Ahmad menilai, hal ini sebagai suatu proses atau upaya yang terstruktur, sistematis dan masif untuk membungkam ormas Islam yakni Front Pembela Islam yang sebelumnya sudah dibubarkan. Petingginya juga sudah dipersoalkan secara hukum dengan pidana prokes dan pidana lainnya. Dan kini tersisa Munarman selaku eks Sekum FPI juga dipersoalkan secara hukum.
“Saya menduga kuat ini ada target pembungkaman terhadap ormas Islam FPI yang sebenarnya hari ini sudah tidak ada. Dan pemerintah sudah mengumumkan pembubarannya,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menilai wajar jika publik menduga ada proses pembungkaman terhadap eks sekum FPI.
Bukan Murni Hukum
Menurutnya, kalau ini proses penegakan hukum semestinya tidak langsung main tangkap-tangkapan. “Munarman itu statusnya advokat. Advokat itu seorang yang mempunyai profesi terhormat. Officium nobile (profesi yang sangat mulia). Dan di KUHAP itu proses untuk melakukan penyelidikan tidak harus ditangkap,” ujarnya.
Meskipun ada UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme, Ahmad menilai, tetap saja kewajiban penegak hukum yakni Densus 88 selaku penyidik harus menaati KUHAP dan di antaranya bisa dilakukan proses pemanggilan dan tidak langsung ditangkap.
“Kita tahu bahwa Munarman itu jelas alamatnya, bukan orang yang kabur-kaburan. Kecuali jika dipanggil dan tidak menghadiri, lalu ditangkap, itu masuk akal,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it