Mediaumat.id – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Dr. Anwar Abbas memandang, para pemimpin di negeri ini lebih kental aroma islamofobianya daripada ketakutan terhadap liberalisme.
“Para pemimpin di negeri ini tampak lebih kental islamofobianya daripada liberalismefobianya,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Senin (20/6/2022).
Pernyataan tersebut, ia ungkapkan seiring dengan kesan pemerintah dalam hal ini para penguasa yang menurutnya masih saja sibuk mengurusi Khilafatul Muslimin. Di sisi lain, yang jelas-jelas berbahaya dibiarkan. “Telah bercokol di negeri ini paham liberalisme-kapitalisme yang justru berbahaya dan sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” ungkapnya.
Maka itu, ia prihatin dengan penindakan tersebut. “Kita tentu saja tidak mau jika negeri ini diurus dengan cara-cara seperti itu,” tandasnya.
KKN Mengancam
Selain itu, ia mempertanyakan praktik-praktik korupsi dan kolusi serta nepotisme (KKN) yang bahkan sudah menggurita di negeri ini. Yang hal itu tentu juga akan sangat membahayakan dan mengancam masa depan bangsa ini.
“Apakah mereka juga tidak melihat perilaku dari sebagian para pengusaha besar atau para pemilik kapital di negeri ini yang dengan mudahnya merampok dan merampas tanah rakyat sebagai sebuah ancaman terhadap masalah persatuan dan kesatuan serta kemanusiaan dan kesejahteraan dari rakyat di negeri ini?” urainya.
Padahal, menurutnya, tingkat kekecewaan dari masyarakat luas terhadap tingkah laku dari sebagian para pemimpin dan peguasa serta para oligarki dalam bidang politik dan ekonomi di negeri ini sudah sangat tinggi.
“Kalau tidak diantisipasi dengan arif bijaksana akan bisa mendorong bagi terjadinya reformasi jilid dua,” ucapnya khawatir.
Atas dasar itulah, ia merasa perlu mengimbau serta mengingatkan para pemegang otoritas di negeri ini untuk mengevaluasi diri dan jangan menganggap enteng masalah ini.
“Janganlah mereka mengira bahwa dengan kekuatan yang mereka miliki saat ini mereka akan bisa menghadapi dan mengatasi masalah yang ada,” tuturnya.
Ia juga mengajak mereka untuk senantiasa belajar dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di zaman orde Baru misalnya. Yang ternyata dengan kekuatan penguasa kala itu yang sangat kuat sekalipun, tidak ada artinya tatkala berhadapan dengan kemarahan rakyat yang memuncak.
Bahkan sebagaimana diberitakan, pada Senin (9 Mei), Perdana Menteri (dan mantan presiden) Srilanka Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri di tengah protes yang menyebar ke seluruh negeri sejak awal April 2022.
Disinyalir, kemelut ekonomi yang terjadi di Srilanka merupakan krisis terburuk sejak negara itu merdeka dari Inggris pada 1948, dan para ahli mengaitkan bermacam kesulitan hidup di sana dengan ketidakbecusan pemimpin dalam mengelola ekonomi negara.
“Untuk itu lihatlah dan belajarlah dari kasus yang terjadi di Srilanka, kekuatan rakyat telah merontokkan dalam waktu yang singkat kekuasaan dari rezim yang berkuasa,” tutur Anwar kembali.
“Pertanyaannya, apakah kita mau hal seperti itu terjadi di negeri ini? Tentu saja tidak,” tukasnya.
Untuk itu pula, ia sekali lagi mengimbau kepada para penentu kebijakan publik agar segera menyadari bahwa saat ini keadaan Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Gejolak dan tingkat keresahan serta kekecewaan di tengah-tengah masyarakat tampak sudah cukup meningkat,” lugasnya.
Selain itu, ia juga mengatakan, “Janganlah mereka hanya sibuk dengan diri dan kelompok, serta partainya saja. Apalagi sebagian dari mereka kita lihat perilakunya tak ubahnya seperti antek-antek kompeni yang galaknya luar biasa kepada rakyat dengan tujuan agar mereka bisa menyenangkan hati dari sang bos yang membayarnya.”
“Jika hal seperti ini terus terjadi, maka kita tentu kasihan sekali dengan nasib presiden yang punya niat luhur, tetapi tidak didukung dengan baik oleh jajaran yang ada di bawahnya,” pungkasnya.[] Zainul Krian