Mualaf Deddy Corbuzier Tayangkan Konten Gay, Wujud Kegagalan Pembinanya?

Mediaumat.id – Konten wawancara pasangan gay di podcast milik mualaf Deddy Corbuzier, Sabtu (7/5), dinilai KH M Shiddiq Al Jawi telah menunjukkan kegagalan pembinanya dalam membimbing.

“Menurut saya pembinanya itu yang gagal membina dia menjadi mualaf,” sesal Pakar Fikih Kontemporer tersebut dalam Kajian Online bertajuk, LGBT: Bahaya dan Solusinya Menurut Syariah Islam, Selasa (10/5/2022) di kanal YouTube Majelis Gaul.

Terhadap si mualaf sendiri, Kiai Shiddiq juga menuturkan, penayangan konten tersebut sebagai perbuatan kurang ajar. Sebabnya memunculkan pula semacam judul tambahan yaitu, ‘Tutorial Menjadi Gay di Indonesia’.

“Jadi kalau ada seseorang yang melakukannya, misalnya pernikahan sejenis, atau mempropagandakan, orang punya podcast lalu diwawancarai dengan judul tutorial menjadi gay di Indonesia, itu kurang ajar betul itu,” geramnya.

Tak berhenti di situ, si empunya podcast pun ia sebut bodoh apabila sudah mengerti tentang keharaman perilaku LGBT malah memberi panggung pada pelaku penyimpangan itu. “Kecuali kalau dia tidak tahu kalau itu haram, berarti dia itu, mualafnya itu, gagal yang membina itu,” singgungnya lagi.

Dengan kata lain, semestinya pembina mualafnya menjelaskan tentang keharaman perilaku LGBT, berikut ketidakbolehannya memberikan panggung. “LGBT ini haram loh, jangan kamu kasih panggung. Mestinya kan memberikan kayak gitu,” tuturnya.

Malah jika sekadar memberikan arahan tentang perilaku LGBT termasuk bagian dari hak asasi manusia (HAM), dengan catatan yang penting dirinya tidak terlibat, maka kata Kiai Shiddiq, pembina mualafnya telah berbuat ngawur.

“Kalau pembinanya seperti itu, berarti pembinanya yang sudah ngawur,” sebutnya.

Padahal sangat jelas perilaku LGBT dalam perspektif agama Islam tidak dibolehkan alias haram secara mutlak. “Semua ulama sepakat, tidak ada ulama yang mengatakan boleh, itu tidak ada.” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini tidak ada pendapat yang menyampaikan kehalalan dari suatu perilaku LGBT. “Kalau ada yang mengatakan halal, itu berarti sudah di luar konteks agama Islam. Itu pendapat asing, bukan agama Islam,” tandasnya.

Terorganisir

Di sisi lain, Kiai Shiddiq menyebutkan, LGBT saat ini bukan lagi perilaku individu melainkan sudah menjadi sebuah gerakan global yang terorganisir.

Paling tidak, menurut dia, pergerakannya melalui lima jalur. Pertama, jalur akademik/intelektual. Dari pertemuan 29 pakar HAM tanggal 6-9 Nopember 2006, lanjutnya memisalkan, lahir The Yogyakarta Principles (Prinsip-Prinsip Yogyakarta yang mendukung LGBT).

“Muncul pula lembaga pro LGBT di UI, bernama SGRC (Support Group and Resource Center on Sexuality Studies) bulan Januari 2016 yang lalu,” beber Kiai Shiddiq.

Kedua, jalur sosial budaya. LGBT, sambungnya, ternyata juga dipropagandakan lewat advokasi, konsultasi, film, aksi lapangan, seni, media massa, dsb. “Tujuannya, agar masyarakat menerima LGBT,” ungkapnya.

Ketiga, jalur jaringan/komunitas. Sebagaimana keterangan yang ia dapat dari docplayer.info pada 15/2/2016 lalu, di Indonesia telah ada dua jaringan nasional pendukung berikut 119 kelompok LGBT di 28 propinsi (dari 34 propinsi) dengan jutaan pengikut.

Bahkan atas sponsor UNDP dan USAID, pada 13-14 Juni 2013 di Nusa Dua Bali telah berlangsung Dialog Komunitas LGBT Nasional Indonesia dengan peserta sebanyak 71 orang dari 49 lembaga pro LGBT di Indonesia.

Keempat, melalui jalur bisnis yang menurut Kiai Shiddiq, LGBT pun telah mendapat dukungan opini dan juga dana dari dunia perniagaan tersebut.

“Merek-merek dagang dunia telah terang-terangan berkampanye pro LGBT. Misalnya: Facebook, Whatsapp, LINE, Starbucks,” sebutnya seraya menyebutkan salah satu platform LINE memiliki simbol atau emoticon yang pro LGBT.

Pun Starbucks, kata dia, telah mendonasikan sebagian keuntungannya untuk mendukung LGBT.

Kelima, jalur politik/diplomasi. Sebagai gambaran, Komnas HAM telah mengakui komunitas LGBT lewat Pernyataan Sikap Komnas HAM 4 Pebruari 2016 silam.

Artinya, LGBT oleh Komnas HAM dianggap legal dengan dalih HAM yang sesuai pasal 28 UUD 1945.

Belum lagi Peraturan Menteri Sosial No. 8/2012 terkait kelompok minoritas yang di dalamnya menyebut adanya gay, waria, dan lesbian.

Berikutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27/2014 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Kerja tahun 2015 yang telah memasukkan gay, waria, dan lesbian ke dalam peraturan tersebut.

Dalam dokumen UNDP PBB pun, terdapat program pro LGBT bernama The Being LGBT in Asia Phase 2 Initiative (BLIA-2). “Program ini didukung Kedubes Swedia di Bangkok, Thailand, dan USAID,” tambahnya.

Sementara sasaran dari program BLIA-2 adalah Cina, Filipina, Thailand, termasuk Indonesia. “Proyek BLIA-2 tersebut berlangsung tahun 2014-2017 dengan dana senilai 8 juta dolar AS,” kutipnya melansir media cetak Republika (12/2/2016).

Sedangkan dokumen asli program berjudul Being LGBT In Asia‘ sendiri, kata Kiai Shiddiq terdapat di situs www.asia-pacific.undp.

Malah sebagai penegas, di koran Republika di tanggal sama hlm. 9, termuat judul Dubes AS Dukung LGBT dengan isi berita sebagai berikut:

Pihak Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia menegaskan dukungannya terhadap pernikahan sejenis di kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Dubes AS untuk Indonesia Robert O Blake bahkan mendesak Pemerintah Indonesia mengambil sikap serupa.[] Zainul Krian

Share artikel ini: