Mediaumat.info – Menyikapi animo intelektual dari guru besar, akademisi, aktivis, hingga mahasiswa yang mengawal perubahan dan menolak dinasti politik, Direktur Mutiara Umat Institute (MUM) Ika Mawarningtyas mengatakan, perubahan dalam demokrasi hanya ganti wayang, dalangnya tetap oligarki.
“Apabila perubahan masih berada dalam lingkaran demokrasi, niscaya yang terjadi hanyalah ganti wayang semata, karena dalangnya tetaplah sama yakni oligarki,” tuturnya dalam Live Kritik Ke-30, Peringatan Darurat: Dinasti, Oligarki, atau Demokrasi? di kanal YouTube TintaSiyasi Channel, Jumat (30/8/2024).
Menurutnya, dalang yang berkuasa dalami sistem demokrasi adalah oligarki, kapitalis, ataupun korporasi. “Rakyat terjebak dalam fanatisme golongan yang menciptakan taklid buta terhadap wayang-wayang yang dipromosikan demokrasi,” ujarnya.
Ia berujar, umat harus menyadari, keadilan dan kesejahteraan dalam sistem demokrasi hanyalah omong kosong. “Demokrasi bukan jalan perubahan dan ia adalah perangkat ideologi kapitalisme dalam memenuhi hasrat keserakahannya,” jelas Ika.
Memang iya, ungkapnya, kepedulian rakyat dari berbagai lapisan masyarakat terhadap kondisi politik yang ada patut diacungi jempol.
“Namun, mereka jangan tertipu demokrasi. Demokrasi lahir dari ideologi kapitalisme yang memiliki asas sekularisme. Paham sekuler telah memisahkan manusia dari fitrahnya untuk tunduk terhadap agamanya. Sehingga, tercipta pejabat atau penguasa yang individualis, egois, dan pragmatis,” urainya.
Ia memaparkan, kongkalikong penguasa dengan para kapitalis terjadi karena demokrasi, lahirnya segelintir orang (oligarki) mengendalikan negara adalah karena kuasa demokrasi.
“Fokus umat harus lebih kritis lagi, ketidakadilan dan kesengsaraan yang tampak hari ini karena sistem lemah buatan manusia yang bernama demokrasi. Demokrasi menjadi kendaraan untuk memenuhi syahwat politik siapa pun yang memiliki uang, mereka yang beruang merekalah yang berkuasa. Inilah kenyataan praktik demokrasi kapitalisme hari ini,” bebernya.
Menurutnya, keadilan tidak mungkin tegak dalam sistem demokrasi kapitalisme.
Ia menambahkan, apabila ingin menegakkan keadilan di bawah payung demokrasi, maka hal itu adalah utopis.
“Tidak mungkin demokrasi mengakomodasi keadilan, karena demokrasi hanya mampu mengakomodasi suara terbanyak, tidak peduli suara itu zalim atau adil, benar atau salah, dosa atau berpahala. Demokrasi tidak peduli itu semua. Yang diakomodasi adalah suara terbanyak sekalipun itu adalah sebuah kezaliman dan kesengsaraan untuk rakyat,” tuntasnya. [] Titin Hanggasari
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat