Mediaumat.id – Menyikapi MUI Jember yang mengharamkan joget pargoy, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menuturkan, negara seharusnya juga melarang semua aktivitas yang mengandung unsur pornografi maupun pornoaksi, termasuk aksi joget pargoy yang di dalamnya terdapat poin erotisme.
“Kalau negara punya kepedulian melindungi moral masyarakat, harusnya melarang konten dan pagelaran erotisme, di semua bidang,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Kamis (1/12/2022).
Di sela menyampaikan hal itu, ia juga mengatakan apa yang dilontarkannya adalah sebagai bentuk apresiasi kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember, Jawa Timur, yang telah mengeluarkan fatwa haram terkait joget pargoy.
Sebagaimana diberitakan, aturan itu tertuang dalam Tausiah Komisi Fatwa MUI Kabupaten Jember Nomor 02/MUI-Jbr/XI/2022 tentang Joget ‘Pargoy’ di Kabupaten Jember.
MUI Jember menyebutkan joget pargoy merupakan jenis joget atau goyang tertentu yang dilakukan sekelompok remaja. Awalnya ramai di aplikasi Tiktok, namun kini sering ditemui di acara umum dan terbuka dengan dibarengi musik dari sound system.
“Umumnya, pargoy dilakukan remaja wanita, berpakaian seksi, membuka aurat, joget erotis, dan menimbulkan syahwat lawan jenis,” tulis MUI Jember.
Menyikapi fenomena itu, digelar rapat terbatas Komisi Fatwa MUI Jember pada 19 November 2022. Komisi fatwa MUI Kabupaten Jember menyampaikan tausiah kepada umat Islam, khususnya di Kabupaten Jember berkenaan fenomena joget pargoy, salah satunya mengharamkan joget pargoy.
Namun demikian terlepas fatwa yang jelas mengharamkan itu, Iwan pun menegaskan hal sama. “Jelas haram, itu sudah mengandung unsur erotisme, pornografi dan pornoaksi,” tandasnya.
Sementara, kata Iwan lebih lanjut, Islam sendiri sudah mewajibkan kaum perempuan menutup aurat, menjaga adab dan menundukkan pandangan.
Artinya, di dalam perintah tersebut juga terdapat larangan membuka aurat yang sesungguhnya merupakan bentuk perlindungan bagi kaum perempuan. “Larangan itu adalah bentuk perlindungan Islam terhadap kaum perempuan dan masyarakat,” terangnya.
Pasalnya, aktivitas yang mengandung unsur erotisme, pornografi maupun pornoaksi sangat berpotensi memicu perzinaan dan kekerasan seksual.
Lantaran itu, sebagai dorongan kuat terhadap pemerintah agar melakukan hal yang sama, ia berharap tak hanya MUI Jember yang mengharamkan aktivitas itu. Tetapi MUI pusat serta ormas-ormas Islam lainnya juga melarang konten-konten erotisme termasuk pagelaran musik dan semacamnya yang menampilkan erotisme.
Sebutlah pagelaran musik seperti organ tunggal saat pesta pernikahan atau pentas hiburan yang menampilkan erotisme yang masih banyak terjadi di tengah masyarakat. “Itu juga harusnya jadi sasaran fatwa dan seruan ormas Islam untuk melarangnya,” cetusnya.
“Apalagi eksploitasi terhadap perempuan di dunia periklanan sampai pemanfaatan SPG (sales promotion girl) dengan pakaian minim di berbagai event,” tambahnya, seraya menyebut itu semua aktivitas yang sangat merendahkan perempuan dan merusak moral warga, sehingga harus dihentikan.
Jika tidak, kata Iwan, lama-lama para perempuan bakal hilang rasa malunya. Dan berikutnya mereka tidak takut lagi menggoda kaum laki-laki. “Nah, apa mau kaum Muslim mendiamkan ini?” pungkasnya, yang khawatir hal demikian berujung merebaknya perzinaan.[] Zainul Krian