Multaqa Ulama Aswaja Jabar, Tolak Sertifikasi Dai

Ulama Ahlul Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) Se Jawa Barat menolak rencana Sertifikasi Da’I (penceramah) yang akan dilakukan Kementrian Agama RI. Hal itu terungkap dalam acara Multaqa Ulama Aswaja Sejawa Barat, pada Ahad, 20 September 2020. Acara bertajuk “Sertifikasi Dai: Upaya Mengkambinghitamkan Islam dan Dakwah Islam Untuk Tutupi Carut Marut Penanganan Pandemi Covid-19, dan Ketidaksiapan Hadapi Resesi”, disiarkan secara online melalui kanal zoom dan youtube dan disaksikan lebih dari 2000 kaum muslimin di Jawa Barat.

Dalam kalimah minal ulama, yang disampaikan delapan perwakilan ulama dari berbagai daerah kabupaten dan kota di Jawa Barat. KH Ujer Jamaluddin, Pimpinan PP Al Inayah Kota Banjar, menyampaikan, “Islam adalah agama yang mulia dan berharga sehingga akan berhadapan dengan para pengganggu yang ingin merusak kemuliaan Islam. Salah satunya, kebijakan Sertifikasi pendakwah (da’i) akan menimbulkan perpecahan di kalangan da’i terutama umat Islam itu sendiri. Maka, Tolak Sertifikasi Da’i!”.

Sedangkan KH Johan Tamsir, Pimpinan Majelis Taklim Al Hidayah Garut, menyatakan bahwa para pengemban dakwah itu adalah mereka yang menyeru agama Allah. Adanya sertifikasi pendakwah (da’i) adalah kebijakan blunder yang berdasarkan nash Al-Quran Al-Karim (Al-Baqarah[2]:9) disebut sebagai golongan yang berusaha menipu Allah dan umat Islam.

Oleh karena itu, beliau mengingatkan, “kepada Menag, jagalah ajaran Islam jangan sampai mengeluarkan statement-statement yang menimbulkan perpecahan!”

Sementara itu, KH Mama Abdul Halim, Pimpinan Majelis Taklim Nurul Hikmah Pangalengan Kab Bandung, menegaskan bahwa dakwah adalah kewajiban yang telah diterangkan oleh puluhan ayat dalam Al-Quran, diantaranya dalam QS. Al Hijr:94.

“Sampaikanlah dengan terang-terangan apa yang disampaikan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Jadi dakwah tidak perlu sertifikasi, justru itu akan menimbulkan perpecahan antara ulama dan umat Islam. TOLAK KERAS SERTIFIKASI DA’I !”

Adapun KH Abdurahman, dari MUI Sukasari Kota Bandung, mengungkapkan bahwa kebobrokan rezim dalam mengatasi wabah virus partai komunis Tiongkok (PKT) berusaha ditutupi dengan menggunakan Ulama sebagai korban yang disakiti.

Ulama, orang-orang yang fasih Al-Qur’an dan Bahasa Arab disebut sebagai bibit-bibit radikal dan terorisme.

“Sungguh menyakitkan! Selain itu, Sertifikasi Pendakwah (Da’i) adalah usaha memadamkan cahaya penerangan bagi Umat dalam memahami ajaran Islam.
Oleh karena itu, TOLAK KERAS SERTIFIKASI DA’I!”

Pengasuh PP Asmaul Husna Tanjungsari Sumedang, KH Drs Saeful Anwar MSi, menyampaikan bahwa sertifikasi da’i akan menghentikan pengembangan dakwah (aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar). ini adalah bentuk kemungkaran dan kezaliman yang harus ditolak!

Bahkan dengan kebijakan itu telah menunjukan para pemimpin saat ini tidak layak menjadi uswatun hasanah. Oleh karena itu, teruslah berdakwah selama tampak kemungkaran, TOLAK SERTIFIKASI DA’I”

KH Dudung Abdul Malik, Pimpinan Majelis Taklim Al Markaz Kota Sukabumi, meneguhkan bahwa sebagai bentuk kecintaan terhadap orang-orang yang menzalimi umat Islam, negeri ini harus distop menggunakan sistem kepemimpinan apapun selain sistem Khilafah Islamiyyah.

Dengan seperti itulah, persekusi terhadap ulama dan umat Islam tidak akan terjadi lagi. Termasuk usaha kaum munafikin dalam mewujudkan aturan sertifikasi da’i.

Kemudian KH Hamdan Alawiy, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia -DDII- Kabupaten Sukabumi, memberikan peringatan, “Ingatlah para penguasa, sesungguhnya izzah/penghormatan, jabatan adalah titipan dari Allah SWT.

Apabila hal itu membuat terlena sehingga tidak menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai uswah dan qudwah, maka masuklah kepada golongan munafik! Inilah penyakit orang-orang kafir yang menunjukan kebencian kepada para Ulama dan Islam. Sertifikasi Da’i adalah ajakan sesat, WAJIB TOLAK!”

Pada kesempatan ini, KH. Drs Adam Anhari MA, Wakil Ketua Umum Syarikat Islam Jawa Barat, menegaskan bahwa sertifikasi da’i adalah bagian dari strategi besar rezim dalam usaha deradikalisasi. Anehnya, dialamatkan kepada ulama. Mereka menerapkan politik devide et impera ala penjajah dengan meraih ulama yang sepandapat dengan mereka, dan menyakiti ulama yang tidak sependapat dengan mereka.”

Sebagai penutup, KH Muhammad Fuad, ulama aswaja Jawa Barat, membacakan pernyataan sikap para ulama aswaja se Jawa Barat, yang intinya bahwa di tengah pandemi virus partai komunis China (PKT) dan bayang-bayang resesi, pemerintah justru berencana melakukan sertifikasi da’i.

Hal ini menunjukan pengalihan isu dari kegagalan pemerintah terhadap penanganan virus PKT dan ketidaksiapan menghadapi resesi. Padahal dakwah adalah kewajiban setiap muslim, bukan pula penyebab kegagalan penanganan pandemi dan resesi melainkan akibat penerapan Kapitalisme-Demokrasi.” []

Sumber: shautululama.co

Share artikel ini: